Perjanjian Sewa Rumah Berakhir saat Pemilik Hendak Menempati Sendiri

LEGAL OPINION
Question: Ada yang bilang, jika perjanjian sewa rumah tidak mengatur secara tegas, mengenai jangka waktu sewa, maka masa sewa dimaknai hanya untuk 2 tahun. Apa betul begitu?
Brief Answer: Tidak ada satupun peraturan ataupun regulasi aktual yang menyatakan bila perjanjian sewa-menyewa tanah dan/atau bangunan diatasnya tidak mengatur perihal masa sewa kontrak, maka akan diartikan atau dimaknai sebagai sebatas masa sewa untuk sekian tahun.
Dahulu kala betul demikian, dimaknai sebagai sebatas 2 tahun, namun kini tidak lagi relevan, karena regulasi terus berubah secara dinamis, dimana regulasi yang dahulu mengatur demikian telah lama dirubah dan diganti dengan peraturan baru.
Yang betul ialah, berdasarkan best practice praktik peradilan paling aktual yang ada, saat pemilik yuridis hak atas tanah dan/atau bangunan menyampaikan niatnya untuk menempati tanah dan/atau bangunan, maka pada tahun itulah masa sewa diartikan berakhir—dengan grace period tertentu sewajarnya bagi penyewa untuk mencari tempat sewa lainnya.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah kaedah putusan peradilan yang relevan untuk dijadikan rujukan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa sewa-menyewa rumah register Nomor 534 K/Pdt/2016 tanggal 1 Juni 2016, perkara antara:
- MAMAN KURNIAWAN, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- NY. ANGGRAINI SULIARTA, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat adalah pemilik atas sebidang tanah dan bangunan atas dasar Sertipikat Hak Milik (SHM) Nomor 620 tanggal 30 Oktober 1986 seluas 81 m². Penggugat memperoleh SHM tersebut atas dasar hibah wasiat dari almarhum orang tua (ayah) Penggugat sesuai Akta Surat Wasiat Nomor 30 tanggal 12 Agustus 1959 yang Notaris di Jakarta.
Awalnya tanah yang dihibahkan oleh almarhum orang tua (ayah) Penggugat masih berbentuk tanah atas dasar hak “eigendom verponding”, di mana pada Tahun 1986 tanah hak tersebut menjadi Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 1022 dan pada Tahun 1998 atas dasar surat keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 26 Juni 1998 Nomor 6 Tahun 1998, berubah lagi menjadi SHM Nomor 620, atas nama Penggugat.
Sebelum tanah dan bangunan tersebut dihibah-wasiatkan kepada Penggugat, tanah dan bangunan tersebut memang berstatus disewakan oleh almarhum ayah Penggugat, di mana uang sewa ini awalnya masih dibayarkan kepada Penggugat, namun dalam 6 tahun terakhir, uang sewa tersebut tidak pernah dibayar.
Tanah dan bangunan tersebut saat ini dihuni dan ditinggali oleh Tergugat, dan Penggugat sama sekali tidak tahu atas dasar apa Tergugat dapat menempati tanah dan bangunan milik Penggugat. Melalui surat masing-masing tertanggal 14 Pebruari 2012, 14 Juni 2012, dan 7 Juli 2012, Penggugat sudah berulang kali melakukan peneguran kepada Tergugat agar Tergugat segera keluar dan meninggalkan tanah dan bangunan milik Penggugat, namun tetap saja Tergugat tidak mengindahkan.
Penggugat kemudian meminta perlindungan hukum kepada Walikota Jakarta Barat, berlanjut pada tanggal 28 September 2012, Kantor Walikota Jakarta Barat mengundang Tergugat untuk hadir di ruang rapat Asisten Pemerintahan Sekko Jakarta Barat. Dalam rapat, Tergugat tidak dapat menunjukkan dasar atau hak untuk dapat menempati tanah dan bangunan milik Penggugat, namun Tergugat tetap saja tidak mau menyerahkan tanah dan bangunan tersebut kepada Penggugat.
Tanah dan bangunan tersebut saat ini tidak hendak Penggugat sewakan lagi dan akan ditempati dan ditinggali sendiri oleh Penggugat, oleh karenanya Tergugat harus dihukum untuk menyerahkan tanah dan bangunan tersebut dalam keadaan kosong kepada Penggugat.
Terhadap gugatan sang pemilik tanah, Pengadilan Negeri Jakarta Barat kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 164/PDT.G/2013/PN.JKT.BAR., tanggal 23 Oktober 2013, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
- Menyatakan Penggugat adalah pemilik yang sah atas tanah dan bangunan milik Penggugat yang terletak di Jalan ... , atas dasar Sertipikat Hak Milik Nomor 620, tanggal 30 Oktober 1986, Gambar Situasi Nomor ... , seluas 81 m² (delapan puluh satu meter persegi);
- Menyatakan perbuatan Tergugat yang telah menempati/tinggal ditanah dan bangunan milik Penggugat yang terletak di Jalan Pengukiran IV, Nomor 56, Desa Pekojan, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat, secara tanpa hak, merupakan perbuatan melawan hukum;
- Menghukum Tergugat untuk mengosongkan dan menyerahkan dalam keadaan kosong tanah dan bangunan milik Penggugat yang terletak di Jalan ... , kepada Penggugat selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari, terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap;
- Menghukum Tergugat membayar ganti kerugian materiil kepada Penggugat terhitung sejak bulan Januari 2007 sampai Tergugat menyerahkan tanah dan bangunan kepada Penggugat sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) perbulan;
- Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta dengan Putusan Nomor 31/PDT/2015/PT.DKI., tanggal 16 April 2015.
Sang penyewa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok argumentasi keberatan yang menarik untuk disimak, dengan kutipan sebagai berikut:
“Pemohon Kasasi (penyewa) hingga saat ini mengakui bahwa tanah seluas 100 m² terletak di Jalan Pengukiran IV Nomor 56, RT 04/02, Kelurahan Pekojan, Tambora, Jakarta Barat adalah milik almarhum orang tua Termohon Kasasi (pemilik tanah), (namun penyewa) hanya mengklaim sebagai pemilik bangunan seluas 100 m² di atas lahan yang terletak terletak di Jalan Pengukiran IV Nomor 56, RT 04/02, Kelurahan Pekojan, Tambora, Jakarta Barat, beserta akumulasi pembayaran IPEDA/PBB selama ini dan hak atas perawatan tanah.”
Isu hukum yang dilontarkan sang penyewa, sebenarnya cukup relevan untuk diangkat, sebab status bangunan adalah milik pihak penyewa (semisal karena penyewa tanah yang membangunnya)—sebagaimana memang dimungkinkan oleh rezim hukum agraria nasional, yang memberlakukan asas “pemisahan horizontal”.
Dimana terhadap keberatan pihak penyewa, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi tanggal 24 Juli 2015 dan jawaban memori tanggal 12 Agustus 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa ternyata objek sengketa adalah milik Penggugat berdasarkan Sertipikat Hak Milik Nomor 620/Kelurahan Pekojan yang disewa oleh Tergugat; [Note SHIETRA & PARTNERS: Dalam dalil gugatan, Penggugat menyebut bahwa ‘objek gugatan’ adalah tanah dan bangunan diatasnya. Apakah kesimpulan Mahkamah Agung tidak terlampau dini?]
- Bahwa walaupun tidak ditentukan jangka waktu sewa berakhir, adalah patut dan adil sewa menyewa berakhir jika Penggugat mengakhiri sewa-menyewa karena ingin menikmati sendiri objek sengketa yang adalah milik Penggugat sendiri;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata bahwa putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: MAMAN KURNIAWAN tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: MAMAN KURNIAWAN Tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.