KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Pembeli Lelang Eksekusi Versus Pemerintah Daerah

LEGAL OPINION
Question: Kalau timbul sengketa dengan pihak Pemda (Pemerintah Daerah) yang kemudian mengklaim sebagai pemilik tanah, sementara objek tanah yang sama telah dibeli oleh pembeli lelang eksekusi hak tanggungan, maka apabila sengketa ini berlanjut ke pengadilan karena mediasi gagal, apakah pengadilan masih akan menyatakan bahwa pemenang lelang adalah pembeli yang beritikad baik sehingga wajib dilindungi oleh hukum? Lawannya Pemda!
Brief Answer: Terlebih bila pihak yang hendak mengklaim sebagai pemilik hak atas tanah adalah berasal dari pihak pemerintah, maka sebagai otoritas negara tentunya harus menghargai dan melindungi hak-hak warga negaranya. Pembeli lelang eksekusi, pada dasarnya adalah pihak yang tidak tahu-menahu atas sengketa yang terjadi “di-balik layar”, sehingga menjadi wajar dijuluki sebagai “pihak ketiga”, dan pihak ketiga yang beritikad baik, wajib hukumnya dilindungi oleh negara.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, secara konkret dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 2142 K/Pdt/2015 tanggal 27 Januari 2016, perkara antara:
- PT. BANK MEGA CABANG SOLO SELATAN, sebagai Pemohon Kasasi dahulu selaku Turut Tergugat; melawan
- Kepala Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, berkedudukan di Dukuh/Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat; dan:
1. AHMADI TRI ATMAJA; 2. AFRIANA YULISTATIK; 3. SONY INDARTO; 4. Nyonya SUPARTI, 5. PONIRAH WARDOYO RAHARJO; 6. SIH RINI; 7. Nyonya SIH UTAMI; 8. Nyonya SIH UTARI, S.Pd.; 9. Nyonya SIH MIRANTI, sebagai Para Turut Termohon Kasasi dahulu Para Tergugat.
Pada tahun 1998, Pemerintahan Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten telah membeli beberapa bidang tanah sawah yang mana salah satunya adalah tanah sawah milik Alm. Wardoyo Raharjo (suami dari Tergugat V atau ayah dari Tergugat VI sampai dengan IX) yang dahulu tercatat dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 279 atas nama Wardoyo Raharjo.
Pada saat pembelian objek tanah, karena keterbatasan dana yang ada, maka tanah sengketa tidak langsung dilakukan balik-nama ke Pemerintah Desa Troketon, Kecamtan Pedan, Kabupaten Klaten, namun Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 279/Desa Sobayan oleh Alm. Wardoyo Raharjo telah diserahkan ke Pemerintah Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten sebagaimana yang dikuatkan dalam Surat Pernyataan Pelepasan hak atas tanah dari Alm. Wardoyo Raharjo kepada Pemerintah Desa Troketon tertanggal 20 September 1998.
Atas pembelian objek tanah tersebut, maka tanah tersebut kemudian menjadi Tanah Kas Desa Troketon sebagaimana tercatat dalam Buku Bondo A Nomor 85 Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten—[Note Penulis: simak kembali kontradiksinya dengan pernyataan Penggugat sebelumnya.]
Setelah penyerahan/pelepasan hak atas tanah oleh Alm. Wardoyo Raharjo, maka sejak saat itu objek tanah dikuasai oleh Pemerintah Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten dan oleh Pemerintah Desa objek tanah tersebut disewakan dan hasilnya masuk ke kas Pemerintahan Desa. Saat itu tidak ada masalah, walaupun tanah sengketa belum dibalik-nama ke atas nama Pemerintah Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten.
Namun pada bulan Mei 2011, saat Tergugat I menjabat Kepala Desa Troketon dengan alasan guna mengurus pensertifikatan balik-nama atas tanah sengketa, Tergugat I telah meminjam SHM Nomor 279 yang oleh Sekretaris Desa SHM Nomor 279 tersebut disimpan di Kantor Kelurahan Desa Troketon. Tanpa menaruh curiga tentang adanya niat jahat Tergugat I, maka SHM atas tanah sengketa itupun, oleh Sekretaris Desa diserahkan kepada Tergugat I.
Setelah SHM Nomor 279 atas tanah sengketa ada di tangan Tergugat I, ternyata oleh Tergugat I SHM atas tanah sengketa tersebut bukannya dilakukan balik-nama menjadi atas nama Pemerintah Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, namun justru oleh Tergugat I tanah sengketa tersebut dijual kepada Tergugat II dan III sebagaimana tercantum dalam Akta Jual Beli tahun 2011 dihadapan Notaris & PPAT, sehingga objek tanah sengketa oleh Tergugat II dan III diatas-namakan dengan meminjam nama Tergugat IV (Nyonya Suparti) yang merupakan ibu dari Tergugat II atau mertua dari Tergugat III.
Penjualan objek tanah dilakukan oleh Tergugat I, tanpa melalui musyawarah desa dan tanpa seijin dari Bupati ataupun Gubernur. Sehingga proses jual-beli yang dilakukan Tergugat I atas tanah sengketa tidak melalui prosedur yang resmi maupun peraturan perundang-undangan perihal tukar guling tanah kas desa.
Oleh karena pada saat itu SHM masih tercatat atas nama Wardoyo Raharjo, sementara pada saat itu Wardoyo Raharjo telah meninggal dunia, maka untuk meyakinkan Tergugat II dan III akan balik-nama sertifikatan hak atas tanah yang telah dijualnya tersebut, Tergugat I dengan menggunakan jabatannya sebagai Kepala Desa membujuk Tergugat V sampai dengan IX yaitu ahli waris dari Alm. Wardoyo Raharjo agar mau membantu balik-nama atas tanah sengketa.
Tanpa menaruh rasa curiga dan prasangka buruk kepada Tergugat I selaku Kepala Desa saat itu, selanjutnya Tergugat V s/d IX bersedia membantu proses balik-nama atas objek tanah, sehingga SHM yang semula masih atas nama Wardoyo Raharjo beralih menjadi atas nama Tergugat IV (Nyonya Suparti).
Ketika sertifikat atas objek tanah beralih menjadi atas nama Tergugat IV, tanpa seijin ataupun sepengetahuan dari Pemerintah Desa Troketon, Tergugat II dan III kemudian menjadikan sebagai agunan/jaminan atas hutang Tergugat II dan III kepada Turut Tergugat, sebagaimana yang dituangkan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan tertanggal 19 Oktober 2011, dimana saat kini obek tanah tersebut oleh Turut Tergugat telah diajukan permohonan lelang eksekusi Hak Tanggungan melalui perantaraan Kantor Lelang Negara Surakarta.
Perbuatan Tergugat I yang melakukan penjualan atas tanah inventarisir Desa tanpa melalui musyawarah desa ataupun seijin dari Bupati ataupun Gubernur, disamping tidak melalui prosedur hukum yang ada tentang tukar-guling tanah kas desa, jelas-jelas merugikan Pemerintah Desa Troketon, sehingga perbuatan Tergugat I yang demikian dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Untuk itu Penggugat selaku pemangku jabatan baru Kepala Desa Troketon saat kini, merasa berkewajiban dan bertanggung-jawab untuk menyelamatkan kekayaan milik Desa Troketon, dengan menuntut agar jual-beli yang dilakukan oleh Tergugat I kepada Tergugat II dan III, dinyatakan tidak sah dan cacat hukum.
Terhadap gugatan sang Kepala Desa, Pengadilan Negeri Klaten kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 2/Pdt.G/2014/PN.Kln., tanggal 13 Oktober 2014, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa, dalil Penggugat yang menyatakan bahwa tanah sengketa telah dibeli oleh Desa Troketon dari Wardoyo Rahardjo, hal ini diperkuat oleh jawaban Tergugat V, VI, VII, VIII dan Tergugat IX dimana dalam jawaban point 1, 2, 3 dan point 4 yang intinya menyatakan bahwa Tanah Sertifikat Hak Milik Nomor 279 Desa Sobayan atas nama Wardoyo Raharjo telah dijual kepada Desa Troketon, dan dibenarkan oleh Tergugat V, VI, VII, VIII dan IX bahwa tanah tersebut telah dijual ke Desa Troketon tidak langsung dibalik-nama ke pemerintah Desa Troketon, namun buku Sertifikat Hak Milik Nomor 279 atas nama Wardoyo Raharjo tersebut telah diserahkan kepada Pemerintah Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten;
“Menimbang bahwa, dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, Penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya yang menyebutkan bahwa tanah sengketa adalah tanah kas desa milik Desa Troketon yang dibeli dari Wardoyo Raharjo;
“Menimbang bahwa, oleh karena tindakan Tergugat I yang menjual tanah sengketa tidak memenuhi ketentuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa dan Pasal 15 Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 4 Tahun 2008 tentang Sumber Pendapatan Desa, maka balik-nama atas Sertifikat Hak Milik Nomor 279 dari nama Wardoyo Raharjo menjadi nama Ny. Suparti (Tergugat IV) yang didasarkan pada jual-beli yang tidak sah dengan sendirinya balik-nama tersebut tidak sah dan cacat hukum;
“Menimbang bahwa, oleh karena tindakan balik-nama atau peralihan kepemilikan sertifikat Nomor 279 dari nama Wardoyo Raharjo menjadi nama Ny. Suparti (Tergugat IV) dinyatakan tidak sah dan cacat hukum, maka serta merta bahwa Sertifikat Hak Milik Nomor 279 atas nama Tergugat IV (Ny. Suparti) harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian.
2. Menyatakan demi hukum bahwa tanah sengketa adalah tanah kas desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten yang dibeli dari Alm. Wardoyo Raharjo;
3. Menyatakan demi hukum bahwa perbuatan Tergugat I yang telah menjual tanah sengketa kepada Tergugat II dan III yang selanjutnya oleh Tergugat II dan III disertifikatkan ke dalam nama Tergugat IV yang dilakukan tanpa melalui musyawarah desa dan tanpa seijin dari Bupati Klaten ataupun Gubernur Jawa Tengah, sehingga proses jual-beli yang dilakukan Tergugat I atas tanah sengketa tidak melalui prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, adalah perbuatan melawan hukum;
4. Menyatakan demi hukum bahwa peralihan hak atas tanah sengketa menjadi Sertifikat Hak Milik Nomor 279 atas nama Tergugat IV (Ny. Suparti), adalah cacat hukum;
5. Menyatakan demi hukum bahwa Sertifikat Hak Milik Nomor 279 atas nama Tergugat IV (Ny. Suparti) tidak mempunyai kekuatan hukum;
6. Menyatakan demi hukum bahwa perbuatan Tergugat II, III dan IV yang telah menjadikan tanah sengketa sebagai jaminan hutang kepada Turut Tergugat tanpa seizin dan sepengetahuan Pemerintah Desa Troketon, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten dan perbuatan Turut Tergugat yang hendak melakukan pelelangan atas tanah sengketa Sertifikat Hak Milik Nomor 279 atas nama Tergugat IV, adalah perbuatan melawan hukum;
7. Menghukum Turut Tergugat untuk menyerahkan Sertifikat Hak Milik Nomor 279 atas nama Tergugat IV kepada Penggugat, apabila enggan, maka pelaksanaannya dapat dilakukan secara paksa melalui bantuan pihak Kepolisian dan atau TNI berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku;
8. Menghukum Para Tergugat dan Turut Tergugat untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp2.031.000,00 secara tanggung renteng;
9. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding, atas permohonan Turut Tergugat dan Tergugat II, putusan Pengadilan Negeri tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan Putusan Nomor 35/Pdt/2015/PT SMG.,tanggal 24 Februari 2015.
Sang kreditor pemegang Hak Tanggungan mengajukan upaya hukum kasasi, dengan merujuk kaedah norma Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria:
(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi: ... ; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.”
Dirujuk pula norma Pasal 37 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah:
“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukkan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang, hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut kententuan perundang-undangan yang berlaku.”
Pihak Desa yang membeli tanah secara “dibawah-tangan”, melanggar kaedah hukum positif pertanahan nasional, sehingga jual-beli tersebut belum dapat dikatakan sebagai sah secara yuridis. Untuk itu sang kreditor merujuk pula kaedah Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 480 K/Sip/1973 tanggal 2 Februari 1974
“Pertimbangan Pengadilan Tinggi yang dibenarkan oleh Mahkamah Agung; pengoperan hak atas tanah menurut Pasal 26 U.U.P.A. Nomor 10/1961 harus dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan tidak dapat dilaksanakan secara bawah-tangan seperti halnya sekarang ini.”
Serta kaedah Yurisprudensi MA RI Nomor 380 K/Sip/1974 tanggal 19 Mei 1976:
Untuk sahnya perjanjian jual beli tanah diperlukan syarat terang dan penguatan dari para pejabat yang berwenang (PPAT).”
Dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan yang sangat penting untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut dapat dibenarkan oleh karena setelah meneliti secara saksama Memori Kasasi tanggal 28 April 2015 dan Kontra Memori Kasasi tanggal 16 Mei 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Semarang yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Klaten, ternyata Judex Facti salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti telah tidak memberikan perlindungan hukum kepada pembeli (yang) beriktikad baik, yaitu Tergugat II dan Tergugat III yang diatas-namakan Ny. Suparti / Tergugat IV;
- Bahwa pada waktu jual-beli tanah sengketa, tanah sengketa telah bersertifikat tahun 1980 atas nama penjual yaitu Wardoyo Raharjo dan jual-beli dilakukan di hadapan PPAT;
- Bahwa tanah sengketa kemudian diagunkan dalam perjanjian kredit antara Tergugat II dan Turut Tergugat di hadapan Notaris PPAT. Turut Tergugat juga harus dilindungi sebagai pemegang hak tanggungan yang beriktikad baik karena Tergugat IV sebagai pemegang sertifikat hak milik objek tanggungan bertindak sebagai penjamin dalam perjanjian kredit. Walaupun Wardoyo Raharjo terbukti bersalah telah mengalihkan tanah desa ke atas namanya dan mensertifikatkan tanah itu ke-atas namanya, para pembeli dan pemegang hak tanggungan harus memperoleh perlindungan hukum karena pada waktu akta jual beli dilakukan tanah sengketa bersertifikat atas nama Wardoyo Raharjo selaku penjual. Tuntutan kerugian hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Desa terhadap Wardoyo Raharjo atau ahli warisnya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BANK MEGA JAKARTA cq. PT. BANK MEGA CABANG SOLO SELATAN dan membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 35/Pdt/2015/PT.SMG., tanggal 24 Februari 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor 2/Pdt.G/2014/PN.Kln., tanggal 13 Oktober 2014 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BANK MEGA JAKARTA cq. PT. BANK MEGA CABANG SOLO SELATAN tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 35/Pdt/2015/PT.SMG., tanggal 24 Februari 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor 2/Pdt.G/2014/PN.Kln., tanggal 13 Oktober 2014;
MENGADILI SENDIRI:
Dalam Pokok Perkara
- Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.