KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Pemberi Personal Guarantee dapat Dipailitkan

LEGAL OPINION
Question: Pemegang saham yang dulu angkat saya jadi direktur, kini meminta saya untuk tanda-tangan personal guarantee karena saat ini perseroan sedang dalam proses ikatan kredit dengan sebuah perbankan. Susah untuk menolak, karena bila dianggap membangkang, jabatan saya bisa dicopot nanti. Apa resikonya?
Brief Answer: Jangan pernah bersedia untuk dipaksa menanda-tangani Akta Jaminan Perseorangan (borghtoch), kecuali bila perusahaan yang menjadi debitor ialah perusahaan milik Anda sendiri, mengingat resiko dibalik pemberian Jaminan Personal demikian, dapat dipailitkan bersama dengan debitor yang dijamin, bila debitor gagal bayar hutangnya. Konsekuensi yang telah terbukti dari resiko dibalik personal guarantee, yang perlu menjadi pertimbangan paling utama.
Hal kedua yang perlu dipahami, ketika Anda telah tidak lagi menjabat sebagai direksi perseroan tersebut, maka perikatan Jaminan Personal tetap akan mengikat Anda selaku individu pribadi pemberi Jaminan Personal.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi konkret, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa kepailitan register Nomor 212 K/Pdt.Sus-Pailit/2015 tanggal 1 April 2015, perkara antara:
- ARIFIN, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Termohon Pailit; melawan
- PT. BANK MAYAPADA INTERNASIONAL, Tbk., selaku Termohon Kasasi dahulu Pemohon Pailit.
Termohon Pailit berdasarkan Akta Hutang tertanggal 13 November 2013, telah menerima pinjaman / hutang dari Pemohon Pailit untuk tambahan modal kerja sebesar Rp10.500.000.000,00. Selain memiliki hutang pribadi kepada Pemohon Pailit, Termohon Pailit juga mempunyai hutang kepada Pemohon Pailit berdasarkan Akta Jaminan Pribadi (Borgtocht) tertanggal 28 September 2012, dimana Termohon Pailit merupakan penjamin dari PT. Mitra Usaha Cemerlang, yang telah menerima pinjaman/hutang dari Pemohon Pailit untuk modal kerja berdasarkan Surat Hutang tertanggal 28 September 2012, dengan jumlah pinjaman sebesar Rp200.000.000.000,00.
Berdasarkan Akta Jaminan Pribadi (Borgtocht) tersebut, Termohon Pailit sebagai Penjamin telah melepaskan semua hak istimewa dan wewenang yang dimilikinya berdasarkan undang-undang, sebagaimana terkutip sebagai berikut:
“Bahwa pengikatan sebagai Penjamin tersebut dilakukan dengan melepaskan semua hak istimewa dan wewenang yang pada umumnya diberikan kepada Penjamin oleh undang-undang, khususnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia sebagai berikut:
a. Pasal 1831 dan Pasal 1833, yaitu hak untuk meminta Kreditur, agar harta kekayaan Debitur disita dan dijual terlebih dahulu, untuk membayar semua kewajiban yang harus dipenuhi oleh Debitur;
b. Pasal 1837, yaitu hak untuk meminta Kreditur agar membagi hutang tersebut diantara penjamin;
c. Pasal 1430, Pasal 1843, Pasal 1847, Pasal 1848 dan Pasal 1849, yaitu hak-hak lain yang dapat membatalkan kewajiban Penjamin.”
Dengan demikian, Termohon Pailit sebagai Penjamin PT. Mitra Usaha Cemerlang, bertanggung jawab hingga sejauh semua harta kekayaan pribadinya, untuk menjamin pelunasan semua kewajiban yang harus dibayar oleh PT. Mitra Usaha Cemerlang kepada Pemohon Pailit, baik berupa hutang pokok, bunga, provisi, denda dan biaya Iainnya / pembayaran apapun juga.
Ternyata hingga saat ini, Termohon Pailit dan/atau PT. Mitra Usaha Cemerlang belum membayar biaya provisi dan bunga fasilitas kredit yang telah jatuh tempo total sebesar Rp12.128.769.799,00. Pemohon Pailit telah berulang-kali memperingatkan Termohon Pailit dan/atau PT. Mitra Usaha Cemerlang, selain memiliki pinjaman / hutang pribadi kepada Pemohon Pailit. Termohon Pailit juga memiliki tanggung-jawab yang bersumber dari Akta Jaminan Pribadi (Borgtocht).
Termohon Pailit mempunyai Kreditur lain selain Pemohon Pailit, oleh karena itu unsur “adanya dua atau lebih Kreditur” sebagaimana disyaratkan norma Kepailitan, telah terpenuhi. Bunyi selengkapnya kaedah Pasal 2 Ayat (1) tentang Kepailitan:
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya.”
Pasal 8 Ayat (4) UU No. 37 Tahun 2004, mengatur pula:
“Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”
Terhadap permohonan pernyataan pailit, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 49/PDT.SUS/PAILIT/2014/PN.NIAGA. JKT.PST, tanggal 29 Januari 2015, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa persyaratan mempunyai dua Kreditor atau lebih mempunyai arti bahwa permohonan pailit hanya dapat dikabulkan apabila Debitor mempunyai dua atau lebih Kreditor, hal ini berarti apabila Debitor mempunyai seorang Kreditor saja, maka tidak dapat dijatuhkan putusan pailit;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan yaitu dari dalil-dalil Pemohon yang ternyata dibantah oleh Termohon bahwa benar Termohon Pailit ada memiliki utang kepada Pemohon Pailit sebesar Rp10.500.000.000,00 (sepuluh miliar lima ratus juta rupiah) yang belum terbayarkan oleh Termohon/Debitor, hal ini dapat diketahui dan dibuktikan dengan adanya bukti P-1 yaitu Surat Pengakuan Hutang Nomor 20 tanggal 13 November 2013 atas nama Arifin dan P-2 yaitu Surat Hutang Nomor 104 tanggal 28 September 2012 atas nama PT. Mitra Usaha Cemerlang serta P-3 yaitu Akta Jaminan Pribadi (Borgtocht) Nomor 107 tanggal 28 September 2012 atas nama Arifin;
“Menimbang, bahwa disamping memilki utang/kewajiban kepada Pemohon Pailit, ternyata berdasarkan bukti P-8a sampai dengan P-8e Termohon Pailit juga memiliki utang / kewajiban kepada Kreditur lain, yaitu: a. PT. Bank ... ;
“Menimbang, bahwa meskipun bukti-bukti Pemohon tersebut, adalah berupa print out dari data informasi keuangan Termohon Pailit yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia tanggal 28 November 2014, ternyata hal itu membuktikan adanya hutang Termohon Pailit kepada Bank-Bank tersebut, yang di persidangan tidak dibuktikan oleh Termohon Pailit bahwa ia tidak mempunyai hutang-hutang tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka unsur Debitur mempunyai dua atau lebih Kreditur telah terpenuhi;
MENGADILI :
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon Pailit untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Termohon Pailit / Arifin, Warga Negara Indonesia, beralamat tinggal di Jakarta, beralamat di ... , Pailit dengan segala akibat hukumnya.”
Sang pemberi Jaminan Personal mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi yang diterima pada tanggal 4 Februari 2015 dan kontra memori kasasi yang diterima pada tanggal 12 Februari 2015 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, ternyata Judex Facti Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Judex Facti telah tepat dan benar dalam pertimbangan hukumnya karena menurut hukum, telah terpenuhi persyaratan dapat dijatuhkan pailit dengan adanya lebih dari satu Kreditor dan adanya hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 49/PDT.SUS/PAILIT/2014/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 23 Januari 2015 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: ARIFIN tersebut, harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ARIFIN tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.