Kesalahan yang Terbit dari Diri Sendiri, Tidak Melahirkan Hak Gugat

LEGAL OPINION
Question: Sebenarnya kalau kita sendiri ada kontribusi kesalahan, atau bahkan yang selama ini tidak kooperatif, apakah menggugat bisa memutar-balik keadaan?
Brief Answer: Jangan termakan oleh janji ataupun iming-iming kalangan profesi pengacara yang memang mencari nafkah dari gugatan, sekalipun gugatan tersebut sangat tidak layak dimajukan ke persidangan. Berbeda dengan profesi konsultan hukum yang bersifat netral dan objektif dalam memberi nasehat dan pandangan hukum. Gugatan tidak pernah dimaknai sebagai lebih menguntungkan pihak yang proaktif menggugat. Menggugat serampangan, hanya akan merusak reputasi penggugat sendiri di era keterbukaan informasi putusan peradilan.
Menggugat tidak pernah menghapus jejak / sejarah kekeliruan hukum yang dilakukan pihak penggugat. Kontribusi kekeliruan tetaplah faktor kesalahan yang menjadi pemberat, dan gugatan tidak pernah menjadi ajang “default laundry”.
Gugatan yang tidak arif, hanya akan membebani beban peradilan serta justru berdampak kontraproduktif dengan membuka “aib” sendiri. Hakim sudah sangat letih dibebani tumpukan perkara, akan sangat tersinggung bila dihadapkan kepadanya gugatan serampangan demikian. Arif dan bijaksana dalam menggunakan sarana peradilan, itulah saran yang paling relevan sampai kapanpun.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sengketa agunan kredit register Nomor 320/Pdt.G/2014/PN.Jkt.Pst. tanggal 28 Januari 2015, perkara antara:
I. ANTHONY ALEXANDER, S.H., M.H.; II. ANGGI ARIANDINI, sebagai Para Penggugat; melawan
I. Ridwan Arifin, Karyawan/Pegawai pada PT. Mizuho Balimor Finance, selaku Tergugat II;
II. PT. Mizuho Balimor Finance, sebagai Tergugat I;
III. PT. JBA Indonesia, sebagai Turut Tergugat I; dan
IV. Edward Hendro Hutagaol (Pembeli lelang), selaku Turut Tergugat II.
Para Pengugat adalah Debitur, sementara Tergugat II adalah Kreditur dalam PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN tertanggal 28/06/2012 atas pembelian unit mobil Mitsubishi Pajero Sport Dakar. “Mobil tersebut adalah satu-satunya milik Para Penggugat dan digunakan terutama untuk penunjang mencari nafkah Penggugat I yang berprofesi sebagai Advokat litigasi di Jakarta yang macet dan panas”, demikian Penggugat menuturkan seakan membuat gugatan menjadi bernilai signifikan.
Tanggal 15 Desember 2013, terjadi pengambilan atas objek Mobil oleh Tergugat I yang saat itu sedang dibawa oleh Penggugat II (istri Penggugat I), dan pada saat dilakukannya pengambilan Mobil itu Penggugat II sedang bersama dengan dua orang anak Para Penggugat yang masih kecil.
Alasan Tergugat I atas pengambilan Mobil tersebut adalah untuk melakukan pemenuhan prestasi Penggugat atas Kontrak Kredit, dengan kata lain Tergugat I atas perintah Tergugat II (selaku kreditur) telah melakukan eksekusi langsung terhadap barang milik atau setidaknya sebagian milik Para Penggugat, dengan alasan Para Penggugat telah wanprestasi.
Penggugat menuduh kreditornya belum memiliki SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA. Sementara menurut ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, diatur:
“Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.”
Tindakan pengambilan atas objek kendaraan dilakukan Tergugat I tanpa memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia. Penggugat juga mengklaim, bahwa Tergugat II hanya memberikan somasi sekali saja tentang adanya kelalaian Para Penggugat. Tanpa memberikan somasi berikutnya, namun langsung mengambil objek kendaraan.
Sebelum melakukan eksekusi langsung di tempat umum tersebut, Tergugat I terlebih dahulu membuat sebuah surat pernyataan: “Mobil tersebut hanya akan diamankan sementara dan bisa diambil Para Penggugat jika Para Penggugat membayar cicilan yang tertunggak”, yang membuktikan bahwa penyitaan/eksekusi langsung yang dilakukan Tergugat I bukan didasari atas Sertifikat Jaminan Fidusia, melainkan hanya dengan sebuah surat pernyataan saja.
Tindakan Tergugat I dalam melakukan eksekusi langsung tersebut juga tanpa mengembalikan terlebih atau setidak-tidaknya mendata terlebih dahulu barang-barang yang ada di dalam kabin dan mesin Mobil tersebut. Dengan kata lain, Tergugat I mengambil objek kendaraan berserta seluruh barang-barang yang ada di dalamnya, hal mana barang-barang yang berada di dalam Mobil dan mesin itu tidak termasuk dalam obyek Perjanjian Pembiayaan.
Penggugat mendalilkan bahwa dirinya hendak menguasai kembali objek kendaraan untuk dijual dibawah tangan untuk melunasi kredit, hal mana sejatinya hanya alasan belaka karena Penggugat punya waktu yang sangat memadai untuk itu ketika telah mendapat surat teguran.
Berdasarkan Risalah Lelang tertanggal 08 April 2014 yang dibuat oleh pejabat lelang, kemudian dilelang melalui Turut Tergugat I, dan kini telah dibeli oleh Turut Tergugat II. Penggugat dengan demikian, menyatakan tindakan Tergugat I sebagai Perbuatan Melawan Hukum. Dimana terhadap alasan-alasan sang debitor, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Para Penggugat pada pokoknya mendalilkan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum karena Tergugat I atas perintah Tergugat II (selaku kreditur) telah melakukan eksekusi langsung terhadap mobil merek/tipe Mitsubishi Pajero Sport Dakar (‘Mobil’) warna abu-abu tua metalik, No. Mesin / No. Rangka: ... dengan nomor polisi ... milik atau setidaknya sebagian milik Para Penggugat dengan alasan Para Penggugat telah wanprestasi, tanpa memiliki Sertifikat Jaminan Fidusia, hal mana dalam klausula kontrak pasal 5 jelas bahwa Mobil tersebut dibebani dengan Jaminan Fidusia, oleh karenanya otomatis tunduk terhadap UU Jaminan Fidusia berserta dengan peraturan terkait lainnya dalam hal ini Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012 dan Peraturan Kapolri No. 8/2011;
“Menimbang, bahwa atas dalil gugatan Para Penggugat diatas, Para Tergugat menyangkalnya dengan dalil pada pokoknya bahwa tidak benar Para Tergugat telah melakukan pengambilan atau eksekusi kendaraan, yang sebenarnya terjadi pada tanggal 15 Desember 2013, Penggugat II secara sukarela menyerahkan kendaraan kepada Tergugat I melalui Tergugat II hal ini dibuktikan dengan berita acara penyerahan kendaraan (bukti T-5);
“Bahwa memang benar kendaraan yang dibiayai oleh Tergugat I tersebut dibebani dengan fidusia (bukti T-6) dan telah mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (bukti T-7);
“Bahwa pelelangan sudah sesuai prosedur, karena tidak ada kesepakatan untuk penjualan dibawah tangan;
“Menimbang, bahwa permasalahan dalam perkara ini adalah sebagai berikut:
- Apakah antara Para Penggugat dengan Tergugat I telah ada perjanjian pembiayaan?
- Apakah Tergugat I dan Tergugat II telah mengambil mobil Para Penggugat ?; dan
- Apakah Tergugat I dan Tergugat II yang mengambil mobil tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum?
“Menimbang, bahwa mengenai ‘Perbuatan Melanggar Hukum’ diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut: ‘Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.’;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata tersebut diatas, maka agar suatu perbuatan dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad), perbuatan tersebut harus memenuhi empat unsur yakni:
a. harus ada perbuatan yang bersifat melanggar hukum;
b. perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian pihak lain;
c. ada kesalahan dalam perbuatan atau tindakan yang dilakukan tersebut;
d. terdapat hubungan sebab akibat/kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian;
“Menimbang, bahwa dalam praktek peradilan, pengertian perbuatan melanggar hukum tidak lagi menganut pendirian/rumusan yang sempit, tetapi telah menganut rumusan dalam arti luas, yaitu perbuatan melanggar hukum telah memenuhi persyaratan alternatif;
a. perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku;
b. melanggar hak subyektip orang lain;
c. melanggar kaidah tata susila;
d. bertentangan dengan asas-asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga negara masyarakat atau terhadap harta benda orang lain dan yang melanggar kewajiban hukumnya, sudah dapat dikatagorikan sebagai perbuatan melanggar hukum;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah perbuatan Para Tergugat telah memenuhi ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata, sehingga Para Tergugat dapat secara hukum dinyatakan telah melakukakan perbuatan melanggar hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-1 yang sama dengan bukti T-1 dihubungkan dengan bukti P-2 dan bukti P-5 ternyata bahwa antara Para Penggugat dengan Tergugat I telah mengadakan perjanjian pembiayaan konsumen No. ... tanggal 28 Juni 2012 untuk 1 (satu) unit mobil merek Mitsubishi Pajero Dakar AT buatan 2012 warna abu abu tua dengan uang muka Rp 132.300.000,-; jumlah uang angsuran Rp 356.868.000,-; dan uang angsuran setiap bulan Rp 9.913.000,-; untuk jangka waktu 36 bulan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P-3 dihubungkan dengan bukti T-5 dan keterangan saksi DEDEN RUSMANA ternyata bahwa Penggugat II telah menyerahkan mobil merek Mitsubishi Pajero Dakar AT tersebut kepada Tergugat I;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-1 yang sama dengan bukti P-1 dihubungkan dengan bukti T-6 dan T-7 ternyata bahwa mobil merek Mitsubishi Pajero Dakar AT tersebut dibebani dengan fidusia;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-2 s/d T-4b ternyata Para Penggugat telah diperingatkan untuk membayar angsuran mobil merek Mitsubishi Pajero Dakar AT tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-8 ternyata bahwa mobil merek Mitsubishi Pajero Dakar AT tersebut telah dilelang sesuai prosedur;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-9 dan T-9b ternyata bahwa hasil lelang mobil merek Mitsubishi Pajero Dakar AT tersebut telah diberitahukan kepada Para Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti T-9 dan T-9b dihubungkan dengan bukti T-10 ternyata bahwa uang sisa hasil lelang mobil merek Mitsubishi Pajero Dakar AT tersebut telah dititipkan (konsinyasi) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata mobil merek Mitsubishi Pajero Dakar AT yang telah diserahkan oleh Penggugat II kepada Tergugat I tersebut telah dibebani dengan fidusia dan telah dilelang sesuai prosedur serta sisa hasil lelangnya telah dititipkan (konsinyasi) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, oleh karenanya Para Penggugat telah tidak dapat membuktikan dalil pokok gugatannya, dan sebaliknya Para Tergugat dapat membuktikan dalil sangkalannya;
“Menimbang, bahwa oleh karena Para Penggugat telah tidak dapat membuktikan dalil pokok gugatannya, maka Majelis tidak perlu mempertimbangkan dalil-dalil Para Penggugat selain dan selebihnya, sehingga gugatan Para Penggugat ditolak seluruhnya;
“Menimbang, bahwa Para Tergugat pada pokoknya mendalilkan bahwa Para Penggugat telah berupaya memperkaya diri sendiri secara tidak adil dan tidak jujur dan merugikan Para Tergugat, yakni dengan serangkaian perbuatan:
- Menolak mengambil barang-barang yang masih tertinggal di dalam Kendaraan meskipun Tergugat telah beritikad baik memberitahukannya;
- Menolak menerima pembayaran Sisa Hasil Lelang meskipun Para Tergugat telah bersedia untuk membayar bahkan menanyakan nomor rekening Para Penggugat;
- Para Penggugat justru menggunakan alasan penolakan tersebut untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum kepada Para Tergugat dengan menarik pihak-pihak seperti PT. JBA Indonesia dan Edward Hendro Hutagaol sebagai Turut Tergugat.
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA
- Menolak gugatan Para Penggugat seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.