Resiko Hukum Memecat dengan Alasan ada Penurunan Pesanan

LEGAL OPINION
Question: Apa resiko (hukum) terbesarnya, memecat karyawan dengan alasan order dari pelanggan saat kini sedang sepi?
Brief Answer: Akan dinilai oleh Majelis Hakim sebagai pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan alasan efisiensi, dengan konsekuensi hukum pembayaran pesangon 2 (dua) kali ketentuan normal—sebuah preseden yang dibentuk berdasarkan best practice Peradilan Hubungan Industrial di indonesia, sebagai bagian dari rangka rasionalisasi penerapan hukum.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 1079 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 19 Januari 2017, perkara antara:
- PT. COMODO TEXTILE MILLS, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
1. DIAH QODRIAH; 2. YATI; 3. IIS SOLIHAH, selaku Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat telah bekerja sebagai pekerja tetap pada Tergugat selama ± 17 tahun dibagian operator tenun. Para Penggugat pada tanggal 28 Juni 2014 diminta untuk menghadap Kepala Bagian Personalia PT. Comodo Textile Mills. Pada pertemuan tersebut, Para Penggugat telah dilarang untuk bekerja lagi, dengan alasan yang tidak jelas, dan ditawari kompensasi pemutusan hubungan kerja sebesar Rp7.000.000,00 per orang.
Terhadap perlakuan tersebut, Para Penggugat menolaknya, karena pihak Tergugat dengan demikian telah melakukan PHK sepihak terhadap Para Penggugat dengan melarang Para Penggugat untuk bekerja lagi tanpa kesalahan yang jelas, alias sewenang-wenang.
Kemudian diadakan perundingan bipartit, namun hasilnya gagal, karena pihak Tergugat tetap bersikeras melakukan PHK sepihak tanpa dasar, dengan tetap menawarkan kompensasi PHK hanya sebesar Rp10.000.000,00 per orang, sehingga tidak ada kesepakatan.
Karena perundingan bipartit menemui titik buntu, maka selanjutnya perselisihan pemutusan hubungan kerja tersebut dicatatkan di Dinas Tenaga Kerja sebagai perundingan Tripartit. Akan tetapi tetap juga tidak tercapai kesepakatan, dimana para Penggugat menolak isi anjuran tertulis dari Mediator Disnaker.
Para Penggugat menuntut uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4), karena pihak Tergugat melakukan PHK sepihak terhadap Para Penggugat secara sepihak tanpa dasar.
Namun ternyata dalam anjuran Mediator tersebut pada bagian keterangan pekerja, ditulis seolah-olah Para Penggugat menuntut uang pesangon 1 (satu) kali ketetuan. Untuk itu, Para Penggugat menutup gugatannya dengan merujuk ketentuan Pasal 164 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur:
“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeure) tetapi perusahaan melakukan efisiensi dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”
Karena Tergugat telah bersikeras melakukan PHK terhadap Para Penggugat secara sepihak, tanpa kesalahan dari Para Penggugat, dengan penawaran kompensasi yang sangat tidak berdasar pihak Tergugat, serta telah melarang Para Penggugat untuk tetap bekerja, sehingga membuat hubungan kerja jadi tidak harmonis lagi, maka Tergugat dianggap telah melakukan PHK dengan alasan efisiensi.
Terhadap gugatan para Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung kemudian menjatuhkan putusan Nomor 46/Pdt.Sus-PHI/2016/PN Bdg. pada tanggal 25 Agustus 2016, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi alasan pemutusan hubungan kerja kepada Para Penggugat yaitu adanya penurunan produksi yang diakibatkan berkurangnya order pembuatan kain, alasan tersebut sama seperti apa yang disampaikan oleh Tergugat, maka secara nyata, jelas dan tegas alasan pemutusan hubungan kerja kepada Para Penggugat adalah semata-mata dalam efisiensi dan tidak ada alasan-alasan lainnya sebagaimana diuraikan oleh Tergugat dalam jawabannya, maka beralasan menurut hukum petitum (2) dan (3) haruslah dikabulkan;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan ‘putus’ hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan ini diucapkan;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon, uang penggantian hak, upah selama proses PHK dan tunjangan hari raya kepada:
- Diah Qodriah sebesar Rp80.469.167,00;
- Yati sebesar Rp80.469.167,00;
- Iis Sholihah sebesar Rp80.469.167,00;
4. Menolak gugatan Para Penggugat selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi yang diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri / Hubungan Industrial Bandung pada tanggal 23 September 2016 dan kontra memori kasasi yang diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri / Hubungan Industrial Bandung pada tanggal 14 Oktober 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung tidak salah menerapkan hukum, pertimbangan sudah tepat dan benar menerapkan ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 didasari pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Tergugat dalam jawaban gugatan mengakui putusnya hubungan kerja karena menurunnya produksi sehingga perusahaan menutup operasi, namun Tergugat tidak dapat membuktikan adanya Laporan keuangan 2 (dua) tahun kerugian berturut-turut yang diaudit oleh Akuntan Publik sehingga tidak dapat diterapkan ketentuan Pasal 164 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. COMODO TEXTILE MILLS tersebut harus ditolak dan diperbaiki sebagaimana disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. COMODO TEXTILE MILLS tersebut.” [Note SHIETRA & PARTNERS: Namun Mahkamah Agung tidak membuat koreksi apapun terhadap putusan PHI, sehingga pertimbangan hukum Mahkamah Agung dalam satu sisi menjadi blunder tersendiri.]
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.