KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Antara Petugas Pemeriksa Pajak dan Pembetulan SPT

LEGAL OPINION
Ketika Hukum Menjelma Menyerupai Jebakan Berstandar Ganda
Question: Kalau petugas pajak lagi mulai pada datang ke kantor untuk periksa pajak perusahaan, apa masih bisa ajukan pembetulan SPT (Surat Pemberitahuan Pajak)?
Brief Answer: Ketika pegawai pemeriksa pajak dari instansi perpajakan mulai melakukan pemeriksaan terhadap wajib pajak, maka langkah pembetulan SPT sudah terlambat, namun yang masih dimungkinkan ialah pengungkapan (pengakuan) oleh wajib pajak secara tertulis berupa klarifikasi pajak—bukan lagi pembetulan. Meski, sejatinya format dan esensi substansi surat pengakuan adalah tidak ubahnya pembetulan SPT, sehingga menjadi blunder tersendiri, disamping adanya atau tidak adanya pengakuan demikian, tetap saja ketetapan pajak kurang bayar mensyaratkan denda 100% bagi wajib pajak, sehingga dapat disebut sebagai pengaturan yang mubajir.
PEMBAHASAN:
Dalam praktik, terdapat sebuah sindiran terhadap realita yang mudah kita jumpai: bagi masyarakat umum, Undang-Undang lebih tinggi dari Peraturan Menteri. Namun bagi pegawai di masing-masing kementerian, Peraturan Menteri lebih tinggi derajatnya daripada Undang-undang. Adagium satiris demikian telah banyak menimbulkan korban dalam praktik hukum di Tanah Air, terutama ketiha harus berhadapan dengan Pegawai Negeri Sipil yang memegang monopoli layanan publik—perdebatan yang tidak dapat dihindari. Dalam kasus yang SHIETRA & PARTNERS angkat dibawah ini, yang terjadi menyerupai “jebakan hukum” ketika hukum mengadopsi standar ganda yang menjebak masyarakat umum.
Untuk memperlihatkan pendirian praktik peradilan terkait konteks keberlakuan Pembetulan SPT, ilustrasi konkret berikut dapat memberi gambaran, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa pajak register Nomor 151/B/PK/PJK/2014 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
- PT. DOK DUASATU NUSANTARA, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Banding; melawan
- DIREKTUR JENDRAL PAJAK, selaku Termohon Peninjauan Kembali dahulu Terbanding.
Kantor Pajak menerbitkan keputusan Nomor KEP-35/WPJ.21/2011 tanggal 7 Februari 2011 tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa masa pajak Januari sampai dengan Desember 2008 atas nama Pemohon Banding selaku wajib pajak badan hukum, sehingga Pemohon Banding mengajukan banding terhadap Keputusan Kantor Pajak.
Untuk Tahun Pajak 2008, Pemohon Banding diperiksa oleh Terbanding dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak pada tanggal 30 April 2009—Note SHIETRA & PARTNERS: inilah fakta yang paling utama, penyelidikan oleh pegawai perpajakan sudah dimulai terhadap wajib pajak bersangkutan.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008, yang diterbitkan pada tanggal 21 Mei 2010 oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Koja, memiliki dasar perhitungan:
- Dasar Pengenaan Pajak: Rp. 2.020.959.988,00.
- Jumlah Pajak Pengeluaran yang harus dipungut sendiri: Rp. 202.095.999,00.
- Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan Rp. 761.338.823,00.
- Pajak Pertambahan Nilai yang kurang dibayar: Rp. (559.242.824,00).
- Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai yang sudah dikompensasikan: Rp. 1.911.732.550,00.
- Pajak Pertambahan Nilai yang kurang dibayar: Rp. 1.052.489.726,00.
- Sanksi Administrasi: Kenaikan Pasal 13 ayat (3) KUP: Rp. 1.052.489.726,00.
- Jumlah PPN yang masih harus dibayar: Rp. 2.104.979.452,00
Terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak tersebut, Pemohon Banding kemudian mengajukan keberatan dengan Surat tertanggal 07 Juni 2010. Berdasarkan surat keberatan tersebut Terbanding menerbitkan Keputusan Nomor KEP-35/WPJ.21/2011 tanggal 7 Februari 2011, yang menyatakan menolak permohonan keberatan Pemohon Banding.
Permohonan banding Pemohon Banding ajukan atas koreksi Pajak Pertambahan Nilai masukan sebesar Rp1.052.489.726,00 yang dikoreksi oleh Terbanding, karena Pajak Pertambahan Nilai Masukan tersebut menurut Terbanding tidak boleh dikreditkan.
Pemohon Banding telah melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember Tahun 2008 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 8 ayat (4).
Pembetulan Surat Pemberitahuan untuk Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember Tahun 2008 Pemohon Banding lakukan sebelum diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak yaitu pada tanggal 7 Mei 2010 sedangkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atas hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan pada tanggal 21 Mei 2010.
Namun secara kontradiktif sang wajib pajak menguraikan pula, Surat Pemohon Banding tertanggal 10 Mei 2010 perihal Tanggapan Hasil Pemeriksaan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2008, telah Pemohon Banding jelaskan juga bahwa Pemohon Banding sudah melakukan pembetulan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember tahun 2008 dan bukti penerimaan surat tanggal 7 Mei 2010. Adapun perhitungan pajak versi Pemohon Banding:
- Dasar Pengenaan Pajak: Rp. 2.020.959.988,00
- Jumlah Pajak Pengeluaran yang harus dipungut sendiri: Rp. 202.095.999,00
- Kelebihan PPN yang sudah dikompensasikan ke Masa Pajak Berikutnya: Rp. 761.338.823,00
- Jumlah Pajak yang dapat diperhitungkan: Rp. 559.242.824,00
- Pajak Pertambahan Nilai yang kurang dibayar: NIHIL.
Adapun yang kemudian menjadi pertimbangan hukum serta amar Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.42109/PP/M.XII/16/2012, tanggal 12 Desember 2012, adalah sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti dalam persidangan Majelis berpendapat:
“bahwa sesuai ketentuan Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan: ‘Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan Pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri, tentang ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap dilanjutkan’;
“Bahwa yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 ayat (4), Wajib Pajak diberi kesempatan untuk mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya;
Bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 8 ayat (4) dinyatakan: ‘Pengungkapan ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan tersebut dilakukan dalam laporan tersendiri dan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya sehingga dapat diketahui jumlah pajak yang sesungguhnya terutang’, Majelis berpendapat Pemohon Banding menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember tahun 2008, bukan menyampaikan laporan tersendiri tentang ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember tahun 2008 sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
“Bahwa menurut Majelis, koreksi Pemeriksa atas pokok pajak telah diakui oleh Pemohon Banding, sehingga atas Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar yang terlanjur dikompensasikan ke masa pajak berikutnya tetap dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% (seratus persen) sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan;
“Bahwa berdasarkan pertimbangan diatas Majelis berkesimpulan pengenaan sanksi administrasi Pasal 13 Ayat (3) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dilakukan oleh Terbanding, sudah tepat dan harus dipertahankan;
MENGADILI :
“Menyatakan menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor KEP-35/WPJ.21/2011 tanggal 7 Februari 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor 00016/207/08/045/10 tanggal 21 Mei 2010, atas nama PT. Dok Dua Satu Nusantara, NPWP 01.983.947.7-045.000, beralamat di Jl. Rawa Badak No. 13, Koja, Jakarta Utara sehingga jumlah Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 menjadi:
Dasar Pengenaan Pajak:
- Ekspor: 0,00
- Penyerahan PPN-nya dipungut sendiri: 2.020.959.988,00
- Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan: PPN 7.473.592.932,00
Jumlah seluruh penyerahan 9.494.552.920,00
Perhitungan PPN yang Kurang Bayar:
- PK dipungut/dibayar sendiri: 202.095.999,00
- Pajak Masukan dapat diperhitungkan: 761.338.823,00
Jumlah PPN Lebih bayar 559.242.824,00.
Kelebihan Pajak Dikompensasikan ke masa pajak berikutnya (1.611.732.550,00)
PPN yang kurang dibayar: 1.052.489.726,00
Sanksi Kenaikan Pasal 13 (3) KUP 1.052.489.726,00
Jumlah PPN yang masih harus dibayar 2.104.979.452,00.”
Pihak wajib pajak mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan pokok argumentasi bahwa wajib pajak melakukan koreksi atas Pajak Masukan sebesar Rp. 1.052.489.726,00 karena Pemohon Banding tidak memisahkan Pajak Masukan atas pembelian yang digunakan untuk penyerahan yang terutang Pajak Pertambahan Nilai dan penyerahan yang Pajak Pertambahan Nilainya ditanggung Pemerintah.
Atas koreksi tersebut, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat diperhitungkan menurut Terbanding adalah sebesar Rp. Rp. 761.338.823,00 sehingga Pajak Pertambahan Nilai Lebih Bayar menjadi sebesar Rp. 559.242.824,00.
Adapun kelebihan pajak yang sudah dikompensasikan Pemohon Banding ke masa pajak berikutnya adalah sebesar Rp. 1.611.732.550,00 yaitu sesuai dengan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember 2008 yang telah dilaporkan pada tanggal 14 Januari 2009, dengan demikian Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar menurut perhitungan Terbanding menjadi sebesar Rp. 1.052.489.726,00.
Atas Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar tersebut, Pemohon Banding dikenakan sanksi administrasi Pasal 3 Ayat (3) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu sebesar Rp. 1.052.489.726,00 sehingga total Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar adalah sebesar Rp. 2.104.979.452.
Pemohon Banding) telah melakukan pembetulan SPT PPN masa Desember tahun 2008 berdasarkan kaedah Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pembetulan SPT PPN masa Desember tahun 2008 Pemohon Banding lakukan sebelum diterbitkannya surat ketetapan pajak (yaitu pada tanggal 7 Mei 2010), sedangkan SKPKB atas hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan pada tanggal 21 Mei 2010.
Sang wajib pajak mengajukan surat tertanggal 10 Mei 2010 perihal Tanggapan Hasil Pemeriksaan SPT PPN Tahun 2008 dengan menjelaskan bahwa Pemohon Banding sudah melakukan pembetulan SPT PPN masa Desember tahun 2008 pada tanggal 7 Mei 2010—Note SHIETRA & PARTNERS: Secara tidak langsung sang wajib pajak mengakui bahwa pembetulan SPT baru terjadi ketika proses pemeriksaan terhadap wajib pajak telah/sedang berjalan.
Ada argumentasi yang menarik sebagaimana disampaikan oleh sang wajib pajak. Berdasarkan Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan, dinyatakan:
Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidak-benaran pengisian surat pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, sepanjang Pemeriksa pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.”
Tanggal pembetulan Surat Pemberitahuan disampaikan pada tanggal 7 Mei 2010, sementara penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Pemohon Banding ialah pada tanggal 3 Mei 2010, sehingga oleh Terbanding dianggap telah melampaui batas waktu yang disyaratkan dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa Pemohon Banding menyampaikan pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember tahun 2008, bukan menyampaikan laporan tersendiri tentang ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember tahun 2008 sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 Ayat (4) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Akan tetap sang wajib pajak kemudian “berakrobatik”, dengan menyatakan bahwa yang disampaikan olehnya bukanlah Pembetulan SPT, namun laporan tersendiri tentang ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan Pajak. Adapun tahapan dalam proses pemeriksaan:
- Surat Perintah Pemeriksaan;
- Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP);
- Penyampaian surat sanggahan atau tanggapan SPHP oleh Wajib Pajak;
- Berita acara pembahasan akhir hasil pemeriksaan;
- Surat Ketetapan hasil pemeriksaan.
Sang wajib pajak mendalilkan pula, Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007 merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka sudah sewajarnya pengaturan dalam Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007 tidak boleh bertentangan atau berbeda dengan pengaturan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.
Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 masih memberikan kesempatan bati wajib pajak untuk mengungkapkan ketidak-benaran pengisian SPT sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (tahapan ke–5).
Sementara, Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007 telah mengatur secara berbeda atau bertentangan dengan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Perbedaan atau pertentangan yang sangat mendasar dan fundamental tersebut, menurut sang wajib pajak, karena Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007 tanggal 28 Desember 2007 bahwa Wajib Pajak masih diberi kesempatan untuk mengungkapkan ketidak-benaran pengisian SPT sepanjang Direktur Jenderal Pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (tahapan ke–2).
Dari segi materi pengaturan yang secara fundamental telah berbeda atau bertentangan tersebut, menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengakibatkan ketidak-adilan bagi Wajib Pajak yang masih beritikad baik, karena telah menghilangkan kesempatan bagi para Wajib Pajak untuk menunjukan itikad-baiknya guna melakukan serangkaian tindakan dalam rangka pemeriksaan pajak demi terpenuhinya semua hak dan kewajiban secara optimal.
Yang menjadi pokok sengketa atas permohonan banding sang wajib pajak melawan Ditjen Pajak, bukan mengenai bentuk atau format serta prosedur dari laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidak-benaran pengisian surat pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, melainkan mengenai dasar hukum yang dipakai untuk memastikan apakah laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidak-benaran pengisian surat pemberitahuan, dalam bentuk pembetulan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember tahun 2008 yang dibuat oleh Pemohon Banding masih dalam jangka waktu yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan ataukah tidak.
Ditjen pajak justru menggunakan Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007 sebagai payung hukum, sehingga alasan Terbanding menolak permohonan Keberatan yang diajukan Pemohon Banding, adalah: “tanggal pembetulan Surat Pemberitahuan disampaikan pada tanggal 7 Mei 2010, sedangkan penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Pemohon Banding tanggal 3 Mei 2010”—sehingga oleh Terbanding dianggap telah melampaui batas waktu yang disyaratkan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
Pencantuman kalimat “... sedangkan penyampaian Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan kepada Pemohon Banding tanggal 3 Mei 2010” mengindikasikan Terbanding menggunakan norma Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007.
Selanjutnya dengan anak kalimat “... sehingga oleh Termohon Terbanding), ditegaskan bahwa waktu (tanggal) penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak Desember tahun 2008 yang dibuat oleh Pemohon Banding telah melampaui batas waktu yang disyaratkan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan”—maka Terbanding bersaumsi bahwa Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007 tidak bertentangan dengan Undang-Uundang mengenai Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan.
Sementara, jika mengacu pada Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, tepatnya Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007, maka tidak terdapat pelampauan batas waktu dalam penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh Pemohon Banding.
Terbanding dinilai seharusnya menggunakan Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, mengingat Undang-Undang mempunyai kekuatan hukum yang lebih tinggi dari Peraturan Pemerintah—dalam hal ini Pasal 6 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2007.
Terbanding tidak mempermasalahkan mengenai bentuk atau format serta prosedur dari laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidak-benaran pengisian surat pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan, sehingga dengan demikian telah membenarkan (atau setidak-tidaknya tidak membantah) bahwa penyampaian pembetulan Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan Pajak yang dibuat oleh Pemohon Banding, dapat dipersamakan dengan laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidak-benaran pengisian surat pemberitahuan.
Oleh karenanya tidak perlu dipersoalkan lagi masalah “laporan tersendiri” rupa wujudnya seperti apa. Namun Majelis Pengadilan Pajak dalam memutuskan untuk menolak Permohonan Banding adalah dengan pertimbangan dan pendapat bahwa yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang bersangkutan, adalah Wajib Pajak diberi kesempatan untuk mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidak-benaran pengisian Surat Pemberitahuan, sementara surat Pembetulan Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Pemohon Banding tidak dimaknai sebagai disampaikan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan Pajak, sehingga pembetulan dianggap tidak memenuhi ketentuan Pasal 8 Ayat (4) Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Sekalipun argumentasi pihak wajib pajak cukup beralasan dan logis, namun terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan karena putusan Pengadilan Pajak yang menolak banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Terbanding Nomor: KEP-35/WPJ.21/2011 tanggal 7 Februari 2011, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 Nomor ... tanggal 21 Mei 2010, atas nama Pemohon Banding sehingga pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp 2.104.979.452,00 sudah tepat dan benar dengan pertimbangan:
“Bahwa alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali tentang koreksi Pajak Masukan sebesar Rp1.052.489.726,00 yang berasal dari penyerahan ekspor sebesar Rp1.407.868.790,00 menjadi Penyerahan Barang dan Jasa yang tidak terutang sebesar Rp 2.104.979.452,00 yang pada dasarnya merupakan sengketa yang bersifat Yuridis, oleh karenanya dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali dalam Memori Peninjauan Kembali dihubungkan dengan Kontra Memori Peninjauan Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak. Lagi pula dalam persidangan Pemohon Banding telah mengakui koreksi Terbanding atas pokok pajak sehingga atas PPN Lebih Bayar yang terlanjur dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya tetap dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP.
“Bahwa dengan demikian, tidak terdapat Putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: PT. DOK DUASATU NUSANTARA, tersebut tidak beralasan sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. DOK DUASATU NUSANTARA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.