LEGAL OPINION
Question: Kami punya sebidang lahan yang kami pagari dengan pagar sederhana dari kayu dan kawat yang dibelit mengelilinginya. Sampai suatu hari, ada orang yang mengaku-ngaku sebagai pemilik lahan saya, lalu merusak pagar kayu yang berdiri di lahan saya itu. Yang seperti ini hukumnya apa?
Brief Answer: Dapat diajukan laporan pidana dengan tuduhan “pengrusakan properti”. Bila pihak bersangkutan merasa sebagai pemilik yang berhak, maka harus didahului gugatan perdata sengketa kepemilikan untuk menentukan siapa pemilik sebenarnya dari bidang tanah, bukan secara “main hakim sendiri” merusak pagar pembatas lahan, bahkan bila terbukti melakukan tindak pidana penyerobotan lahan.
Untuk mempidana dengan tuntutan “pengrusakan barang / properti”, tidak harus benda (milik pihak lain) yang dirusak secara tanpa izin tersebut, memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Cukup ketika benda tersebut tidak lagi dapat digunakan untuk menjalankan fungsinya sebagaimana sedia kala, karena dirusak oleh pelaku, maka pasal ancaman pidana karena melakukan pengrusakan barang, dapat seketika diberlakukan.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi kasus serupa, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Pengadilan Negeri Sengkang perkara pidana register Nomor 14/Pid.B/2012/PN.SKG. tanggal 28 Maret 2012, dimana Terdakwa didakwa karena telah dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, membuat tidak terpakai atau menghilangkan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dimana terhadap tuntutan yang diajukan pihak Jaksa Penuntut, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang berbentuk Subsidaritas, oleh karenanya Majelis Hakim akan mempertimbangkan Dakwaan Primair terlebih dahulu, yaitu melanggar pasal 406 ayat (1) KUHP, dengan unsur-unsur sebagai berikut:
1. Barang siapa;
2. Dengan Sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dipakai atau menghilangkan sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
“Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan ‘sengaja’ sebagaimana dimaksud dalam Memory Van Toelichting (MvT) adalah ‘menghendaki dan menginsyafi’ terjadinya suatu tindakan beserta akibatnya. Sengaja sama dengan willens en weten Veroorzaken Van Een Gevolg yaitu seseorang yang melakukan sesuatu tindakan dengan sengaja, harus menghendaki serta menginsyafi tindakan tersebut dan / atau akibatnya. Sedangkan yang dimaksud ‘melawan hukum’ berarti bertentangan dengan hukum, tidak berhak dan bertentangan dengan hak subyektif orang lain.
“Menimbang bahwa adapun hakekat dari ‘menghancurkan’, ‘merusak’, ‘membikin tidak dapat dipakai’ atau ‘menghilangkan sesuatu’ adalah bersifat alternatif. Artinya, apabila salah satu dari beberapa perbuatan tersebut telah dapat dibuktikan, maka unsur yang berkaitan dengan ragamnya perbuatan diatas, dianggap telah terpenuhi atau dapat dibuktikan.
“Menimbang, bahwa dengan demikian untuk terbukti dan terpenuhinya unsur ‘dengan sengaja dan melawan hukum’ dalam pasal ini maka harus dibuktikan apakah benar Terdakwa MUHAMMAD SIRI bin H. KAMINANG melakukan perbuatan tersebut dan pada waktu melakukannya terdakwa memang menghendaki dan/atau menyadari bahwa perbuatannya itu tidak benar dan/atau tidak dibenarkan karena bertentangan dengan hukum;
“Menimbang bahwa saksi MATAHARI binti MASSIBIN dan saksi YUNUS bin TAJJU, telah menerangkan yang pada intinya bahwa tidak melihat secara langsung perihal pengrusakan pagar milik H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA, namun mengetahui adanya pengrusakan pagar tersebut berdasarkan penyampaian dari terdakwa sendiri yang memberitahukan kepada saksi-saksi tersebut bahwa terdakwa sendirilah yang telah melakukan pengrusakan pagar milik H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA yaitu pada hari Senin, tanggal 10 Oktober 2011, sekitar pukul 01.00 WITA yang bertempat di Dusun ...;
“Dan cara terdakwa melakukan pengrusakan pagar tersebut yaitu dengan mencabut tiang-tiang kawat pagar satu per satu dengan menggunakan tangan kosong, dan memotong sepotong kawat yang panjang kurang-lebih 3 meter, dan setelah itu dibaringkan di tempat itu, serta terdakwa sebelumnya tidak pernah meminta ijin kepada H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA ketika hendak melakukan pengrusakan pagar tersebut dikarenakan terdakwa menganggap pagar tersebut masih berada di lokasi tanah miliknya. Dan akibat dari pengrusakan pagar yang dilakukan oleh terdakwa, H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA mengalami kerugian sekitar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah);
“Menimbang bahwa Terdakwa di persidangan menerangkan yang pada intinya mengakui telah melakukan pengrusakan pagar milik H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA dengan alasan pagar tersebut menurut terdakwa masih berada di lokasi tanah miliknya dan terdakwa tidak meminta ijin terlebih dahulu kepada pemilik pagar yaitu H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA dalam merusak pagar tersebut.
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang materinya secara substansial bersesuaian dengan keterangan terdakwa dan juga bersesuaian dengan barang bukti yang diajukan Penuntut Umum dipersidangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa tindakan terdakwa MUHAMMAD SIRI bin H. KAMINANG yang telah mencabut patok kayu cina kemudian memotong kawat durinya baru diletakkan sampai kayu patoknya mengering sehingga tidak dapat dipakai lagi karena tidak dapat diharapkan tumbuh lagi dengan baik, menurut pendapat Majelis Hakim, perbuatan terdakwa tersebut diatas, dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang ‘Merusak’ atau setidak-tidaknya dapat juga dikualifikasikan sebagai perbuatan ‘Membuat tidak dapat dipakai lagi’ suatu barang (incasu pagar kayu) yang seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagiannya adalah milik dari H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA dan menurut pertimbangan Majelis Hakim, apabila terdakwa menyatakan bahwa pagar tersebut masih berada di lokasi tanah miliknya, maka hal tersebut adalah masuk pada area keperdataan.
“Artinya, terdakwa seharusnya menggugat H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA terlebih dahulu berkaitan dengan perihal kepemilikan tanah tersebut, dan bukannya langsung mencabut pagar/patok kayu serta memotong kawat durinya tanpa melalui proses atau mekanisme yang diinginkan oleh peraturan perundang-undangan. Dan terdakwa benar-benar menghendaki perbuatannya dan menyadari atau menginsyafi bahwa dengan dilakukannya perbuatan tersebut, akan mengakibatkan bila mencabut patok kayu yang telah dipakai sebagai patok pagar tersebut, akan menjadi terbongkar (rusak) atau ‘tidak dapat lagi dipakai’.
“Menimbang bahwa selain daripada itu, Majelis Hakim juga berpendapat bahwa perbuatan terdakwa yang telah melakukan pengrusakan pagar kayu dan memotong kawat durinya milik H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA tersebut, adalah perbuatan yang melanggar hukum, karena dalam ranah hukum, tidaklah diperbolehkan seorang memaksakan kehendaknya atau melakukan perbuatan main hakim sendiri (Eigenrichting) dengan cara merusak barang in casu pagar kayu milik orang lain, walaupun dengan alasan pagar tersebut masih berada di lokasi tanah miliknya karena hal tersebut menimbulkan resistensi negatif yaitu selain akan merugikan kepentingan individu yaitu melanggar hak asasi orang lain, dalam jangka panjang jika dibiarkan terus akan menimbulkan kebiasaan yang tidak terpuji yaitu di-legal-kannya tindakan main hakim sendiri (Eigenrichting) dalam dinamika pergaulan kehidupan masyarakat.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa unsur Dengan Sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dapat dipakai atau menghilangkan sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain ini telah terpenuhi menurut hukum;
“Menimbang bahwa oleh karena unsur dari Dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum telah terpenuhi, maka Majelis Hakim tidak akan mempertimbangkan Dakwaan Subsidairnya yaitu Pasal 335 Ayat (1) KUHP;
“Menimbang, bahwa dengan demikian berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa serta barang bukti yang terungkap di persidangan, maka perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Dakwaan Primair Jaksa Penuntut Umum melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP, dan oleh karena unsur-unsur dakwaan tersebut telah terpenuhi, dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah telah terbukti melakukan tindak pidana ‘membinasakan / merusak barang’ sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 406 Ayat (1) KUHP dalam Dakwaan Primair Penuntut Umum;
“Menimbang, bahwa sepanjang persidangan tidak ditemukan alasan pemaaf dan alasan pembenar yang dapat membebaskan Terdakwa dari pertanggung jawaban pidana dan oleh karena Terdakwa dinyatakan bersalah, maka Terdakwa harus dijatuhi hukuman yang setimpal dengan perbuatannya;
“Menimbang, bahwa berkaitan dengan hal tersebut maka sebelum menjatuhkan hukuman kepada terdakwa, Majelis Hakim memandang perlu mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa;
Hal-hal yang memberatkan:
- Perbuatan terdakwa merupakan tindakan main hakim sendiri;
- Terdakwa tidak menyesali perbuatannya;
- Terdakwa belum ada perdamaian dengan H. SYAMSU BIN H. MAKKARAKA;
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa sopan di persidangan dan mengakui perbuatannya, sehingga membantu lancarnya proses persidangan;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa masih muda dan masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri;
- Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga;
“M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa MUHAMMAD SIRI bin H. KAMINANG telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘membinasakan / merusak barang’;
2. Menjatuhkan Pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) bulan.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.