Memar sebagai Bukti Pidana Penganiayaan

LEGAL OPINION
Question: Kalau dianiaya, tidak sampai menimbulkan luka serius, hanya memar saja, apa si pelaku bisa beralasan kalau korbannya tidak luka serius, hanya mimisan dan lecet sedikit, sehingga bisa seenaknya tidak dipidana?
Brief Answer: Jika seperti demikian alasannya, berarti setiap orang dilegalkan untuk menyakiti dan mengancam warga negara lain seakan “negara tanpa hukum” (lawless). Luka berat, bukan prasyarat mutlak pelaku penganiayaan dapat dipidana. Luka berat, adalah keadaan yang memberatkan ancaman hukuman pidana penganiayaan. Memar sudah cukup menjadi bukti telah terjadinya penganiayaan.
Penganiayaan, syarat mutlaknya ialah kekerasan yang dilakukan secara melawan hukum. Namun yang paling terpenting ialah, segera laporkan kepada pihak berwajib atas tindak pidana penganiayaan tersebut, sehingga dapat dilakukan visum et repertum pada saat luka masih “segar”.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Pengadilan Negeri Cianjur perkara pidana penganiayaan register Nomor 22/Pid.B/2016/PN.Cjr. tanggal 22 Maret 2016, dimana terhadap tuntutan Jaksa Penuntut, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa serta dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan dipersidangan, maka Majelis hakim memperoleh fakta-fakta hukum sebagai berikut:
- bahwa berawal pada hari Jum’at tanggal 25 September 2015 sekitar pukul 21.30 Wib, saksi Asep Heriyanto, saksi Yandi Andriawan, dan saksi Jepiano sedang bekerja borongan berupa penggalian tanah yang letaknya di lokasi ...;
- bahwa tidak berapa lama kemudian saksi Asep Heriyanto, saksi Yandi Andriawan, dan saksi Jepiano mendengar ada suara orang sedang mengobrol di area lokasi pemakaman. Selanjutnya saksi Asep Heriyanto, saksi Yandi Andriawan dan saksi Jepiano menuju ke lokasi pemakaman tersebut, di lokasi saksi Asep Heriyanto, saksi Yandi Andriawan dan saksi Jepiano melihat Terdakwa bersama kedua temannya yakni saksi Hasan Badri Alias Paul dan Ijah sedang mengobrol sambil makan sate dan meminum minuman jenis bir;
- bahwa selanjutnya saksi Yandi Andriawan menegur Terdakwa,’kalau bersenang-senang jangan disini, pindah saja,’ dijawab Terdakwa,’Ini wilayah saya’. Selanjutnya Terdakwa langsung pindah ke lokasi sedangkan saksi Hasan Badri Alias Paul dan Ijah menyusul dari belakang. Tidak berapa lama kemudian saksi Hasan Basri Alias Paul mengatakan pada Terdakwa, ‘jika Yandi Andriawan mengambil kunci sepeda motornya’;
- bahwa mendengar kunci sepeda motor saksi Hasan Badri Alias Paul diambil saksi Yandi Andriawan kemudian Terdakwa kembali menghampiri saksi Yandi Andiawan untuk menanyakan kunci sepeda motor tersebut namun pada saat itu Terdakwa melihat saksi Yandi Andriawan sudah emosional;
- bahwa selanjutnya Terdakwa terpancing dengan penuh emosional Terdakwa langsung memukul mata sebelah kiri dan pipi sebelah kiri saksi Yandi Andriawan masing-masing sebanyak 1 (satu) kali hingga memar;
- bahwa akibat perbuatan Terdakwa, saksi Yandi Andriawan mengalami pendarahan di hidung dan mata sebelah kiri merah, hal tersebut sesuai dengan Visum Et Rivertum Nomor 16/VIS/PKM/IX/2015 tanggal 28 September 2015 yang dikeluarkan oleh Puskesmas DTP Ciranjang dan ditanda-tangani oleh dr. Kristiyanto Berutu selaku dokter pemeriksa pada Puskesmas DTP Ciranjang, pemeriksaan luar perdarahan di hidung, mata sebelah kiri merah dengan hasil kesimpulan terdapat tanda-tanda kekerasan akibat benturan benda tumpul;
“Menimbang, bahwa untuk dapat dipersalahkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam surat dakwaan Penuntut umum, maka terlebih dahulu haruslah dipenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang tercantum dalam surat dakwaan yang telah diajukan oleh Penuntut Umum;
“Menimbang, bahwa terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum didakwa dengan dakwaan yang berbentuk tunggal incasu melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP, yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Barang siapa;
2. Melakukan Penganiayaan;
“Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa menurut Drs. H.A.K. Moch Anwar, SH./Dading, kejahatan penganiayaan dirumuskan didalam rancangan undang-undang sebagai dengan sengaja memberikan penderitaan badan pada orang lain dan dengan sengaja merugikan kesehatan orang lain. Perumusan itu kemudian menjadi penganiayaan saja, sedangkan dengan sengaja merugikan kesehatan orang lain merupakan interprestasi authentiek (Pasal 351 Ayat 4). Doktrin menafsirkan penganiayaan sebagai berikut, ‘Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka kepada orang lain’. Luka terdapat apabila terdapat perubahan bentuk badan manusia yang berlainan dari pada bentuk semula, sedangkan pada rasa sakit hanya cukup bahwa orang lain merasa sakit tanpa ada perubahan dalam bentuk badan. Jadi penganiayaan jelaslah sebagai melakukan suatu perbuatan dengan tujuan menimbulkan rasa sakit atau luka pada badan orang lain. (Vide Drs.H.A.K. Moch Anwar,SH. Hukum Pidana Bagian Khusus/KUHP buku II Jilid I- II, hal 103 tahun 1994);
“Menimbang, bahwa menurut R. Soesilo, undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan, ‘Penganiayaan’ (mishandeling) itu, Menurut Yurisprudensi maka yang diartikan, ‘Penganiayaan’, yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit (pijn) atau luka dan sengaja merusak kesehatan orang, (vide R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hal 245 tahun 1988);
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi Asep Heriyanto, saksi Jepiano, saksi Yandi Andriawan, saksi Hasan Badri Alias Paul serta keterangan Terdakwa berawal pada hari Jum’at tanggal 25 September 2015 sekitar pukul 21.30 WIB, saksi Asep Heriyanto, saksi Yandi Andriawan dan saksi Jepiano sedang bekerja borongan berupa penggalian tanah yang letaknya di lokasi pemakaman umum Kp. Cileutik Rt 02/06 Desa Cipeuyeum Kecamatan Haurwangi Kabupaten Cianjur;
“Menimbang, bahwa akibat perbuatan Terdakwa, saksi Yandi Andriawan mengalami pendarahan di hidung dan mata sebelah kiri merah, hal tersebut sesuai dengan Visum Et Revertum Nomor 6/VIS/PKM/IX/2015 tanggal 28 September 2015 yang dikeluarkan oleh Puskesmas DTP Ciranjang dan ditanda tangani oleh dr. Kristiyanto Berutu selaku dokter pemeriksa pada Puskesmas DTP Ciranjang dengan hasil kesimpulan terdapat tanda-tanda kekerasan akibat benturan benda tumpul;
“Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap nota pembelaan (pleidooi) Terdakwa yang menyatakan jika Terdakwa melakukan pemukulan tersebut karena Terdakwa merasa terancam dengan sikap dan tindakan saksi Yandi Andriawan yang mengambil kunci sepeda motor milik teman Terdakwa yang bernama Hasan Badri Alias Paul dan saksi Yandi Andriawan juga telah memukul Terdakwa hingga kaca mata milik Terdakwa pecah;
“Menimbang, bahwa terhadap nota pembelaan (pleidooi) Terdakwa sebagaimana tersebut diatas, menurut Majelis hakim segala tindakan kekerasan baik fisik maupun pshikis terhadap seseorang tidak dibenarkan dalam hukum. Apalagi melakukan tindakan main hakim sendiri (eigenrichting) karena sanksinya merupakan pidana penjara. Karenanya apabila Terdakwa juga mendapat kekerasan fisik dari saksi Yandi Andriawan selesaikan pula melalui jalur hukum. Selanjutnya mengenai usaha perdamaian yang telah dilakukan Terdakwa namun tidak berhasil itu merupakan resiko atas perbuatan yang telah dilakukan Terdakwa karena siapa yang berbuat dia harus bertanggung jawab dan menerima segala resiko yang timbul dikemudian hari;
“Menimbang, bahwa dengan demikian unsur ini telah terpenuhi menurut hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas maka semua unsur dalam rumusan tindak pidana yang terkandung dalam dakwaan Subsidair ini telah terpenuhi oleh perbuatan terdakwa, sehingga dengan demikian terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dalam dakwaan tunggal Jaksa Penuntut umum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pada seluruh uraian pertimbangan tersebut diatas, maka perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur dari Pasal 351 Ayat (1) KUHP sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum;
“Bahwa selanjutnya Majelis Hakim berpendapat selama persidangan tidak ditemukan alasan penghapus pidana (straffuitsluitingsangronden) yang dapat berupa alasan pemaaf (schuldduitsluitingsgronden) dan alasan pembenar (rechtvaardigingsgronden), yang dapat membenarkan perbuatan terdakwa tersebut secara hukum (gerechsvaadigd), maka terdakwa harus dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum dalam dakwaannya dan oleh karenanya terdakwa harus dijatuhi pidana;
“Menimbang, bahwa sebelum Majelis Hakim menjatuhkan putusannya, maka berdasarkan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP, selanjutnya akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa sebagai berikut:
Hal-hal yang memberatkan:
- Terdakwa bertindak main hakim sendiri (eigenrichting);
Hal-hal yang meringankan:
- Terdakwa belum pernah dihukum;
- Terdakwa bersikap sopan dipersidangan dan menunjukkan rasa penyesalan;
- Terdakwa mengakui kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya;
“Menimbang, bahwa pemidanaan merupakan ultimum remedium atau penyelesaian terakhir atas suatu masalah, maka dalam menentukan pemidanaan menurut Memorie van Toelichting harus diperhatikan keadaan obyektif dari tindak pidana yang dilakukan, sehingga pemidanaan tidak hanya menimbulkan perasaan tidak nyaman terhadap pelaku (rechtguterverletzung), tetapi juga merupakan treatment komprehensif yang melihat aspek pembinaan bagi Terdakwa sendiri untuk dapat sadar dan tidak akan mengulangi perbuatannya kembali dan juga harus melihat implikasi sosial kemasyarakatannya dalam kerangka tujuan pemidanaan yang preventif, edukatif dan korektif, sehingga mampu memenuhi rasa keadilan masyarakat;
“Menimbang, bahwa sesuai dengan politik hukum pidana maka tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dari kejahatan (social defence) serta keseimbangan dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan masyarakat, negara, korban dan pelaku, atas dasar tujuan tersebut maka pemidanaan harus mengandung unsur-unsur yang bersifat Kemanusiaan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang, Edukatif, dalam arti bahwa pemidanaan itu mampu membuat orang sadar sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha penanggulangan kejahatan, Keadilan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil baik oleh terhukum maupun oleh korban ataupun oleh masyarakat. Maka Majelis Hakim dalam menjatuhkan hukuman (straafmaat) mempertimbangkan agar Terdakwa setidaknya masih ada terbuka kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya;
“Menimbang, bahwa selanjutnya berdasarkan pengamatan Majelis Hakim kemudian dihubungkan dengan keterangan para saksi dan Terdakwa serta dihubungkan dengan surat visum et repertum terhadap saksi Yandi Andriawan hanya mengalami pendaharan dihidung dan mata sebelah kiri merah, dalam arti pada diri saksi Yandi Andriawan tidak diketemukan luka pada dirinya yang mengganggu baik keadaan fisik atau psikis. Maka menurut Majelis Hakim dengan segala pertimbangan tersebut diatas, maka pidana yang akan dijatuhkan pada diri Terdakwa sebagaimana tercantum dalam amar putusan dibawah ini dipandang telah adil dan setimpal dengan kesalahan Terdakwa, serta dapat memiliki efek jera bagi Terdakwa sekaligus menjadi pelajaran atau peringatan bagi masyarakat pada umumnya;
“Menimbang, bahwa tujuan penegakan hukum bukan menerapkan hukum, melainkan mencapai ketertiban, kedamaian, ketentraman dalam tatanan masyarakat yang harmonis dan adil. Karena itu, seyogyanya penegak hukum benar-benar memperhatikan ‘langkah-langkah sosial’ yang ditempuh dalam menyelesaikan suatu pelanggaran hukum. (vide Prof. Dr. Bagir Manan, SH, MCL, Restorative Justice (suatu perkenalan), Varia Peradilan Nomor 247 Tahun XXI Juni 2007);
“Menimbang, bahwa oleh karena selama dalam proses peradilan ini terdakwa ditahan, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 Ayat (4) KUHAP, masa penangkapan dan atau penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
“Menimbang, bahwa karena Terdakwa telah ditahan dan penahanan terhadap diri Terdakwa dilandasi alasan yang sah dan cukup, dimana pemidanaan yang dijatuhkan lebih lama dari masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa, maka berdasarkan ketentuan Pasal 193 Ayat (2) Sub (b) KUHAP, perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa SALIM ZUBAIDI Bin ABDUL QODIR ZUBAIDI, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: ‘PENGANIAYAAN’;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan;
3. Menetapkan agar masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.