Salah Kaprah Leasing, Hubungan Segitiga Tiga Pihak

LEGAL OPINION
Question: Yang namanya pakai fasilitas leasing itu, perusahaan leasing yang bayar lunas ke penjual lalu tagih cicilannya ke pembeli (debitor leasing), atau penjual yang harus tagih pelunasan ke pembeli setelah ia dapat uang dari perusahaan leasing?
Brief Answer: Kalau penjual masih harus menagih dari pembeli, itu namanya tidak terdapat “hubungan segitiga” tiga pihak (penjual, pembeli, dan leasor), tapi lebih tepat disebut sang pembeli yang secara “dua pihak” meminjam kredit dari lembaga keuangan sebagai debitor.
Yang disebut dengan leasing, pihak lembaga pembiayaan yang membayar lunas objek jual-beli kepada pihak penjual, dan untuk selanjutnya hubungan yang tersisa ialah hubungan hutang-piutang antara lembaga pembiayaan dan sang pembeli yang menjadi nasabah lembaga pembiayaan. Dari sudut pandang demikian, antara leasing dan kredit pembiayaan mesin / kendaraan, memang menjadi sukar untuk dibedakan.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman guna menghindari salah kaprah “hubungan segitiga” praktik leasing, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa pembiayaan kendaraan bermotor register Nomor 2028 K/Pdt/2014 tanggal 18 Juni 2015, perkara antara:
- PT. BCA FINANCE, sebagai Pemohon Kasasi I dahulu selaku Tergugat I; melawan
- ANIZAR CHAN (A CHAN), selaku Termohon Kasasi I dahulu sebagai Penggugat, dan
- DONI ISMON, sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Tergugat II.
Penggugat selaku pemilik mobil, mulanya berencana untuk menjual kendaraan miliknya tersebut kepada Tergugat II seharga Rp110.000.000,00. Akan tetapi karena Tergugat II tidak mempunyai uang yang cukup untuk melunasi harga mobil tersebut, maka disepakati untuk me-leasing-kan pembiayaannya ke Tergugat I (PT. BCA Finance Cabang Padang).
Pada tanggal 8 Januari 2009, dikunjungilah kantor Tergugat I (PT. BCA Finance Cabang Padang) dengan maksud untuk meleasingkan mobil. Tergugat I langsung melakukan check fisik objek kendaraan. Setelah itu sdr. Tergugat I meminta foto copy STNK dan BPKB mobil dimaksud kepada Penggugat, dan kepada Tergugat II diminta untuk segera melengkapi surat-surat sebagai persyaratan yang diperlukan untuk mengajukan permohonan kredit.
Tanggal 14 Januari 2009, Tergugat I mengundang Penggugat dan Tergugat II, menyampaikan bahwa permohonan kredit yang diajukan Tergugat II telah disetujui Tergugat I (PT BCA. Finance) sebesar Rp84.000.000,00. Akan tetapi yang bisa dicairkan hanya Rp70.151.750,00 karena dikurangi biaya Administrasi dan Asuransi.
Selisih harga yang telah disepakati Penggugat dan Tergugat II Rp110.000.000,00 dikurangi Rp70.151.750,00 = Rp39.848.250,00 menjadi beban Tergugat II untuk pembayaran uang muka (DP) kepada Penggugat. Pada tanggal 16 Januari 2009, Tergugat I meminta BPKB asli dan surat pendukung lainnya kepada Penjual (Penggugat), dengan memberikan Tanda Terima BPKB sebagai bukti penerimaan untuk Penjual (Penggugat).
Hal demikian dilakukan setelah Tergugat II memberikan panjar uang muka/DP senilai Rp27.000.000,00 kepada Penggugat dengan perjanjian sisanya Rp12.848.250,00 akan dilunasi bersamaan dengan cairnya kredit dari Tergugat I (PT. BCA Finance).
Tanggal 30 Januari 2009, Tergugat II menanda-tangani Surat Perjanjian Kredit dengan Tergugat I. Dengan demikian berarti kedua belah pihak sepakat mengikatkan diri dan tunduk kepada isi surat Perjanjian Kredit dimaksud berikut semua Pasal-Pasal dan ketentuan lain yang ada didalamnya, antara lain:
a. Tergugat I setuju memberikan Fasilitas Kredit kepada Tegugat II sebesar Rp84.000.000,00 yang akan digunakan oleh Tergugat II untuk membeli kendaraan mobil dari Penjual (Penggugat);
b. Tergugat I akan melakukan pembayaran langsung kepada Penggugat, uang sejumlah Nilai Kredit sebagai tersebut dalam Ikhtisar Fasilitas Kredit butir 1 huruf c, (Rp84.000.000,00 dikurangi biaya lainnya Rp34.848.250,00 = Rp70.151.750,00) dengan dana yang diperoleh dari pencairan Fasilitas Kredit tersebut, guna melunasi harga pembelian Barang/Mobil kepada Penggugat; [Note SHIETRA & PARTNERS: Konstruksi hukum diatas itulah yang disebut dengan “hubungan segitiga” tiga pihak.]
c. Tergugat II memberikan kuasa penuh kepada Tergugat I untuk melakukan pemesanan barang/mobil (Konfirmasi Pembelian) kepada Penjual, melakukan pembayaran kepada Penjual, uang sebesar Nilai Kredit tersebut dengan mempergunakan dana yang diperoleh Tergugat II dari pencairan atas Fasilitas Kredit serta menerima kwitansi atau tanda-terima pembayarannya, kemudian meminta dan menerima surat bukti kepemilikan Barang/Mobil yang telah dibeli dari Penjual, antara lain faktur/invoice, kwitansi, BPKB dan atau dokumen kepemilikan Barang/Mobil dalam bentuk lainnya;
d. Tergugat II menyatakan dan mengaku bahwa benar secara sah telah berhutang kepada Tergugat I terhitung sekarang untuk nantinya pada waktu Tergugat I menyerahkan uang sejumlah Nilai Kredit yang dimaksud dalam butir 1 huruf c dari Iktisar Fasilitas kredit kepada Penjual.
Berangkat dari dasar itulah, Tergugat I meminta kepada Penggugat untuk menyerahkan objek pembiayaan leasing kepada Tergugat II, dengan ketentuan apabila kredit untuk pelunasan mobil seperti tersebut diatas cair, Tergugat I akan melakukan pembayaran langsung atau mentransfer uangnya kepada Penggugat.
Akan tetapi, pada tanggal 2 Pebruari 2009, Tergugat I mulai mengingkari janjinya dengan mengatakan kepada Penggugat, untuk mempercepat pencairan kredit Tergugat I (PT. BCA Finance) akan mentransfer uang pencairan kredit tersebut ke rekening Tergugat II. Penggugat langsung menyatakan tidak setuju, karena sudah ada komitmen sebelumnya dan ketentuan dalam Surat Perjanjian Kredit, bahwa uang pencairan kredit tersebut langsung dibayarkan kepada Penggugat, kemudian Tergugat I mengatakan memang benar dan tidak jadi masalah, yang jelas uang pencairan tersebut haknya Penjual.
Akhirnya disepakati apabila uang kredit tersebut cair penyerahannya kepada Penggugat akan dilaksanakan di hadapan ketiga pihak, yaitu PT. BCA Finance sebagai pemberi kredit, Anizar Chan sebagai Penjual dan Doni Ismon sebagai Pembeli dan pemohon fasilitas pembiayaan.
Pada tanggal 4 Pebruari 2009, Tergugat I via telepon menanyakan kepada Penggugat: “Apakah sudah menerima uang pelunasan mobil dari Doni Ismon?”, karena menurut Tergugat I (PT. BCA Finance), pihaknya telah mentransfer uang pencairan kredit tersebut kepada Tergugat II. Mendengar informasi demikian, Penggugat menjadi kaget, ternyata Tergugat I untuk kedua kalinya melanggar komitmen dan ketentuan dengan mentrasnfer uang pelunasan mobil tersebut, justru ke rekening Tergugat II, yang notabene pihak pembeli bukan kepada pihak penjual.
Penggugat dalam jawabannya, menyatakan belum menerima apapun dari Tergugat II. Tergugat I lalu berjanji akan segera menanyakan kepada pihak pembeli, serta meminta agar Penggugat juga ikut menanyakannya—yang sebetulnya bukan menjadi beban tanggung jawab pihak Penggugat.
Setelah Penggugat menanyakan dan mendapat jawaban dari Tergugat II, bahwa memang telah menerima transfer uang pelunasan mobil sebesar Rp70.151.750,00 dari Tergugat I, tetapi belum dapat membayarkan kepada Penggugat termasuk melunasi uang muka/DP sebesar Rp12.848.250,00 dengan berbagai alasan—sebuah sengketa “benang kusut” yang ditimbulkan oleh praktik yang kurang sehat dari sebuah lembaga pembiayaan.
Hal tersebut Penggugat laporkan kepada Tergugat I, yang pada waktu itu berjanji akan segera menyelesaikan masalah uang tersebut secepatnya. Namun sampai saat kini, meski sudah hampir 4 tahun, janji tersebut tidak kunjung terlaksana dan uang yang seharusnya menjadi hak Penggugat sebagai pelunasan jual-beli kendaraan mobil tersebut, juga belum dibayarkan.
Tanggal 27 Juni 2011, Tergugat I merubah alasannya mengapa Tergugat I mentransfer uang Pencairan Kredit untuk pelunasan mobil tersebut ke rekening Tergugat II, yaitu dengan memberikan 2 buah copy surat kepada Majelis/Mediator dan 2 copy surat kepada Penggugat, saat mediasi/konfirmasi di kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Padang, karena Penggugat pernah melaporkan masalah ini kepada BPSK, adapun masing-masing copy surat dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Surat permintaan pembayaran dari Tergugat II kepada Tergugat I (PT. BCA Finance) bahwa untuk pembayaran kendaraan agar ditransfer ke rekening pihak Tergugat II (surat ini tanpa tanggal dan tanpa data yang jelas). Sementara merujuk pada Surat Perjanjian Kredit, yang berhak meminta pembayaran adalah Penggugat selaku pihak Penjual, bukan Tergugat II selaku Pembeli;
b. Surat Pernyataan Tergugat II yang menyatakan bahwa dirinya sebagai Penjual dan sekaligus mengakui pula sebagai Pembeli I (satu) unit kendaraan bermotor, dan tanda-tangan pada kolom Penjual dan kolom Pembeli sama, yaitu tanda tangannya Tergugat II. Suatu modus yang bernuansa itikad buruk dari suatu lembaga pembiayaan. Seharusnya pada kolom tanda-tangan Penjual, yang menandatangani adalah Penggugat sebagai Penjual/Dealer, karena pada kolom tanda-tangan tersebut tertulis Ttd & Stempel Dealer.
Kemudian ada lagi 1 copy surat dari Tergugat I perihal: Persetujuan Kredit yang dialamatkan kepada Refinancing 2/Dealer. Surat tersebut ditujukan kepada Refinancing 2/Dealer, tetapi yang menanda-tangani ialah pihak Tergugat II, pada hal pada kolom tersebut jelas tertulis ttd & stempel dealer.
Dengan uraian kronologis tersebut diatas, PT BCA Finance selaku lembaga pembiayaan dan Tergugat II selaku debitornya, diduga bekerja sama untuk Tidak Menepati/Ingkar Janji, yakni tidak melakukan pembayaran pelunasan jual-beli objek leasing sebesar Rp70.151.750,00 kepada Penggugat, dengan cara menerbitkan/merekayasa surat-surat tersebut diatas, yang isinya tidak sesuai bahkan berlawanan (kontroversial) dengan ketentuan yang ada dalam surat Perjanjian Kredit tertanggal 30 Januari 2009, yang dengan jelas tercantum pada Pasal 4:
Realisasi Fasilitas: Kreditur akan melakukan pembayaran langsung kepada Penjual, uang sejumlah Nilai Kredit sebagai tersebut dalam Ikhtisar Fasilitas Kredit butir 1 huruf c, dengan dana yang diperoleh dari pencairan Faslitas Kredit tersebut, guna melunasi harga pembelian Barang kepada Penjual dan berkaitan dengan hal tersebut Konsumen dengan ini memberi kuasa kepada Kreditur untuk:
a) Melakukan pemesanan Barang (Konfirmasi Pembelian) kepada Penjual;
b) Melakukan pembayaran kepada Penjual, uang sebesar Nilai Kredit tersebut dengan mempergunakan dana yang diperoleh Konsumen dari pencairan atas Fasilitas Kredit serta menerima kwitansi atau tanda-terima pembayarannya;
c) Meminta, mengambil, menerima serta mengurus semua dokumentasi dan surat-surat bukti kepemilikan barang yang telah dibeli dari Penjual, antara lain faktur/invoice, kwitansi, BPKB (Buku Pemilik Kendaraan Bermotor) dan atau dokumen-dukumen kepemilikan dalam bentuk lainnya.”
Penggugat berkesimpulan, apapun alasan yang dikemukakan oleh Tergugat I memberikan uang hasil pencairan kredit untuk pelunasan objek jual-beli kendaraan kepada Tergugat II, jelas-jelas bertentangan dengan tujuan pemberian Fasilitas Kredit sebagaimana tertuang di dalam Surat Perjanjian Kredit.
Sehubungan dengan laporan Penggugat ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Padang, maka pada tanggal 4 Juli 2011, BPSK Kota Padang di hadapan Para Pihak Memutuskan antara lain: Kepada PT. BCA Finance agar mengoptimalkan upaya penyelesaian antara Doni Ismon  dengan Anizar Chan. Namun keputusan BPSK dimaksud sampai saat ini tidak pernah ditindak-lanjuti oleh Tergugat I.
Dengan belum dibayarnya uang pelunasan objek jual-beli kendaraan selama hampir 4 tahun, mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit bagi Penggugat, terutama kerugian berupa materi, waktu, tenaga, maupun pikiran, dan yang lebih parah lagi hilangnya modal untuk berusaha yang merupakan sumber pendapatan guna menafkahi keluarga bagi Penggugat.
Terhadap gugatan sang penjual, Pengadilan Negeri Padang kemudian menjatuhkan putusan sebagaimana register Nomor 159/Pdt.G/2012/PN.Pdg tanggal 15 Juli 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sah surat tanda terima BPKB dari Penggugat kepada Tergugat I;
3. Menyatakan sah Surat Perjanjian Kredit Nomor ... tanggal 30 Januari 2009 antara Tergugat I dengan Tergugat II;
4. Menghukum Tergugat II membayar kekurangan uang muka mobil dan pelunasan yang diterima Tergugat II dari Tergugat I, sebesar Rp83.000.000,00 kepada Penggugat secara tunai dan seketika;
5. Menghukum kepada Tergugat II membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp500.000,00 kepada Penggugat perhari atas keterlambatan pembayaran setelah putusan ini berkekuatan hukum tetap;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk sebagian.”
Tidak terima karena pihak perusahaan leasing tidak dihukum untuk bertanggung jawab, dalam tingkat banding atas permohonan pihak Penggugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi Padang dengan Putusan Nomor 185/PDT/2013/PT.PDG tanggal 19 Maret 2014, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Penggugat dan Pembanding/Terbanding semula Tergugat II;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Padang tanggal 15 Juli 2013 Nomor 159/Pdt.G/2012/PN.PDG yang dimohonkan banding tersebut;
“MENGADILI SENDIRI
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebahagian;
2. Menyatakan sah Penjualan mobil ... milik Penggugat kepada Tergugat II melalui Tergugat I;
3. Menyatakan sah surat Tanda-Terima BPKB antara Penggugat dan Tergugat I;
4. Menyatakan sah surat Perjanjian Kredit Kontrak Nomor ... tanggal 30 Januari 2009;
5. Menghukum Tergugat I untuk membayar pelunasan mobil BA 2091 TI sebesar Rp70.151.750,00 (tujuh puluh juta seratus lima puluh satu ribu tujuh ratus lima puluh rupiah) ditambah denda Rp70.151.750,00 X 6% setahun terhitung sejak tanggal 11 Desember 2012;
6. Menghukum Tergugat II membayar kekurangan uang muka pembelian mobil BA 2091 TI sebesar Rp12.848.250,00 (dua belas juta delapan puluh delapan ribu dua ratus lima puluh rupiah) ditambah denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) perhari terhitung sejak tanggal 11 Desember 2012;
7. Menolak gugatan Penggugat selebihnya.”
Para Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, seakan dengan mengajukan upaya hukum dapat membalik keadaan atapun fakta, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang tegas sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
- Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan dan sifatnya pengulangan, Judex Facti (Pengadilan Tinggi) telah benar dalam pertimbangannya serta tidak salah menerapkan hukum karena terbukti terdapat tiga pihak dalam penjualan mobil milik Penggugat dengan cara leasing tersebut yakni Penggugat selaku pengada barang/penjual mobil, Tergugat I PT BCA Finance sebagai kreditur dan Tergugat II sebagai konsumen/pembeli mobil yang akan membayar harga mobil kepada Tergugat I dengan mengangsur sesuai perjanjian kreditnya, sedangkan pihak Tergugat I yang berkewajiban membayar lunas harga mobil kepada Penggugat;
- Bahwa terbukti pihak Tergugat I tidak membayar lunas harga mobil milik Penggugat tersebut, tapi justru membayar kepada pihak Tergugat II, padahal pihak Tergugat I yang lebih bertanggung-jawab untuk melunasi pembayaran mobil pada Penggugat sebagai kreditur yang memfasilitasi kredit;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Padang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi I : PT. BCA FINANCE (“BCA”) dalam hal ini selaku kuasa dari PT. BANK CENTRAL ASIA (“BCA”) Tbk., dan Pemohon Kasasi II : ANIZAR CHAN (A CHAN) tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : PT. BCA FINANCE (“BCA”) dalam hal ini selaku kuasa dari PT. BANK CENTRAL ASIA (“BCA”) Tbk dan Pemohon Kasasi II : ANIZAR CHAN (A CHAN) tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.