Tuduhan Melakukan Pidana Tidak dapat Diasumsikan dalam Perkara Perdata

LEGAL OPINION
Question: Rencana saya ialah untuk menggugat orang yang sudah palsukan data dalam akta sehingga disalah-gunakan olehnya untuk buat sertifikat tanah. Apa saja resikonya ketika hendak menggugat pembatalan sertifikat tanah?
Brief Answer: Dalil yang Anda kemukakan, ialah terjadinya pemalsuan atau penggunaan surat palsu atau memalsukan data dalam akta. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ialah dengan menjawab pertanyaan berikut: sudahkah dapat dibuktikan tuduhan tindak pidana pemalsuan / membuat palsu / menggunakan surat palsu demikian?
Rekomendasi SHIETRA & PARTNERS, ialah agar tuduhan tersebut dibuktikan dahulu dalam ranah pidana, agar rencana gugatan perdata tidak menjadi antiklimaks bilamana “tuduhan hanya menjadi sekadar tuduhan” tanpa adanya “bukti yang bersifat menentukan”, berupa putusan perkara pidana pemalsuan demikian.
Terlagi pula, dengan terlebih dahulu telah dibuktikan lewat putusan perkara pidana, dapat dipastikan gugatan perdata akan dapat dimenangkan secara mudah dengan mengajukan alat bukti otentik berupa putusan perkara pidana yang membenarkan tuduhan demikian. Sehingga, kesabaran dan kesadaran dalam strategi berlitigasi demikian perlu disadari sepenuhnya agar tidak menjadi “bumerang” dikemudian hari bagi niat untuk mengajukan gugatan.
Kebenaran atas tuduhan tindak pidana tidak dapat diasumsikan, karena dalam stelsel hukum pidana, berlaku asas primer: “presumption of innocence”. Hakim yang baik dalam menjalankan prosedur proses pembuktian di persidangan, tentunya tidak akan melandasi amar putusannya berdasarkan fondasi rapuh bernama “asumsi”.
PEMBAHASAN:
Terdapat ilustrasi konkret sebagai cerminan yang menjadi rujukan SHIETRA & PARTNERS, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 1259 K/Pdt/2015 tanggal 23 Oktober 2015, perkara antara:
- Ny. Hj. MASA’AD, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
1. NANIWATI; 2. READI, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Tergugat; dan
- BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA PALANGKA RAYA, selaku Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat.
Didalilkan dalam gugatannya, Penggugat memiliki sebidang tanah perwatasan yang berasal dari peninggalan almarhum suami Penggugat. Adapun tanah tersebut oleh almarhum suami Penggugat diperoleh berdasarkan Surat Pernyataan Penyerahan Sebidang Tanah dari Aben K. Timbang kepada almarhum suami Penggugat, tertanggal 1 Januari 1988 yang diketahui oleh Lurah Langkai serta diketahui oleh Camat Pahandut.
Saudara Aben K. Timbang memperoleh tanah yang dimaksud, berasal dari garapan tanah negara yang digarap sendiri sejak tahun 1980 dan telah pula dibuatkan Surat Keterangan tertanggal 1 November 1986 yang ditanda-tangani oleh Kepala Kelurahan Langkai serta diketahui oleh Camat Pahandut juga ditandatangani oleh Petugas Kelurahan dengan disaksikan oleh 2 orang saksi.
Dengan telah diserahkannya tanah tersebut oleh Aben K. Timbang kepada almarhum suami Penggugat, berdasarkan Surat Pernyataan Penyerahan Sebidang Tanah dari Aben K. Timbang kepada almarhum suami Penggugat tertanggal 1 Januari 1988, maka sejak saat itu tanah tersebut selalu dirawat, dipelihara dan dijaga oleh almarhum suami bersama-sama Penggugat, sampai pada akhirnya ketika suami Penggugat meninggal dunia maka selanjutnya tanah tersebut dijaga, dipelihara, dan dirawat oleh Penggugat bersama anak-anak.
Pada awalnya atas kepemilikan tanah Penggugat yang berasal dari peninggalan suami Penggugat, semula tidak ada masalah atau ada orang lain yang ingin mengambil, merampas, serta menyerobot tanah dimaksud, sebelum suami Penggugat meninggal dunia hingga tahun 2010.
Akan tetapi sejak pertengahan tahun 2010, mulailah timbul permasalahan atas kepemilikan tanah Penggugat yang berasal dari peninggalan suami Penggugat, dimana tanah tersebut telah diakui / direbut oleh Tergugat I, II, dan II, yakni dengan cara memalsukan surat-surat dan tanda-tangan orang lain, yakni Surat Keterangan tertanggal 1 November 1986—dimana Surat Keterangan tersebut sangat nampak jelas telah dipalsukan oleh Tergugat I dan II, sebab sesuai dengan Surat Pernyataan dari istri Suhardi M., telah menyatakan bahwa tanda-tangan Suhardi M. yang tertera pada Surat Keterangan tertanggal 1 November 1986 yang dikeluarkan oleh Lurah Langkai, adalah bukan tanda-tangan Suhardi M. pada saat menjabat staf Kelurahan Langkai.
Dengan dipalsukannya Surat Keterangan serta tanda-tangan Suhardi M. oleh Para Tergugat, selanjutnya Para Tergugat mengajukan pendaftarkan kepemilikan bidang tanah tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) sehingga oleh Turut Tergugat diterbitkanlah masing-masing SHM dengan No. 8624 serta No. 8625 atas nama Tergugat I, dan SHM No. 8626 atas nama Tergugat II.
Dalam penerbitan SHM masing-masing No. 8624, No. 8625, dan No. 8626 tersebut banyak sekali kejanggalan karena tanpa melalui prosedur yang benar sesuai dengan Undang-Undang Pokok Agraria, serta tidak sesuai peraturan pemerintah oleh karena tanpa melalui pengumuman di papan yang ada di Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya (Turut Tergugat) dan tanpa melalui pengukuran fisik bidang tanah oleh Turut Tergugat.
Penggugat telah melaporkan perbuatan Tergugat I kepada pihak Kepolisian Resort Kota Palangka Raya pada tanggal 6 Juli 2012. dan oleh Kepolisian Resort Kota Palangka Raya maka dibuatkanlah tanda terima laporan, akan tetapi atas laporan Penggugat tersebut, tidak juga membuahkan hasil ataupun kejelasan tindak lanjut laporan, terlebih hasil penyidikan.
Dengan telah dikuasainya tanah milik Penggugat tersebut oleh Tergugat I dan II serta dengan telah diterbitkannya ketiga SHM tersebut oleh Turut Tergugat, maka Penggugat menilai bahwa perbuatan Para Tergugat maupun Turut Tergugat merupakan suatu perbuatan melawan hukum, dimana Penggugat meminta pengadilan agar ketiga SHM dinyatakan batal.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Palangka Raya kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 118/Pdt.G/2013/PN Plk., tanggal 6 Mei 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA/KONVENSI;
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
- Menyatakan Penggugat adalah pemilik hak atas objek sengketa yang terletak di Jalan ... dengan ukuran panjang 200 m, lebar 40 m seluas 8000 m² dengan batas-batas: ...;
- Menyatakan bukti hak milik Para Tergugat sebagaimana bukti T.1 (a) dan T.2 (b) adalah tidak mempunyai kekuatan hukum;
- Menghukum Para Tergugat atau siapa saja yang mendapatkan hak dari padanya untuk menyerahkan objek sengketa dan tanpa syarat;
- Menghukum Para Tergugat untuk dengan membayar uang paksa sejumlah Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), untuk setiap hari keterlambatan dalam melaksanakan putusan ini terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
- Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Tergugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Palangka Raya dengan Putusan Nomor 54PDT/2014/PT.PLK., tanggal 3 Desember 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding/Para Tergugat;
Dalam Pokok Perkara:
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya tanggal 6 Mei 2014 Nomor 118/ Pdt.G/2013/PN.Plk., yang dimohonkan banding tersebut;
DENGAN MENGADILI SENDIRI:
- Menolak gugatan Penggugat/Terbanding untuk seluruhnya.”
Terkejut mendapati putusan Pengadilan Negeri dianulir Pengadilan Tinggi, untuk selanjutnya Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung RI membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti dengan saksama Memori Kasasi tanggal 22 Januari 2015 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 26 Februari 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Putusan Pengadilan Tinggi Palangka Raya yang membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya, ternyata Judex Facti (Pengadilan Tinggi) tidak salah dan telah benar menerapkan hukum;
“Bahwa Penggugat berdasarkan bukti surat dan saksi-saksi tidak dapat membuktikan adanya pemalsuan surat yang dilakukan oleh Para Tergugat terkait dengan objek sengketa, dalil Penggugat bahwa Para Tergugat telah memalsukan surat-surat sehingga atas dasar pemalsuan surat telah terbit sertifikat hak milik tidak didukung oleh bukti kuat, seperti putusan pidana tentang pemalsuan surat;
“Bahwa Tergugat berdasarkan bukti T-1a, T-2a, dan T-3 dapat membuktikan sebagai pemilik yang sah atas tanah objek sengketa berdasarkan sertifikat hak milik;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti (Pengadilan Tinggi) dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi Ny. Hj. MASA’AD tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi Ny. Hj. MASA’AD  tersebut.”
Catatan Penutup Penulis:
Hanya terdapat dua gradasi kemungkinan atas kasus tersebut diatas, Penggugat merupakan korban dari kejahatan yang bersifat sistematis, atau tuduhan memang hanya sekadar tuduhan palsu semata. Terkadang, menghadapi sindikat kejahatan yang sistematis, hukum memang tidak dapat menawarkan solusi yang efektif terlebih bersifat efisien terhadap korban yang mencoba mencari keadilan ke hadapan hukum di pengadilan.
Dalam sudut pandang itulah, hukum memang seyogianya bersifat “murni” sebagaimana diutarakan Hans Kelsen, bebas dari anasir politik ataupun pengaruh faktor penyalahgunaan wewenang. Idealnya demikian, meski realita dapat memperlihatkan budaya dan kesadaran hukum masyarakat di tengah-tengah kita yang menyerupai “serigala” bagi sesamanya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.