LEGAL OPINION
Question: Nama seseorang yang tercantum dalam sertifikat tanah, sudah pasti sebagai pemilik tanah, bukan?
Brief Answer: Itulah masalahnya, tidak selalu nama yang tercantum dalam sertifikat hak atas nama (akta otentik terbitan Kantor Pertanahan), dapat kita maknai sebagai nama pemilik hak atas tanah. Mengapa? Karena hingga kini, hukum pertanahan nasional tidak mengatur perihal kadaluarsa masa berlaku Akta Jual-Beli (AJB).
Sebagai contoh, AJB terhadap sebuah Sertifikat Hak Milik (SHM) dilakukan pada tahun 2010, semetara hingga saat kini masih belum diajukan peralihan hak atas tanah (balik-nama). Maka data yuridis yang tercantum dalam SHM, sifatnya tidak lagi aktual. Nama pemegang hak sebagai salah satu data yuridis dalam sertifikat hak atas tanah, tidak rigid sifatnya.
Biasanya, pihak pembeli yang telah melakukan AJB namun belum mau melakukan “balik-nama”, memegang asli sertifikat hak atas tanah untuk mengamankan AJB miliknya—meski menurut penilaian SHIETRA & PARTNERS, AJB itu wajib seketika disempurnakan lewat “balik-nama”, sebab “balik-nama” di Kantor Pertanahan tidak membutuhkan banyak biaya, mengingat seluruh biaya BPHTB maupun PPh telah dibayar lunas saat jual-beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang menerbitkan AJB. Sehingga sejatinya tidak ada alasan untuk tidak segera mendaftarkan AJB pada Kantor Pertanahan.
Idealnya, AJB memiliki masa berlaku, dimana dapat diatur dalam regulasi pertanahan, AJB memiliki masa kadaluarsa, agar menciptakan kepastian hukum bagi pihak ketiga terutama ketika pihak penjual tetap memegang asli sertifikat hak atas tanah, sehingga seritikat hak atas tanah tersebut dapat menjadi modus menjebak pihak ketiga yang juga berniat untuk membelinya.
Sebagai contoh, A dan B bersekongkol untuk membuat AJB atas sebuah SHM, dimana A berkedudukan sebagai penjual dan B sebagai pembeli. Namun AJB tidak juga mau ditingkatkan dalam peralihan hak (balik-nama) dengan mengganti nama pemilik SHM dalam buku tanah dan sertifikat hak atas tanah. Lalu A yang masih menguasai fisik asli SHM, menawarkan kepada C yang ternyata berniat untuk membelinya. Ketika terjadi jual-beli antara A dan C terhadap objek SHM yang sama, dan C hendak melakukan “balik-nama”, tiba-tiba B muncul dengan membawa AJB mengajukan gugatan—inilah modus yang kerap dijumpai dalam praktik.
PEMBAHASAN:
Guna memperlihatkan betapa AJB tidak memiliki masa berlaku (kadaluarsa), SHIETRA & PARTNERS untuk itu merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 450 K/TUN/2016 tanggal 22 November 2016, perkara antara:
1. M. DG. MENE; 2. JUMA DG. NGAWING; 3. HADINAH DG. SAMBARA; 4. AZIS DG. ROMBO; 5. HASNAH; 6. ANWAR, sebagai Pemohon Kasasi dahulu sebagai Para Penggugat; melawan
1. KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN GOWA, selaku Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat; dan
2. MUHAMMAD RAMLI RAHIM, S.Si.,Termohon Kasasi dahulu sebagai Tergugat II Intervensi.
Yang menjadi Objek Sengketa ialah SHM No. 322/Desa Pakkatto tanggal 21 September 1983 atas nama M. Ramli Rahim, serta SHM No. 01266/Desa Pakkatto tanggal 05 Juni 2015 atas nama M. Ramli Rahim.
Para Penggugat mengklaim sebagai pemilik kedua SHM tersebut, sehingga diterbitkannya kedua SHM tersebut dengan demikian merugikan hak Para Penggugat untuk mengajukan permohonan sertipikat atas objek tanah keatas nama Penggugat, karena telah terbit sertipikat atas nama orang lain atas objek tanah yang sama.
Penggugat mengklaim: tanah warisan milik Para Penggugat tersebut belum dibagikan kepada masing-masing ahli waris (masih berupa Boedel Waris) dan tidak pernah dialihkan kepada siapapun ataupun diperjual-belikan. Terbitnya SHM No. 322/Desa Pakkatto tanggal 21 September 1983, atas nama Japa Bin Baco yang telah beralih kepada Ratna Dg. Ngiji, berdasarkan Akta Jual-Beli tanggal 29 Juli 1972 yang dibuat oleh PPAT, kemudian pada tahun 2014 beralih lagi kepada M. Ramli Rahim berdasarkan Akta Jual Beli tanggal 20 Maret 2014. [Note SHIETRA & PARTNERS: Dengan demikian antara dibuatnya AJB dengan didaftarkannya ke Kantor Pertanahan, terdapat jeda waktu selama 11 tahun. Selama 11 tahun itu pula, objek tanah masih atas nama pemilik semula.]
Dengan telah diterbitkannya SHM tersebut, maka Para penggugat tidak dapat memanfaatkan dan mengajukan sertipikat atas tanah milik Para Penggugat pada lokasi yang sama. Tanah milik orang tua Penggugat (Almarhum Japa) belum pernah didaftar di Kantor Pertanahan, dimana surat asli yang ada pada Penggugat berupa Surat Tanda Pendaftaran Tanah dengan alas hak Persil Nomor 17 DI Kohir Nomor 379 CI, tanggal 11 Mei 1959, sampai saat ini masih atas nama “Djapa”.
Ratna Dg. Ngiji mengajukan permohonan penerbitan SHM No. 322/Desa Pakkatto pada tanggal 21 September 1983, mengatasnamakan Japa Bin Baco, seakan-akan orang tua Para Penggugat telah mengajukan permohonan hak atas tanah yang menjadi objek sengketa, lalu sertipikat tersebut dialihkan kepada Ratna Dg. Ngiji, berdasarkan Akta Jual-Beli, seakan-akan orang tua Para Penggugat telah melakukan transaksi jual-beli tanah kepada Ratna Dg. Ngiji, sementara orang tua Para Penggugat tidak pernah mengalihkan tanah tersebut kepada siapapun juga. Selanjutnya, pada tahun 2014, Ratna Dg. Ngiji kembali mengalihkan tanah tersebut kepada M. Ramli Rahim, berdasarkan Akta Jual-Beli tanggal 20 Maret 2014.
Penerbitan SHM cacat yuridis, masih menurut Penggugat, karena diterbitkan pada tahun 1983 atas nama Japa bin Baco, seolah-olah orang tua Para Penggugat, sedangkan akta jual-beli yang dibuat oleh Ratna Dg. Ngiji pada tahun 1972, asal haknya adalah Persil 17 D II, Kohir 1085, yang menempatkan Japa Bin Baco selaku pihak penjual dan Ratna Dg. Ngiji selaku pihak pembeli. Begitu pula penerbitan SHM No. 01266/Desa Pakkatto, tanggal 05 Juni 2015, atas nama M. Ramli Rahim, dinilai tidak sesuai prosedural, sehingga penerbitannya cacat yuridis dan harus dibatalkan.
Singkatnya, Penggugat mengklaim bahwa objek tanah merupakan milik Para Penggugat selaku ahli waris dari Almarhum Japa, yang ditandai dengan penguasaan dan penggarapan secara penuh dan tidak terputus oleh Para Penggugat hingga saat ini.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar kemudian menjatuhkan putusan Nomor 41/G/2015/PTUN.Mks., Tanggal 21 Desember 2015, dengan amar sebagai berikut:
“MENGADILI :
DALAM EKSEPSI
- Menerima eksepsi Tergugat tentang Para Penggugat tidak mempunyai kepentingan;
DALAM POKOK PERKARA
- Menyatakan gugatan Para Penggugat tidak diterima.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Penggugat, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar, lewat Putusan Nomor 31/B/2016/PT.TUN.MKS, Tanggal 30 Mei 2016. Adapun yang menjadi pertimbangan hukum Majelis Hakim Tinggi menguraikan kekusutan perkara ini, dengan kutipan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa sebelum terbitnya objek sengketa ke-1 (SHM No. 322/Desa Pakkatto), tanggal 21 September 1983 terdapat fakta hukum yang membuktikan sejak dibuatnya Akta Jual-Beli Nomor ... pada tanggal 29 Juni 1972 bahwa Japa Bin Baso sudah tidak mempunyai hubungan hukum keperdataan dengan bidang tanah objek sengketa, namun hanya mempunyai nilai administrasi karena objek sengketa ditulis atas nama Japa Bin Baco, yang kemudian secara riwayat hukum penegasan (Konversi) dalam objek sengketa 1 atas nama Japa Bin Baco diperbaiki (Renvoi) oleh Tergugat dengan mengalihkan hak penegasan kepada Hj. Ratna Dg. Ngiji (Jummi Bin Ngiji) dengan menggunakan dasar Akta Jual Beli Nomor ... , dengan demikian terbitnya sertipikat objek sengketa atas nama Japa Bin Baso secara hukum langsung tidak mempunyai kepentingan yang dirugikan terhadap Para Penggugat sebagai ahli waris dari Japa Bin Baco;
“Bahwa karena tidak mempunyai kepentingan yang dirugikan Para Penggugat dengan terbitnya objek sengketa 1 maka terbitnya objek sengketa 2 (SHM No. 01266/Desa Pakkatto, tertanggal 05 Juni 2015) yang induknya berasal dari objek sengketa 1, secara mutatis-mutandis Para Penggugat juga tidak mempunyai kepentingan dirugikan dengan diterbikannya objek sengketa 2;
“Dengan adanya ke-dua alasan tersebut diatas, maka Para Penggugat dinyatakan tidak mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa putusan Judex Facti sudah tepat dan tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Para Penggugat mendalilkan sebagai ahli waris Japa Bin Baco, sedangkan Japa Bin Baco pada tanggal 29 Juni 1972 telah menjual tanah tersebut kepada pihak lain, oleh karena itu Para Penggugat tidak lagi mempunyai kepentingan untuk mengajukan gugatan tata usaha negara terhadap objek sengketa (objectum in litis) sebagaimana diatur dalam Pasal 53 Ayat (1) Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi: M. DG. MENE dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi : 1. M. DG. MENE, 2. JUMA DG.NGAWING, 3. HADINAH DG. SAMBARA, 4. AZIS DG.ROMBO, 5. HASNAH, 6. ANWAR tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.