Penggabungan Gugatan yang Kelebihan Pihak

LEGAL OPINION
Question: Pak Hery (SHIETRA & PARTNERS) pernah bilang kalau lebih baik gugatan menarik banyak pihak sebagai Tergugat ataupun Turut Tergugat, agar semua menjadi lengkap, sehingga terhindar dari resiko gugatan dinyatakan ‘kurang pihak’. Apa artinya semua yang sekalipun tidak ada sangkut-paut secara signifikan, bisa ditarik juga sebagai tergugat?
Brief Answer: Hal tersebut bila konteksnya ialah satu gugatan murni, bukan penggabungan gugatan. Dalam hukum acara perdata, penggabungan beberapa gugatan dimungkinkan, sepanjang para pihak yang didudukkan sebagai Tergugat memiliki hubungan duduk perkara satu sama lainnya—yang dalam terminologi hukum, disebut sebagai terdapat ‘koneksitas posita’ antar para pihak yang disertakan sebagai pihak tergugat satu dan tergugat lainnya. Sementara dalam gugatan tunggal murni, tiada resiko ‘kelebihan pihak’.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, SHIETRA & PARTNERS untuk itu merujuk putusan Pengadilan Negeri Surabaya sengketa register Nomor 437/Pdt.G/2014/PN.Sby. tanggal 20 November 2014, perkara antara:
- Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), sebagai Penggugat; melawan
1. TRI RISMAHARINI, selaku Walikota Surabaya, selaku Tergugat I; dan
2. SINGKY SOEWADJI, sebagai Tergugat II.
Pokok permasalahan ialah seputar konflik atau aksi saling klaim hak atas manajemen Kebun Binatang Surabaya yang dinilai Pemda Surabaya sebagai Kebun Binatang yang ditelantarkan oleh pengelolanya, sementara Penggugat merasa diintervensi selaku pengelola, dimana terhadapnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa gugatan penggugat yang diajukan dalam perkara a quo menurut penilaian majelis adalah gugatan yang diajukan dalam bentuk kumulasi, dan sesuai dengan hukum acara perdata hal tersebut adalah tidak dilarang, terkecuali yang dilarang adalah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 103 Rv : kumulasi gugatan yang menuntut hak bezit dan menuntut hak milik;
“Menimbang, bahwa selanjutnya secara teori dan praktek peradilan bahwa kumulasi gugatan terbagi atau dapat dibedakan atas:
- Kumulasi subyektif: Dalam kumulasi subyektif ini gugatan seorang penggugat yang ditujukan terhadap beberapa orang tergugat, atau gugatan beberapa penggugat yang ditujukan terhadap seorang tergugat, atau pula gugatan beberapa penggugat yang ditujukan terhadap beberapa orang tergugat;
- Kumulasi Obyektif: Dalam kumulasi obyektif ini maka yang digabungkan adalah gugatannya sehingga dalam suatu surat gugatan terdiri dari beberapa gugatan; [Note SHIETRA & PARTNERS: Khusus untuk strategi litigasi berupa Kumulasi Objektif, sebaiknya dihindari, karena rawan dinyatakan oleh hakim sebagai gugatan ‘kabur’ atau rancu (obscuure libel).]
“Menimbang, bahwa suatu gugatan yang berbentuk kumulasi, baik kumulasi subyektif maupun kumulasi obyektif, maka sesuai doktrin maupun praktek peradilan haruslah memenuhi syarat-syarat hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Pedoman pelaksanaan tugas dan administrasi peradilan maupun Yurisprudensi Tetap yang membolehkan dilakukannya penggabungan (samenvoeging) atau kumulasi gugatan, baik kumulasi obyektif maupun kumulasi subyektif, sepanjang terdapat koneksitas atau hubungan yang sedemikian eratnya atau innerlijke samenhangen;
“Menimbang, bahwa selanjutnya dalam jawaban Tergugat II pada bagian Dalam Eksepsi, pada poin B mendalilkan bahwa gugatan penggugat menyalahi hukum acara perdata, sebab antara Tergugat I dengan Tergugat II sama sekali tidak ada hubungan hukum, sehingga tidak dapat digugat bersama-sama dalam satu gugatan untuk bertanggung jawab secara tanggung renteng;
“Menimbang, bahwa sebaliknya penggugat menyangkal, bahwa gugatan penggugat tidaklah menyalahi hukum acara perdata;
“Menimbang, bahwa menurut majelis bahwa ternyata Tergugat I adalah berkapasitas sebagai walikota Surabaya atau sebagai pejabat public, sedangkan Tergugat II adalah aktifis atau penggiat pecinta, pemerhati, dan yang peduli terhadap satwa;
“Dan disamping itu pula ternyata peristiwa dari perbuatan Tergugat I dan peristiwa dari perbuatan Tergugat II adalah saling berdiri sendiri dan berbeda satu sama lain;
“Menimbang, bahwa berdasarkan hal-hal tersebut diatas, dan terlebih lagi ternyata tidak terbukti sebaliknya, maka majelis menilai dan berpendapat bahwa antara Tergugat I dengan Tergugat II sama sekali tidak ada hubungan hukum, atau tidak terdapat koneksitas yang sedemikian eratnya atau innerlijke samenhang, oleh karena itu sesuai Yurisprudensi Tetap MA RI No. 524.K/Sip/1974 bahwa gugatan terhadap para Tergugat I dan Tergugat II tidak dapat dilakukan atau diajukan dalam satu gugatan, melainkan masing-masing tergugat harus digugat secara sendiri-sendiri;
“Menimbang, bahwa dengan demikian eksepsi Tergugat II terbukti beralasan hukum, sehingga patut untuk diterima serta dikabulkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena eksepsi Tergugat II dikabulkan maka dalil-dalil eksepsi untuk selain dan selebihnya dari para Tergugat tidak perlu dipertimbangkan secara lebih lanjut;
“Menimbang, bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut diatas bahwa antara para Tergugat I dan Tergugat II tidak ada hubungan hukum, sehingga tidak dapat digugat secara sekaligus dalam satu surat gugatan, maka sesuai Yurisprudensi MA RI No. 343.K/Sip/1975 bahwa oleh karena itu gugatan penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima (Niet onvankelijke-verklaard);
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI:
- Menyatakan: Menerima dan mengabulkan eksepsi tergugat II;
DALAM POKOK PERKARA:
- Menyatakan: Gugatan penggugat tidak dapat diterima (Niet Onvankelijk Verklaard).”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.