Eksekusi Putusan Pengadilan, Bukan Monopoli Jurusita Pengadilan

LEGAL OPINION
Question: Sudah ada putusan perceraian dari pengadilan, bahwa saya selaku ibu yang berhak mengasuh anak-anak saya, dan itu ada di amar putusan hakim. Namun untuk memindahkan database anak-anak saya dari Kartu Keluarga mantan suami saya, ke dalam Kartu Keluarga saya, apa hanya jurusita pengadilan yang berwenang, tidak dapat langsung menunjukkan asli putusan pengadilan agar suku dinas catatan sipil dapat segera memproses dengan memindahkan data anak-anak saya ke dalam Kartu Keluarga saya, dimana saya sudah tinggal di daerah lain dari kediaman mantan yang hingga kini masih menahan anak-anak saya di rumahnya?
Brief Answer: Ada salah kaprah persepsi di tengah masyarakat, seolah Jurusita pengadilan adalah bagian dari fungsi yudisial. Lembaga Yudisial, ialah lembaga pemutus perkara, bukan lembaga eksekusi. Contoh paling sederhana, eksekutor seperti algojo hukuman mati, ialah seseorang menjadi bagian dari Lembaga Eksekutif, bukan Lembaga Yudikatif meski dirinya menjalankan amar putusan hukuman mati bagi seorang terdakwa / terhukum.
Lembaga Eksekutif, artinya lembaga yang menjalankan amanat peraturan perundang-undangan maupun mengeksekusi amar putusan yang menjadi produk hukum Lembaga Yudikatif. Asas Trias Politica penting untuk dipahami, sehingga kita mulai paham bahwa jabatan Jurusita, sejatinya ialah aparat dari Lembaga Eksekutif, meski seorang jurusita pengadilan berkantor di Pengadilan.
Contoh lain, para staf di gedung DPR / MPR, juga termasuk sebagai bagian dari Lembaga Eksekutif, meski para staf tersebut berdinas atau menjadi pegawai dari DPR / MPR yang merupakan Lembaga Legislatif. Hanya para wakil rakyat (anggota parlemen), yang murni menjabat sebagai bagian dari Lembaga Legislatif.
Dengan demikian, antara pegawai instansi pemerintahan manapun, entah Pegawai Negeri Sipil ataupun Aparatur Sipil Negara, tidak terkecuali institusi kepolisian, sejatinya adalah sederajat dalam satu payung secara kelembagaan, yakni dikualifikasi sebagai Lembaga Eksekutif bersama-sama dengan mereka yang tercatat sebagai pegawai jurusita pengadilan.
setiap jurusita pengadilan menjadi satu kategorisasi lembaga dengan aparatur sipil negara, maka setiap petugas Suku Dinas Catatan Sipil berhak dan berwenang untuk menjalankan isi amar putusan, tanpa harus dimonopoli oleh kewenangan seorang jurusita pengadilan untuk mengeksekusi isi amar putusan. Namanya juga “juru-sita”, terdiri dari gabungan dua elemen frasa: “juru” dan “sita”, yang bermakna utuh sebagai “utusan untuk menyita (belaka)”. Disamping itu, asas hukum menyebutkan, menjalankan apa yang menjadi perintah pengadilan, tidak dapat dikriminalisasi.
PEMBAHASAN:
Salah satu contoh konkret yang dapat SHIETRA & PARTNERS jadikan sebagai cerminan, yakni putusan Mahkamah Agung RI sengketa perceraian register Nomor 620 K/AG/2012 tanggal 13 Mei 2013, perkara antara:
- SONNY, S.T. bin MAWARDI Z, sebagai Pemohon Kasasi, semula selaku Tergugat; melawan
- WINDA binti H. GUSNAIDI, selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Penggugat.
Konflik antar pasangan suami-istri (pasutri) bermula ketika Terggugat selaku suami, tidak memberikan nafkah secara mencukupi, sehingga membuat sang istri bekerja dari pagi hingga larut malam untuk mencari nafkah demi membina dan menunjang kebutuhan rumah tangga.
Namun sang suami justru menilai bahwa sang istri telah menelantarkan kewajibannya sebagai seorang istri maupun sebagai seorang ibu bagi kedua putera dan puteri mereka, yang dengan demikian tidak dapat diasuh selama ditinggal bekerja oleh sang ibu.
Sang suami dalam sanggahannya mendalilkan, sang istri sejak bekerja mulai pulang terlambat sampai larut malam, sehingga sang istri sudah sering menolak permintaan Tergugat untuk melakukan hubungan suami-istri, dengan alasan letih, dan sejak saat itu sang istri sudah tidak lagi mau meladeni hasrat sang suami. Sang suami bahkan menuduh sang istri memiliki PIL (Pria Idaman Lain).
Terhadap gugatan cerai sang istri, Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah menjatuhkan putusan sebagaimana register perkara No. 1238 /Pdt.G/2011/PA.JS tanggal 30 November 2011, yang mengabulan gugatan cerai sang istri, namun kedua anak hasil dari perkawinan mereka, ditetapkan dibawah pengasuhan sang ayah oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama.
Dalam tingkat banding atas permohonan sang mantan istri, putusan Pengadilan Agama kemudian dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi Agama Jakarta, lewat putusan No. 18/Pdt.G/2012/PTA.JK tanggal 26 April 2012, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
I. Menyatakan permohonan banding Pembanding untuk pemeriksaan ualng pada tingkat banding dapat diterima;
II. Membatalkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 1238/Pdt.G/2011/PA.JS tanggal 30 November 2011;
MENGADILI SENDIRI:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat sebagian;
2. Menjatuhkan talak satu bain Sughra Tergugat (SONNY, S.T. bin MAWARDI Z.) terhadap Penggugat;
3. Menetapkan anak Penggugat dan Tergugat yang bernama:
- Adzano Barraz, laki-laki yang lahir di Padang tanggal 22 Agustus 2001;
- Marvela Rafidah, perempuan lahir di Jakarta tanggal 1 Desember 2005;
berada dalam pengasuhan dan pemeliharaan Penggugat selaku Ibu kandungnya dengan tidak mengurangi hak Tergugat selaku ayah kandungnya untuk mencurahkan kasih sayangnya dan mengajak jalan bersama dan lain-lain, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan anak;
4. Menghukum Tergugat untuk  memberi nafkah / biaya hidup untuk kedua anak Penggugat dan Tergugat melalui Penggugat setiap bulan minimal sejumlah Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai anak tersebut dewasa;
5. Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Jakarta Selatan untuk mengirimkan salinan putusan perkara ini kepada Kantor Urusan Agama yang mewilayahi tempat tinggal Penggugat dan Tergugat dan Kantor Urusan Agama tempat pernikahan Penggugat dan Tergugat dilangsungkan untuk dicatat dalam register yang tersedia untuk itu;
6. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena Pengadilan Tinggi Agama Jakarta tidak salah dalam menerapkan hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: SONNY, S.T. bin MAWARDI Z. tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: SONNY, S.T. bin MAWARDI Z. tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.