Pensiun Dini yang Terlampau Dini

LEGAL OPINION
Question: Kalau seperti SPG (sales promotion girl), staf marketing, pramugari, staf company relation, juru bicara dan representasi, tour guide, pembawa acara berita televisi dan reporter, atau profesi sejenis yang menjadikan kaum wanita muda sebagai pegawai, namun ketika sudah mulai berumur lebih tua, atau ketika postur tubuh menjadi agak berubah pasca melahirkan, apa bisa perusahaan memaksakan kehendak untuk memberhentikan pegawai wanita?
Brief Answer: Pensiun yang dipaksakan, tidak akan dapat terjadi sepanjang pekerja tidak setuju atas pensiun dini. Hubungan kerja tidak dapat dilandasi perjanjian kerja yang mencantumkan: “hanya bekerja hingga mencapai usia 35 tahun”—sebagai contoh. Yang dapat mengikat tempo waktu tertentu, hanyalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), tidak dapat berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).
Selama telah “demi hukum” berstatus pekerja tetap (PKWTT), maka usia pensiun antara pekerja pria dan pekerja wanita tidak dapat diberlakukan sistem diskriminasi, semisal pekerja wanita dipensiunkan karena faktor tubuhnya bukan karena faktor usia yang telah mencapai usia pensiun sebagaimana umumnya. Habis manis, tidaklah etis bila kemudian “sepah” dibuang.
PEMBAHASAN:
Perihal praktik diskriminasi “terselubung” perihal “masa pakai” seorang pekerja terkait gender, SHIETRA & PARTNERS akan menjadikan cerminan dunia maskapai penerbangan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 698 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 20 Oktober 2016, perkara antara:
- PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO) Tbk., sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- 33 orang pramugari, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Hubungan kerja antara Para Penggugat yang bekerja sebagai Awak Kabin Wanita PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk. dan Tergugat, diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2012-2014 yang telah didaftarkan pada Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial.
Pada Januari 2004, Unit Kerja Operation Cabin yang membawahi para Awak Kabin, mengedarkan atau membagi-bagikan Formulir Pengajuan Permohonan Perubahan Usia Pensiun Normal Awak Kabin Wanita dari usia 56 tahun menjadi 46 tahun dengan kop kepala surat berupa logo perusahaan Tergguat, dengan isi dan formatnya sudah baku, dibagikan di Iapangan pada saat para selaku Awak Kabin Wanita akan menjalankan tugas terbang atau telah selesai tugas terbang, sehingga Para Penggugat dikondisikan tinggal tanda-tangan saja.
Dengan cara tersebut Para Penggugat selaku Awak Kabin Wanita, merasa ada diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan, sehingga Para Penggugat sangat merasakan adanya tekanan/paksaan pada waktu itu atas tindakan Tergugat yang memanfaatkan keadaan atau waktu serta tempat yang tidak tepat. Sementara terhadap Awak Kabin Pria hingga saat ini sama sekali tidak diberikan Form Pengajuan Permohonan Perubahan Usia Pensiun Normal sebagaimana telah diberikan kepada Para Penggugat, sehingga nampak adanya diskriminasi gender dari Tergugat memperlakukan para pekerjanya.
Untuk itu para kru kabin wanita merujuk ketentuan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.”
Pasal 6 UU Ketenagakerjaan: “Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari Pengusaha.”
Inisiatif Tergugat untuk merubah Usia Pensiun Normal Awak Kabin Wanita dari usia 56 tahun menjadi 46 tahun, dinilai telah melanggar PKB periode 2012-2014 maupun PKB periode 2014-2016 yang telah sepakati antara Tergugat dan Serikat Karyawan PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. serta telah pula didaftarkan pada Kementerian Tenaga Kerja cq. Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial, yang dalam Pasal 57 PKB diatur bahwa Usia Pensiun Awak Kabin adalah pada usia 56 tahun.
Sementara itu berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial tertanggal 23 September 2014, tentang Pendaftaran Perjanjian Kerjasama, terdapat sebuah kaedah sebagai berikut:
“Menetapkan:
“Apabila Perjanjian Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam Amar Pertama dilakukan perubahan dan atau masa berlakunya sebagaimana dalam Amar kedua diperpanjang, harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan selanjutnya didaftarkan oleh Pengusaha pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi c.q. Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.”
Sebagaimana surat penetapan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial tersebut, maka Form Pengajuan Permohonan Perubahan Usia Pensiun Normal Awak Kabin Wanita dari usia 56 tahun menjadi 46 tahun, bukanlah murni kesepakatan kedua belah pihak, sehingga tidak dapat didaftarkan pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, demikian dalil Penggugat.
Berlanjut hingga upaya perundingan Tripartit, pada tanggal 23 Juli 2015  Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta menyampaikan surat Anjuran, dengan substansi:
1. Agar Pihak Perusahaan mengabulkan permohonan pembatalan usia pensiun yang diajukan oleh pekerja;
2. Agar Pekerja melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya;
3. Agar kedua belah pihak memberikan jawaban secara tertulis atas anjuran tersebut diatas selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat anjuran ini.”
Terhadap gugatan para pramugari, Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 236/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.JKT.PST., tanggal 7 Maret 2016, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang bahwa terhadap perselisihan tersebut Majelis Hakim memandang bahwa perselisihan antara Para Penggugat dengan Tergugat tersebut adalah termasuk dalam kategori perselisihan kepentingan karena menyangkut adanya perubahan terhadap syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. yaitu terhadap perubahan usia pensiun dari 56 tahun menjadi 46 tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa ‘Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama’;
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat telah melakukan tindakan perbedaan perlakuan terhadap usia pensiun bagi Awak Kabin Wanita / Pramugari dengan Awak Kabin Pria / Pramugara maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Konvensi ILO Nomor 111 tentang Diskriminasi Dalam Pekerjaan Dan Jabatan jo. Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Kesempatan dan Perlakuan Yang Sama maka dapat disimpulkan Tergugat telah melakukan tindakan diskriminasi yaitu membeda-bedakan perlakuan terhadap jenis kelamin dalam pekerjaan yang sama;
“Menimbang, bahwa terhadap tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Tergugat tersebut ternyata sejalan dengan Bukti P – 28, Bukti P – 29, Bukti P – 30, Bukti P – 31, Bukti P – 37, Bukti T – 35, Bukti T – 36 dan Bukti T – 37 berupa surat yang diterbitkan baik oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara RI yang ditujukan kepada Direksi PT. Garuda Indonesia dan Dewan Komisaris PT. Garuda Indonesia yang pada pokoknya menyatakan bahwa memang benar telah terjadi tindakan Diskriminasi terhadap usia pensiun bagi Awak Kabin Wanita di PT. Garuda Indonesia/Tergugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa terbukti benar Tergugat telah melakukan tindakan diskriminasi terhadap Awak Kabin Wanita / Pramugari atau Para Penggugat;
“Menimbang, bahwa tindakan Tergugat selaku Pengusaha yang memberikan / membagikan Formulir pengajuan Permohonan Perubahan Usia Pensiun Normal Awak Kabin Wanita PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk., dari usia 56 tahun menjadi 46 tahun untuk diisi dan ditandatangani dan dikembalikan kepada Tergugat yang mana patut diketahui bahwa usia pensiun Awak Kabin Normal adalah 56 tahun maka tindakan Tergugat tersebut adalah merupakan tindakan yang tidak menjaga komitmen / kesepakatan yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk.;
“Menimbang, bahwa oleh karena pengajuan Formulir Permohonan Perubahan Usia Pensiun Normal Awak Kabin Wanita PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk., dari usia 56 tahun menjadi 46 tahun yang diberikan oleh Tergugat kepada Para Penggugat adalah tidak sesuai dengan ketentuan yang ada dalam PKB, maka Majelis Hakim berkesimpulan bahwa Formulir pengajuan Permohonan Perubahan Usia Pensiun Normal Awak Kabin Wanita yang diajukan oleh PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk. tersebut adalah jelas bertentangan dengan ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk.;
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Periode 2012-2014 dan Periode 2014-2016;
3. Menyatakan ketentuan Perubahan Usia Pesiun Normal Awak Kabin Wanita PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk, dari usia 56 menjadi 46 tahun yang diberikan oleh Tergugat sebagaimana form pengajuan Permohonan Perubahan Usia Pensiun Normal Awak Kabin Wanita PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dari usia 56 menjadi 46 tahun adalah bertentangan dengan ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Periode 2012-2014 dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Periode 2014-2016;
4. Menyatakan Form ketentuan Usia Pensiun Normal Awak Kabin Wanita PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk dari usia 56 menjadi 46 tahun yang dibuat dan ditandatangani oleh Para Penggugat yang diserahkan kepada Tergugat atas nama: ... dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum serta tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi Para Pihak yang membuatnya;
5. Menyatakan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Periode 2012-2014 sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Nomor KEP. 165/PHIJSK-PPKAD/PKB1X12012 tanggal 15 Oktober 2012 Tentang Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama, dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Periode 2014-2016, sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Nomor KEP. 151/PHIJSK-PPKAD /PKB/IX/2014 tanggal 23 September 2014 tentang Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama sebagai dasar hukum yang sah dan mengikat bagi Para Penggugat dan Tergugat;
6. Menolak gugatan Para Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Fakta hukum yang tidak terbantahkan dari kronologi kasus diatas, inisiatif untuk merubah usia pensiun awak kabin wanita bersumber dari pihak maskapai, dimana pihak maskapai tahu dengan jelas bahwa usia para awak kabin wanitanya masih jauh dari usia pensiun yang telah disepakati dalam PKB. Itikad apakah yang ada dibalik motif pembentukkan form baku pensiun dini tersebut? Itulah sebabnya PHI menghukum pihak maskapai. Namun, bukan berarti pihak Penggugat tidak memiliki kontribusi kesalahan. Terdapat sebuah moral hazard bila putusan PHI dipertahankan, sebagaimana akan kita jumpai dalam amar putusan tingkat kasasi.
Perusahaan maskapai mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatannya bahwa pemilihan untuk pensiun di usia 46 tahun oleh Para Penggugat adalah merupakan keputusan dan pilihan Para Penggugat, tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Namun ternyata pada Tahun 2015 Para Penggugat mengajukan keberatan atas pilihan mereka sendiri untuk pensiun di usia 46 tahun, dan menuntut untuk dikembalikan ke usia pensiun 56 tahun. Patut dipertanyakan itikad dari Para Termohon Kasasi tersebut karena:
a. Pada saat memilih pensiun di usia 46 tahun, Para Penggugat mengetahui bahwa Tergugat telah menetapkan bahwa usia pensiun seluruh awak kabin baik perempuan maupun laki-laki adalah 56 tahun—sehingga dengan menanda-tangani form pensiun dini, Para Penggugat dimaknai melepaskan status pekerjanya; dan
b. Selama kurang lebih 10 tahun Para Penggugat bekerja, maka telah pula mengetahui usia pensiun normal seluruh awak kabin baik perempuan maupun laki-laki adalah 56 tahun, namun Para Termohon Kasasi tidak mengajukan keberatan dengan tetap menanda-tangani form pensiun dini.
Tergugat kemudian merujuk ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang memiliki pengaturan:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah sesuai dengan undang–undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.”
Berdasarkan kaedah normatif tersebut, penanda-tanganan dimaknai sebagai kesepakatan yang telah sesuai dengan yarat sah perjanjian Pasal 1320 KUHPerdata, maka patut bagi para pihak untuk tunduk terhadap formulir perubahan usia pensiun. Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 8 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 26 April 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa penawaran usia pensiun 46 tahun bagi awak kabin yang menyimpang dari 56 tahun dan surat permohonan pensiun Para Penggugat telah dilakukan sesuai dengan tata aturan yang ada, dan telah disampaikan kepada seluruh awak kabin perusahaan secara terbuka;
- Bahwa permohonan yang ditanda-tangani oleh Para Penggugat untuk pensiun umur 46 tahun menyimpang dari ketentuan 56 tahun, merupakan pilihan Para Penggugat dan tidak dapat dikwalifisir sebagai tindakan diskriminasi dan tidak bertentangan dengan Konvensi ILO 111;
- Bahwa oleh karena tidak dapat dibuktikan adanya penyalah-gunaan keadaan oleh Tergugat, maka permohonan Para Penggugat tersebut sah dan mengikat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: PT. GARUDA Indonesia (PERSERO), Tbk. tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 236/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.JKT.PST., tanggal 7 Maret 2016 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
- Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. GARUDA INDONESIA (PERSERO) Tbk, tersebut;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 236/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.JKT.PST., tanggal 7 Maret 2016;
“MENGADILI SENDIRI:
- Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.