Praperadilan Surat Perintah Penghentian Penyidikan

LEGAL OPINION
Question: Kalau polisi justru menghentikan proses penyidikan, apa yang bisa pelapor lakukan? Pelapor benar-benar adalah korban dari kejahatan yang dilaporkan sesuai fakta.
Brief Answer: Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dapat diajukan sebagai objek gugat-praperadilan ke pengadilan, dimana pihak lembaga penyidik (dalam hal ini Kepolisian bila dihentikan ketika masih dalam tahap penyidikan/penyelidikan, ataupun Kejaksaan bila dihentikan saat memasuki tahap penuntutan) dijadikan sebagai pihak Termohon Preperadilan, dengan tujuan agar hakim menyatakan bahwa SP3 tidak sah, dan sekaligus memerintahkan agar pihak penyidik meneruskan proses penyidikan.
PEMBAHASAN:
Terdapat dilematika ketika penyidik tidak merangkap sebagai Jaksa Penuntut Umum, dimana bisa jadi penyidik telah melimpahkan berkas pidana kepada pihak Kejaksaaan, namun pihak Kejaksaan kemudian mengembalikan berkas dengan alasan belum memadai (P-19). Pihak penyidik kepolisian yang sejatinya berada diposisi tengah, menjadi terjepit oleh keadaan, terutama bila berbuntut gugatan praperadilan.
Adalah sangat berbahaya, ketika putusan praperadilan oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri, tidak dapat diajukan upaya hukum, demikian fatalistis. Ilustrasi konkret berikut SHIETRA & PARTNERS harapkan dapat menjadi gambaran, sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Denpasar perkara Praperadilan register Nomor 23/PID/2013/PT.DPS. tanggal 8 April 2013, antara:
- KEPALA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA cq. KEPALA KEPOLISIAN DAERAH BALI cq. KEPALA KEPOLISIAN RESOR KOTA DENPASAR, sebagai Pemohon Banding, semula selaku Termohon Praperadilan; melawan
- HERMANTO MULIYADI Als. LAY KIEN YUNG, selaku Termohon Banding, semula sebagai Pemohon Praperadilan.
Pemohon menerima surat tembusan dari Termohon yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar, perihal: Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan tertanggal 7 Desember 2012 yang ditanda-tangani oleh Kepala Kepolisian Resor Kota Denpasar selaku Penyidik, yang Termohon jadikan sebagai rujukan adalah:
a. Pasal 7 Ayat (1) huruf I dan Pasal 109 ( 2) KUHAP;
b. Undang–Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Surat Pemberitahuaan Dimulainya Penyidikan Nomor B/15/I/2012/Reskrim, tanggal 30 Januari 2012 ;
d. Surat ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor S Tap/06/XII/2012/Reskrim tanggal 7 Desember 2012;
e. Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor S Tap/06/XII/2012/Reskrim tanggal 7 Desember 2012;
f. Petunjuk Jaksa Penuntut Umum Nomor B–1893/P.1.10/EPP/04/2012 tertanggal 4 April 2012, Perihal Pengembalian berkas perkara atas nama Tersangka SULAIMAN karena hak Penuntutan pidananya sudah kadaluwarsa.
g. Petunjuk Jaksa Penuntut Umum nomor B–4526/P.1.10/EPP/04/2012 tertanggal 18 Juli 2012, perihal Pengembalian berkas perkara atas nama Tersangka SULAIMAN yang menegaskan petunjuk Jaksa Penuntut Umum Nomor B–1893/P.1.10/EPP/04/2012 tertanggal 4 April 2012 Kewenangan menuntut pidana hapus karena kadaluwarsa.
Alasan pihak Termohon menghentikan laporan dari PEMOHON karena TERMOHON menerima petunjuk:
a. Kejaksaan Negeri Denpasar, Surat Nomor ... tertanggal 4 April 2012, perihal: Pengembalian berkas perkara atas nama Tersangka SULAIMAN karena hak menuntut pidananya sudah Kadaluwarsa;
b. Kejaksaan Negeri Denpasar, Surat Nomor ... tertanggal 18 Juli 2012, perihal: Pengembalian berkas perkara Tersangka atas nama Tersangka SULAIMAN yang menegaskan petunjuk Kejaksaan Negeri Denpasar tertanggal 4 April 2012, kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa.
Pemohon tidak sepakat dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan tertanggal 7 Desember 2012 yang dilakukan oleh Termohon atas petunjuk dari Kejaksaan Negeri Denpasar, karena dalam Surat Penghentian Proses Penyidikan selain tidak mencantumkan laporan Pemohon yakni laporan tertanggal 13 Mei 2009.
Termohon menjadikan Pasal 79 KUHP sebagai acuan Penghentian Proses Penyidikan terhadap laporan Pemohon, sedangkan ketentuan norma Pasal 79 KUHP adalah sebagai berikut:
“Tenggang daluwarsa mulai berlaku pada hari sesudah perbuatan dilakukan, kecuali dalam hal hal berikut:
(1) Mengenai pemalsuan atau perusakan mata uang, tenggang mulai berlaku pada hari sesudah barang yang dipalsukan atau mata uang dirusak digunakan;
(2) Mengenai kejahatan dalam Pasal 328, 329, 330 dan 333, tenggang dimulai pada hari sesudah orang yang langsung terkena oleh kejahatan di bebaskan atau meninggal dunia;
(3) Mengenai pelanggaran dalam Pasal 556 sampai dengan Pasal 558a, tenggang dimulai pada hari sesudah daftar–daftar yang memuat pelangaran pelangaran itu, menurut aturan–aturan umum yang menentukan bahwa register–resister catatan sipil harus dipindahkan ke kantor panitera suatu pengadilan,di pindah ke kantor tersebut.”
Sementara laporan dari Pemohon dilaporkan setelah terpaut satu hari dari pembuatan dugaan pemalsuan surat dan sudah digunakan oleh Terlapor sebagaimana tertuang dalam laporan polisi tertanggal 13 Mei 2009 yang dibuat oleh Termohon, sehingga dengan demikian laporan polisi yang dilakukan oleh Pemohon belum kadaluwarsa.
Adapun ancaman yang disangkakan Pasal 266 KUHP adalah 7 (tujuh) tahun sehingga tempo waktu kadaluwarsa menurut norma Pasal 78 Ayat (1) KUHP adalah 12 (dua belas) tahun, yaitu tanggal 30 Desember 2009, dengan bunyi selengkapnya Pasal 78 KUHP:
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena kadaluwarsa:
- Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
- Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
- Mengenai Kejahatan yang diancam dengan pidana lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
- Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsanya diatas di kurangi menjadi sepertiga.”
Dengan demikian Laporan Polisi tertanggal 13 Mei 2009, belum memasuki masa kadaluwarsa, karena masa Kadaluwarsa peristiwa tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Terlapor pada tanggal 30 Desember 1997 di hadapan Notaris adalah pada tanggal 30 Desember 2009, sehingga dengan demikian sudah seharusnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tertanggal 7 Desember 2012, adalah cacat hukum. Dengan demikian Laporan Polisi tertanggal 13 Mei 2009, agar segera dilanjutkan ke persidangan.
Adapun yang kemudian menjadi putusan Praperadilan Nomor 03/Pid.Prap/2013/PN.Dps., tanggal 8 Maret 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan penuntutan perkara pidana berdasarkan Laporan Polisi No.Pol. STPL/717/V/2009/SPK tanggal 13 Mei 2009, belum memasuki waktu kadaluwarsa;
3. Menyatakan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor: SPPP/06/XII/Polresta tanggal 7 Desember 2012 perihal Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan tertanggal 7 Desember 2012, adalah tidak sah;
4. Memerintahkan kepada Termohon untuk membuka kembali penyidikan tindak pidana atas nama tersangka Sulaiman berdasarkan Laporan Polisi No.Pol: STPL/717/V/2009/SPK tanggal 13 Mei 2009;
5. Membebankan beaya perkara praperadilan ini sebesar nihil kepada Termohon.”
Pihak Kepolisian mengajukan upaya hukum banding, dengan pokok keberatan bahwa pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri yang menyatakan tenggang waktu daluwarsa terhadap penuntutan Pasal 79 KUH Pidana tersebut dalam Pasal 266 KUH Pidana adalah diartikan bahwa setelah diketahui dan dilaporkannya kejadian tindak pidana pemalsuan surat, maka daluwarsa terhadap tuntutan tindak pidana tersebut menjadi berakhir, pertimbangan hukum hakim tersebut adalah keliru dan tidak berdasarkan hukum.
Obyek yang dilaporkan oleh Termohon Banding adalah proses jual-beli tertanggal 30 Desember 1997 oleh FAM FOENG JIN yang menjual kepada SULAIMAN dan MEGAWATI, setelah proses jual-beli ditindak-lanjuti dengan proses balik-nama di BPN Denpasar pada tanggal 18 pebruari 1998 atas nama SULAIMAN dan MEGAWATI. Pertimbangan hukum Hakim Praperadilan yang menyatakan masa daluwarsa terhadap kaedah norma Pasal 266 KUH Pidana, adalah setelah perkara dilaporkan oleh Pelapor. adalah tidak berdasar dan tidak menjamin adanya kepastian hukum, karena semestinya dihitung sejak tempus delicti, alias waktu terjadinya tindak pidana.
Undang–Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa kekuatan untuk melaksanakan penuntutan itu dilakukan oleh Kejaksaan. Sementara Pasal 1 Butir ke-7 KUHAP, disebutkan bahwa dimaksud dengan penuntutan adalah: “tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan berkas perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di Pengadilan”.
Demikian pula ketentuan Pasal 137 KUHAP, yang berwenang untuk melakukan penuntutan adalah Penuntut Umum terhadap siapapun yang didakwa melakukan delik. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, oleh karena Jaksa Penuntut Umum dalam petunjuknya menyatakan: “Kewenangan menuntut pidana hapus karena kedaluwarsa” yang dihitung tenggang waktu mulai berlaku keesokan harinya sesudah perbuatan itu dilakukan, tidak dapat diproses lebih lanjut karena telah gugur hak penuntutannya karena Daluwarsa. Mengingat tempus delicty terjadi pada tanggal 30 Desember 1997, sehingga pada tahun 2009 perkara terbut dinyatakan daluwarsa.
Putusan Praperadilan aquo, akan terjadi “ambiguitas dalam hukum” dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Termohon, oleh karena Jaksa Penuntut Umum berpendirian bahwa perkara tersebut telah kadaluwarsa, dan penghentian proses penyidikan atas laporan Polisi tertanggal 13 Mei 2009 atas nama tersangka SULAIMAN yang disangka melanggar Pasal 266 KUHP, adalah berdasarkan petunjuk Jaksa Penuntu Umum (P-19) yang menyatakan bahwa perkara tersebut telah Kadaluwarsa.
Sementara dalam putusan praperadilan tersebut, tidak ada keharusan atau perintah kepada Kejaksaan Negeri Denpasar untuk patuh pada putusan Pengadilan. Seharusnya dalam perkara Praperadilan ini, Jaksa Penuntut Umum yang memberikan Petunjuk P-19 tentang perkara telah kedaluwarsa turut dijadikan pihak Termohon, tetapi ternyata Pemohon praperadilan tidak melibatkan Jaksa Penuntu Umum.
Hakim Pengadilan Negeri pertimbangan hukumnya dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa perbuatan pidana terjadi pada tanggal 30 Desember 1997, kemudian dilaporkan pada tanggal 13 Mei 2009 (12 tahun). Akan tetapi pada pertimbangan hukum berikutnya, Hakim dengan jelas juga menyatakan bahwa keputusan Termohon yang mengeluarkan SP3 dengan alasan daluwarsa pada tanggal 7 Desember 2012, sementara telah dinyatakan bahwa batas akhir kedaluwarsa adalah pada tanggal 30 Desember 2009.
Pendapat Hakim praperadilan sangat membingungkan, karena kalau batas masa daluwarsa tanggal 30 Desember 2009, maka semestinya surat perintah penghentian penydikan yang diterbitkan oleh Termohon pada tanggal 7 Desember 2012 dengan alasan daluwarsa, adalah sudah benar, dan sah menurut hukum.
Dimana terhadap keberatan pihak penyidik Kepolisian, Pengadilan Tinggi membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi setelah memeriksa dan meneliti serta mencermati dengan seksama berkas perkara beserta turunan putusan Pengadilan Negeri Denpasar tertanggal 8 Maret 2013, Nomor 03/Pid.Prap/2013/PN.Dps., dan telah pula membaca serta memperhatikan dengan seksama Surat Memori Banding yang diajukan oleh pihak Termohon / Pembanding yang ternyata tidak ada hal–hal yang baru yang perlu dipertimbangkan lagi;
“Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi meneliti dan mencermati pertimbangan hukum Pengadilan Tingkat Pertama ternyata telah mempertimbangkan dalil–dalil permohonan praperadilan dari pihak Pemohon / Terbanding beserta semua bukti–bukti surat maupun keterangan atau pendapat dari ahli yang diberikan dibawah sumpah di depan persidangan dan juga telah mempertimbangkan bantahan dari Termohon / Pembanding serta semua bukti yang diajukan oleh pihak Termohon / Pembanding yang diajukan dipersidangan yang dihubungkan pula dengan peraturan perundangan–undangan yang berkaitan dengan pokok permasalahan perkara tersebut, maka Pengadilan Tinggi dapat menyetujui dan membenarkan pertimbangan hukum dari Pengadilan Tingkat Pertama, oleh karena dalam pertimbangan–pertimbangan hukumnya telah memuat dan menguraikan dengan tepat dan benar semua keadaan serta alasan–alasan yang menjadi dasar dalam putusan tersebut dan dianggap telah tercantum pula dalam putusan di Tingkat Banding;
“Menimbang, bahwa dengan demikian maka pertimbangan–pertimbangan hukum Hakim Peradilan Tingkat Pertama tersebut diambil-alih sepenuhnya dan dijadikan dasar dalam pertimbangan hukum putusan Pengadilan Tingkat Banding sendiri, sehingga putusan Pengadilan Negeri Denpasar tertanggal 08 Maret 2013 Nomor 03/Pid.Prap/2013/PN.Dps., dapat dipertahankan dalam peradilan Tingkat Banding dan oleh karenanya haruslah dikuatkan;
M E N G A D I L I :
- Menerima permohonan banding dari Termohon / Pembanding tersebut;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar tanggal 08 Maret 2013, Nomor 03/Pid.Prap/2013/PN.Dps., yang dimohonkan banding tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.