Hukum Sesama Karyawan saling Selingkuh

LEGAL OPINION
Question: Katanya kan, kini bila ada sesama karyawan (dari perusahaan yang sama) yang menikah, tidak boleh diberhentikan, dengan alasan apapun. Tapi gimana jika ada pegawai pria bersama dengan seorang pegawai wanita, saling melakukan hubungan intim diluar nikah yang bukan suami atau istrinya? Apa juga tidak bisa dipecat?
Brief Answer: Selama diatur dalam Peraturan Perusahaan ataupun Perjanjian Kerja Bersama, dapat dibuat kebijakan larangan adanya hubungan layaknya suami-istri antara sesama pekerja diluar ikatan perkawinan, dalam satu naungan kepegawaian dari perusahaan yang sama, dengan ancaman PHK bila melanggar.
Namun bukan dimaknai dapat di-PHK tanpa kompensasi pesangon. Perihal berapa besaran pesangon yang menjadi kompensasi PHK dalam konteks kejadian demikian, simak pendirian praktik peradilan dalam pembahasan dibawah ini.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret sebagai cerminan, sebagaimana dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa pemutusan hubungan kerja (PHK) register Nomor 669 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 28 September 2016, perkara antara:
- PT. TUNG MUNG TEXTILE BINTAN, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- SUKANTO, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat telah bekerja pada Tergugat sejak tanggal 25 Februari 2012 sampai dengan 31 Maret 2015, dengan jabatan terakhir sebagai Ka. General Affair. Perselisihan hubungan kerja dimulai pada sekitar bulan Maret 2015, bermula dari tuduhan Tergugat bahwa Penggugat telah mencemarkan nama baik Perusahaan (Tergugat), yang puncaknya pada tanggal 31 Maret 2015 Penggugat telah di-putus hubungan kerjanya (PHK) oleh Tergugat.
Adapun alasan PHK Penggugat oleh Tergugat, karena dinilai telah melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yang salah satu pengaturannya menyebutkan, pekerja tidak dapat menjaga dan merusak nama baik Tergugat.
Upaya perundingan Bipartit maupun Mediasi di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang pun telah dijalani, namun tidak tercapai titik temu penyelesaiaan permasalahannya, dimana Tergugat tetap berpendirian bahwa Penggugat telah melakukan kesalahan dan hanya akan memberikan konpensasi ½ (setengah) dari pesangon 1 kali ketentuan, dan Penggugat pun menolaknya.
Sampai pada gilirannya, tanggal 28 Juli 2015, Disnaker Kabupaten Tangerang menerbitkan anjuran tertulis atas perselisihan hubungan industrial ini, dengan substansi anjuran:
a. Agar hubungan kerja antara PT. Tung Mung Textile Bintan dengan saudara Sukanto masih berlanjut belum putus;
b. Agar perusahaan memanggil pekerja saudara Sukanto untuk bekerja kembali sebagaimana setelah menerima anjuran;
c. Agar pekerja Sd. Sukanto melapor ke perusahaan dan menyatakan siap untuk bekerja kembali setelah menerima anjuran;
d. Agar Pengusaha membayar upah pekerja selama tidak dipekerjakan dari bulan Mei 2015 sampai dengan Juli 2015 sesuai dengan Pasal 93 ayat (2) huruf (f) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan;
e. Agar pengusaha membayar THR tahun 2015 kepada pekerja saudara Sukanto;
f. Agar kedua belah pihak memberikan jawaban atas anjuran tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat anjuran.”
Atas anjuran Disnaker, Penggugat menyatakan penolakannya, dimana Penggugat menuntut diberikan pesangon sebanyak 2 x ketentuan normal, dengan alasan karena Tergugat melakukan PHK sepihak atau pemutusan hubungan kerja dengan kategori sebagai efisiensi usaha.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Serang kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 88/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Srg, tanggal 20 April 2016, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa tentang upah penggugat yang dihentikan oleh Tergugat sejak bulan April 2015 sampai dengan Oktober 2015 majelis hakim berpendapat bahwa oleh karena pemutusan hubungan kerja penggugat berdasarkan Surat Keputusan PHK Nomor ... , tanggal 31 Maret 2015 tanpa adanya penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan berdasarkan pertimbangan diatas telah dinyatakan tidak sah maka ini merupakan hak penggugat yang diterima oleh karenanya maka pantas dan wajar apabila Tergugat dihukum untuk membayar upah selama dihentikan yaitu sejak bulan April 2015 sampai dengan April 2016 sebanyak 12 bulan upah dengan rincian sebagai berikut: Rp6.700.000,00 x 12 bulan = Rp80.400.000,00 (delapan puluh juta empat ratus ribu rupiah);
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Pemutusan hubungan kerja oleh Tergugat dengan alasan melanggar Bab X Pasal 59 ayat (9) Perjanjian Kerja Bersama adalah tidak berdasarkan hukum;
3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak saat putusan perkara ini dibacakan;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar uang kompensasi PHK yang berupa:
- Uang Pesangon : Rp6.700.000; x 4 bulan upah x 1 ketentuan = Rp26.800.000;
- Uang Penghargaan Masa Kerja : Rp6.700.000; x 2 bulan upah x 1 ketentuan = Rp13.400.000;
- Penggantian Biaya Perumahan Dan Pengobatan sebesar 15 % : (Rp26.800.000;) + (Rp13.400.000;) = Rp40.200.000; x 15 % = Rp6.030.000;
5. Menghukum Tergugat membayar upah Penggugat yang harus tetap dibayarkan Tergugat, yaitu upah bulan April 2015 sampai dengan April 2016 sebanyak 12 bulan sebesar = Rp80.400.000,00 (delapan puluh juta empat ratus ribu rupiah);
6. Menghukum Tergugat membayar THR tahun 2015 kepada Penggugat, yaitu sebesar Rp6.700.000,00 (enam juta tujuh ratus ribu rupiah).”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa kapasitas Penggugat sebagai Kepala General Affair, yang memimpin Departemen General Affair, tidak mencerminkan perilaku yang baik, sehingga menimbulkan preseden yang buruk bagi para pekerja lainnya. Sehingga dengan kapasitas Penggugat sebagai salah satu kepala atau pimpinan departemen, seharusnya sadar bahwa kedatangan pihak kepolisian ke lokasi perusahaan, telah mencoreng nama baik perusahaan.
Masalah Penggugat tidak bisa menjaga nama baik dan merusak reputasi Tergugat dengan cara Penggugat, berperilaku tidak senonoh yakni adanya dugaan selingkuh dan kekerasan terhadap rekan kerja wanita, yang disampaikan langsung oleh korban kepada manajemen Tergugat, dengan kronologi peristiwa sebagai berikut:
- Pada tanggal 23 Maret 2015, Tergugat mendapat pengaduan (laporan) dari salah satu pekerja wanita yang bekerja di perusahaan Tergugat (selanjutnya disebut “Pekerja Wanita”) yang menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh Penggugat pada tanggal 22 Maret 2015 di Tempat tinggal (kost) pekerja wanita;
- Dengan adanya pengaduan (laporan) tersebut, Tergugat memanggil Penggugat untuk dimintai keterangan sekaligus mengklarifikasi permasalahan yang diadukan oleh sang Pekerja wanita;
- Sehubungan tidak adanya pengakuan dari Penggugat, maka pada tanggal 24 Maret 2015 pekerja wanita tersebut mengajukan laporan kepada Kepolisian Sektor (Polsek) Serpong lalu dilakukan visum di Rumah Sakit;
- Tanggal 26 Maret 2015, Petugas Polsek Serpong mendatangi kantor Tergugat pada saat perusahaan sedang beraktivitas operasional kerja. Kedatangan petugas Polsek Serpong untuk bertemu dengan Tergugat dan sang Pekerja Wanita dengan tujuan meminta klarifikasi dan keterangannya terkait laporan yang diajukan oleh sang Pekerja Wanita;
- Petugas Polsek Serpong mendatangi perusahaan Tergugat karena Penggugat dan pekerja wanita merupakan pekerja/karyawan dari Tergugat dan sedang aktif bekerja di perusahaan Tergugat;
- Ketika Petugas Polsek Serpong melakukan klarifikasi kepada Penggugat dan sang Pekerja Wanita yang di hadapan Tergugat, Penggugat mengakui tindakan kekerasan yang dilakukan kepada sang Pekerja Wanita yang terjadi pada tanggal 22 Maret 2015 di tempat tinggal (kost) pekerja wanita dan Penggugat juga mengakui bahwa Penggugat selama ini memiliki hubungan spesial dengan Pekerja Wanita tersebut;
- Hasil dari pertemuan tersebut, Penggugat dan pihak Pekerja Wanita dengan anjuran dari Petugas Polsek Serpong untuk melakukan perdamaian di hadapan Tergugat dan Istri Penggugat, dan tidak melanjutkan permasalahan antara Penggugat dan sang Pekerja Wanita ke jalur hukum, serta baik Penggugat dan pihak Pekerja Wanita tersebut bersedia untuk mengakhiri hubungan spesialnya dengan tidak lagi menghubungi atau mendekati salah satu dengan cara apapun;
- Dikarenakan ketidaknyamanan dan privasi dari sang Pekerja Wanita, maka Pada tanggal 27 Maret 2015 sang Pekerja Wanita mengajukan pengunduran diri kepada Tergugat;
- Dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi tersebut, maka Penggugat tidak bisa menjaga nama baik dan merusak reputasi Tergugat, dengan berperilaku tidak senonoh yakni adanya dugaan selingkuh dan kekerasan terhadap rekan kerja wanita yang disampaikan langsung oleh korban kepada manajemen Tergugat.
Bukan karena dengan adanya Petugas Polsek Serpong mendatangi tempat Tergugat untuk mengklarifikasi permasalahan pribadi antara Penggugat dengan Pekerja Wanita tersebut, tetapi karena perbuatan Penggugat telah mencoreng nama baik Tergugat yang telah memberi kepercayaan serta mengangkat Penggugat sebagai Kepala General Affair perusahaan.
Penggugat selaku Ka. General Affair yang memimpin Departemen General Affair pada perusahaan, tidak dapat mencerminkan perilaku yang baik, sehingga dapat menjadi teladan yang buruk bagi para pekerja lainnya, sehingga selain tidak bisa menjaga nama baik perusahaan, tetapi juga telah menimbulkan preseden yang buruk bagi para pekerja lainnya.
Terlebih, kedekatan antara Penggugat dan korban wanita yang juga pegawai perusahaan, ternyata diketahui pula oleh istri dari Penggugat. Hal demikian memberikan preseden buruk bila dibiarkan dan dibenarkan. Sehingga sudah cukup alasan untuk mengambil kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh perusahaan kepada Penggugat, dimana pelanggaran yang dilakukan oleh Penggugat ialah ketentuan Pasal 59 Ayat (9) Bab X Perjanjian Kerja Bersama:
“Pekerja wajib menjaga nama baik Perusahaan serta senantiasa memperhatikan kepentingan Perusahaan menurut kemampuannya, walaupun untuk itu tidak diberikan tugas yang tegas.”
Dimana terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara seksama memori kasasi tanggal 18 Mei 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 6 Juni 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Termohon Kasasi / Pekerja / Penggugat terbukti melanggar ketentuan Perjanjian Kerja Bersama Pasal 59 Ayat (9) Perusahaan, karena melakukan perbuatan selingkuh dengan karyawati di luar lokasi perusahaan;
“Bahwa terhadap perbuatan a quo tepat pemutusan hubungan kerja (PHK) sesuai maksud ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dengan uang kompensasi 1 kali Upah Pesangon, Upah Penghargaan Masa Kerja dan Upah Penggantian Hak dan Upah Proses;
“Bahwa dengan demikian putusan Judex Facti harus diperbaiki sepanjang jumlah upah proses sesuai dengan lamanya proses penyelesaian perkara menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 juncto Rumusan Pleno Kamar Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2015, dari 12 (dua belas) bulan menjadi 6 (enam) bulan upah, dengan demikian upah prosesnya 6 X Rp.6.700.000,00 = Rp40.200.000,00 (empat puluh juta dua ratus ribu rupiah);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. TUNG MUNG TEXTILE BINTAN tersebut harus ditolak dengan perbaikan sebagaimana dalam amar putusan dibawah ini:
M E N G A D I L I :
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. TUNG MUNG TEXTILE BINTAN tersebut;
2. Memperbaiki Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang Nomor 88/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Srg, tanggal 20 April 2016, sehingga lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Pemutusan hubungan kerja oleh Tergugat dengan alasan melanggar Bab X Pasal 59 ayat (9) Perjanjian Kerja Bersama adalah tidak berdasarkan hukum;
3. Menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak saat putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Serang dibacakan;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar uang kompensasi PHK yang berupa:
- Uang Pesangon: Rp6.700.000; x 4 bulan upah x 1 (kali) ketentuan = Rp26.800.000;
- Uang Penghargaan Masa Kerja: Rp6.700.000; x 2 bulan upah x 1 ketentuan = Rp13.400.000;
- Penggantian Biaya Perumahan Dan Pengobatan sebesar 15 % : (Rp26.800.000;) + (Rp13.400.000;) = Rp40.200.000; x 15 % = Rp6.030.000;
5. Menghukum Tergugat membayar upah Penggugat yang harus tetap dibayarkan Tergugat, berupa upah proses sebanyak 6 bulan, sebesar = Rp40.200.000,00 (empat puluh juta dua ratus ribu rupiah);
6. Menghukum Tergugat membayar THR tahun 2015 kepada Penggugat, yaitu sebesar Rp6.700.000,00 (enam juta tujuh ratus ribu rupiah).”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup jujur dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.