Pidana Penggelapan Uang Hasil Penjualan Barang

LEGAL OPINION
Question: Yang dimaksud dengan pasal (pidana) penggelapan itu, mengambil uang hasil penjualan (untuk dimiliki sendiri) yang semestinya disetorkan ke kantor, atau mencuri barang-barang jualan milik kantor, ataukah menghilangkan aset inventaris milik kantor?
Brief Answer: Penggelapan dalam konsep hukum pidana, terlepas dari fakta bahwa rumusan pasal tentang penggelapan hanya menyebut frasa “barang”, sejatinya pidana penggelapan satu “warna” dengan pidana pencurian, hanya saja pencurian tersebut dilakukan dalam lingkup hubungan ketenagakerjaan antara pelaku dan pihak korban, baik berupa “uang” ataupun “benda” bernilai.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk contoh kasus sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Lahat perkara pidana penggelapan register Nomor 229/Pid/B/2014/PN.LT tanggal 03 September 2014, dimana Terdakwa didakwakan telah melanggar norma Pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP, dengan rincian unsur-unsur kualifikasi delik:
1. Barang siapa;
2. Dengan sengaja dan melawan hukum;
3. Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
4. Yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu;
5. Perbuatan berlanjut.
Atas tuntutan Jaksa, terhadapnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa oleh karena unsur kedua merupakan delik inti, maka Majelis Hakim akan terlebih dahulu mempertimbangkan unsur ketiga;
Unsur ke-3: ‘Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan’;
“Menimbang, bahwa unsur ketiga ini bersifat alternatif sehingga tidak perlu seluruh bagian terpenuhi, melainkan terpenuhi salah satu bagian, maka unsur ini dipandang telah terpenuhi secara lengkap;
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi korban, saksi-saksi serta keterangan Terdakwa di persidangan yang menerangkan bahwa telah ternyata pada suatu waktu lain yang tidak dapat diingat lagi antara bulan Februari 2011 sampai dengan bulan April 2014 bertempat di PT. Sungai Budi Cabang Lahat di Lahat, Terdakwa telah memiliki  barang sesuatu yaitu tepung beras, tepung ketan, tapioka, karung plastik, minyak, sabun, obat nyamuk, sagu, bihun, dan uang tunai sebesar Rp. 800.000.000;- sehingga semuanya berjumlah Rp. 2.138.636.000;- yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain yaitu PT. Sungai Budi:
- Bahwa terdakwa bekerja pada PT. Sungai Budi atau BW Lahat sejak tahun 2005 dan jabatan Terdakwa sebagai salesman;
- Bahwa tugas Terdakwa sebagai salesman yaitu mengorder barang dan menagih;
- Bahwa cara mengorder barang-barang awalnya kepala dipo Lahat pesan barang-barang kebutuhan konsumen ke PT. Sungai Budi pusat di Lampung, lalu setelah barang-barang pesanan datang lalu Terdakwa mengordernya ke toko-toko;
- Bahwa Terdakwa mengorder barang-barang tersebut kurang lebih 100 toko di Lahat dan pagar alam;
- Bahwa system penagihan konsumen yang belum bayar dengan cara cash dan melalui giro;
- Bahwa Terdakwa melakukan penggelapan uang tagihan sejak tahun 2011;
- Bahwa cara Terdakwa melakukan penggelapan uang tagihan konsumen yaitu yang tagihan ada yang disetorkan dan ada yang tidak disetorkan;
- Bahwa dari hasil audit internal di dipo Lahat, ditemukan kerugian uang tagihan milik PT. Sungai Budi yang digelapkan oleh Terdakwa sebesar Rp. 2.138.636.000;-
- Bahwa uang tersebut Terdakwa pergunakan untuk membeli tanah dan rumah;
“... merupakan milik PT. Sungai Budi dan Terdakwa menguasai barang-barang tersebut bukan karena kejahatan, karena Terdakwa telah ditugaskan oleh PT. Sungai Budi yang dikuasakan kepada saksi Suratman untuk mengorder barang dan menagih kepada jabatan Terdakwa sebagai salesman;
Unsur ke-4: ‘Yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu’;
“Menimbang, bahwa dari uraian-uraian diatas, Terdakwa menguasai barang-barang tersebut karena Terdakwa merupakan pekerja yang bekerja pada perusahaan PT. Sungai Budi;
Unsur ke-2: ‘Dengan sengaja dan melanggar hukum’;
“Menimbang, bahwa pembentuk undang-undang sendiri dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak ada menentukan pengertian ‘dengan sengaja’ atau ‘opzet’;
“Menimbang, dengan kata ‘dengan sengaja’ atau ‘opzet’ itu adalah ‘willen en wetens’ dalam artian pembuat harus ‘menghendaki’ melakukan perbuatan tersebut dan juga harus ‘mengerti’ akan akibat dari perbuatan itu.
“Selain itu juga ‘opzet’ diberikan pengertian tujuan (yang disadari) dari kehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu;
“Menimbang, bahwa di dalam ilmu hukum pidana, pengertian ‘dengan sengaja’ terdapat 2 (dua) teori, yaitu Teori Kehendak (wills theorie) dari Van Hippel dan Teori Pengetahuan (Voorstelling Theori) dari Frank yang didukung Von Lost;
“Menimbang, bahwa menurut Prof. Moelyatno (dalam bukunya Asas-Asas Hukum Pidana, halaman 171, Penerbit Bhineka Cipta), mengemukakan bahwa dalam peradilan di antara kedua teori tersebut, ternyata Teori Pengetahuan (voorstelling theori) dipandang lebih memuaskan, pemikiran ini berdasarkan pertimbangan, bahwa apa yang dikehendaki tentulah diketahui, dan tidak sebaliknya apa yang diketahui belum tentu dikehendaki;
“Menimbang, bahwa dalam teori hukum pidana dikenal 3 (tiga) corak/bentuk kesengajaan, yaitu:
1. Kesengajaan sebagai maksud: akibat dari perbuatan Terdakwa haruslah dikehendaki dan dimaksud oleh Terdakwa;
2. Kesengajaan sebagai keharusan: akibat tersebut merupakan suatu keharusan untuk mencapai tujuan tertentu;
3. Kesengajaan sebagai kemungkinan: bahwa Terdakwa telah menyadari sepenuhnya tentang kemungkinan yang akan terjadi sebagai akibat dilakukannya perbuatan tersebut, namun demikian perbuatan terseut tetap dilakukan dengan sengaja, meskipun ada alternatif lain untuk menghindari kemungkinan yang tidak diharapkan;
“Menimbang, bahwa dengan demikian pengertian kesengajaan adalah merupakan sikap batin seorang Terdakwa yang diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan yang akibatnya diinsyafi atau diketahui atau dimengerti oleh pelaku;
“Menimbang, bahwa karena unsur kesengajaan sulit untuk dilihat, karena hal tersebut menyangkut sikap batin pelaku tindak pidana, tetapi hanya dapat dilihat dalam wujud perbuatan yang telah dilakukan;
“Menimbang, bahwa pengertian melawan hukum terbagi ke dalam dua bagian, yaitu melawan hukum dalam arti formil yaitu suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan (asas legalitas). Sedangkan melawan hukum dalam arti materiil yaitu meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana;
“Menimbang, bahwa dari uraian diatas, Terdakwa telah mempunyai niat untuk menjual barang-barang milik PT. Sungai Budi yang seharusnya Terdakwa jual kepada konsumen yang mengorder, tetapi kenyataannya barang-barang tersebut Terdakwa jualnya kepada orang lain yang tidak memesan / mengorder yang berada didalam pengawasannya dengan maksud untuk keuntungan diri sendiri dan Terdakwa melakukan perbuatannya tersebut tanpa ada izin dari korban (PT. Sungai Budi) dan akibat perbuatan Terdakwa, mengakibatkan kerugian terhadap korban (PT. Sungai Budi);
Unsur ke-5: ‘Perbuatan berlanjut’;
“Menimbang, bahwa dari uraian diatas Terdakwa yang merupakan karyawan tetap PT. Sungai Budi Lahat berdasarkan surat pengangkatan No. ... tanggal 01 Juli 2005 dengan menerima gaji setiap bulan, dimana Terdakwa bertugas mengantarkan barang (salesman) yang telah di-order oleh konsumen berupa ... , lalu dengan berbekal surat jalan dari perusahaan, Terdakwa bersama sopir berangkat mengantarkan barang-barang pesanan tersebut namun setelah barang-barang tersebut Terdakwa kirimkan kepada pemesan dan para pemesan tersebut telah membayar secara cash kepada Terdakwa karena Terdakwa juga berwenang untuk menerima uang pembayaran dari pemesan dan Terdakwa juga berkewajiban menyetorkan seluruh uang hasil pembayaran dari pemesan kepada perusahaan, tetapi kenyataannya uang pembayaran tersebut sebahagian tidak Terdakwa setorkan, melainkan Terdakwa gunakan untuk kepentingan pribadi Terdakwa sehingga uang tunai milik perusahaan yang telah Terdakwa ambil untuk digunakan untuk kepentingan pribadi Terdakwa sendiri sebesar Rp. 800.000.000;- dan ini dilakukan oleh Terdakwa sampai dengan bulan April 2014 dan perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa secara terus-menerus dan berkelanjutan;
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa JAINUDI alias AKIAU alias JAI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘penggelapan dalam jabatan yang dilakukan secara berlanjut’;
2. Menjatuhkan piadna kepada Terdakwa JAINUDI alias AKIAU alias JAI dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan 6 bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.