Mengundurkan Diri saat Usia Pensiun, Tetap Berhak Pesangon

LEGAL OPINION
Question: Sebagai pegawai swasta, meski konon tidak ada aturan hukum tentang batas usia pensiun seorang pekerja seperti pegawai negeri sipil, sebagai pekerja yang setiap hari harus bekerja di lapangan dengan usia yang sudah lebih dari 57 tahun, rasanya tubuh ini sudah tidak memungkinkan. Dipaksakan sekalipun, nanti justru akan membuat kecelakaan kerja.
Namun perusahaan belum mau mau mempensiunkan. Kalau buruh mengundurkan diri, bisa-bisa tidak dapat apa-apa. Rasanya, seperti dijebak dan terjebak perangkap yang memang sengaja dirancang by design seperti itu bagi para pekerja yang sudah lanjut usia.
Brief Answer: Khusus untuk Pekerja / Buruh swasa yang telah mencapai usia pensiun, dapat mengundurkan diri dengan tetap berhak atas pesangon. Itulah salah satu keistimewaan alias perlindungan hukum bagi seorang tenaga-kerja yang telah memasuki usia pensiun—sebagai suatu jaring pengaman (satefy nett). Kaedah normatif demikian bukanlah kaedah peraturan perundang-undangan, namun kaedah yang dibentuk berdasarkan praktik peradilan (preseden).
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi konkret yang dapat SHIETRA & PARTNERS angkat, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 892 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 26 Oktober 2016, perkara antara:
- PT. BETON INDOTAMA SURYA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- DJOKO MARIYANTO, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat telah bekerja pada Tergugat semenjak tahun 1991, dan baru diangkat sebagai Pekerja Tetap dengan gaji bulanan pada tahun 1995. Penggugat pada tanggal 30 Mei 2014 membuat Surat Pengunduran Diri dari perusahaan Tergugat, yang isinya pengunduran diri Penggugat tersebut efektif terhitung sejak tanggal 1 Juni 2014.
Atetapi Tergugat sama sekali tidak memberikan hak-hak Penggugat sebagai pekerja/buruh yang bekerja kepada Tergugat selaku Pemberi Kerja, berupa hak uang pensiun pada saat Penggugat tepat berusia 55 tahun, yang besarnya sesuai ketentuan Pasal 167 ayat (5) juncto Pasal 156 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Saat Penggugat mencapai usia 55 tahun pada tahun 2010, Tergugat justru tetap mempekerjakan Penggugat sehingga akibatnya timbul permasalahan-permasalahan yang terjadi pada tahun 2014 yang seharusnya tidak perlu dipersoalkan dan patut untuk dimaklumi oleh Tergugat, oleh karena pada saat timbulnya permasalahan tersebut usia penggugat nyata-nyata telah memasuki usia pensiun.
Oleh karena Tergugat tidak memberikan sama sekali hak-hak Penggugat, maka Penggugat menyampaikan Surat Permintaan Perundingan kepada Tergugat melalui Pjs. Ka. Dept.Umum & Personalia Tergugat, namun berujung: “belum ada titik temu / kesepakatan antara pihak pengusaha dan pekerja soal perhitungan tali asih yang akan diberikan.”
Selama dalam hubungan ketenagakerjaan antara Penggugat dengan Tergugat di perusahaan milik Tergugat; Penggugat sama sekali tidak pernah diberitahu dan diberikan naskah Peraturan Perusahaan oleh Tergugat, mengakibatkan Penggugat tidak mengetahui hak dan kewajiban Penggugat sebagai pekerja/buruh yang bekerja.
Tanggal 23 Juni 2014, Penggugat menyampaikan Surat Permohonan Pencatatan Perselisihan Hubungan Kerja kepada Dinas Tenaga kerja Pemerintah Kota Surabaya dan telah diterbitkan Anjuran Mediator Hubungan Industrial tertanggal 29 Mei 2015:
Menganjurkan: Agar pihak perusahaan memberikan uang pisah kepada pekerja sebesar 15 % (lima belas perseratus) dari upah 14 (empat belas) bulan, sebagai berikut: 15% x 14 x Rp2.250.000,00 = Rp4.725.000,00 (empat juta tujuh ratus dua puluh lima ribu rupiah).”—Note SHIETRA & PARTNERS: Bahkan Disnaker dengan sadistik hanya merekomendasi kompensasi berupa Uang Pisah semata, sebagaimana bunyi undang-undang yang ‘kering’.]
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Surabaya kemudian menjatuhkan putusan Nomor 98/G/2015/PHI.Sby tanggal 14 Desember 2015, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa namun demikian, berkaitan dengan petitum gugatan Penggugat angka 4, mengingat masa kerja Penggugat sudah 23 tahun 4 bulan (vide bukti P-2 yang identik dengan vide bukti T-8) dan usia Penggugat telah mencapai 59 tahun (vide bukti P-1) serta asal muasal kronologis dari terjadinya surat pengunduran diri Penggugat, yaitu seirng tidak masuk kerja dikarenakan usia Penggugat sebagaimana vide bukti T-1, T-2, T-3, T-4, T-5, dan T-6, maka berdasarkan rasa keadilan Majelis Hakim berpendapat selain mendapatkan hak-hak atas pengunduran diri, Penggugat juga selayaknya mendapatkan uang pesangon sebesar 1 (satu) kali Pasal 156 Ayat (2), Uang Penghargaan Masa Kerja sebagaimana Pasal 156 Ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sebagaimana Pasal 156 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan jumlah total sebesar Rp43.987.500,00 (empat puluh tiga juta sembilan ratus delapan puluh tujuh ribu lima ratus Rupiah) dengan perincian sebagai berikut: ...;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara;
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat terputus terhitung sejak tanggal 1 Juni 2014;
3. Menyatakan Surat Pengunduran diri Penggugat tanggal 30 Mei 2014 adalah sah secara hukum;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar hak–hak atas putusnya hubungan kerja kepada Penggugat berupa, Uang Penggantian Hak sebagaimana Pasal 156 ayat (4) Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sebesar Rp5.737.500,00 (lima juta tujuh ratus tiga puluh tujuh ribu lima ratus Rupiah) dan Uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali Pasal 156 ayat (2), Uang Penghargaan masa kerja sebagaimana Pasal 156 ayat (3) dan Uang Penggantian Hak sebagaimana Pasal 156 ayat (4) Undang–Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan jumlah total sebesar Rp43.987.500,00 (empat puluh tiga juta sembilan ratus delapan puluh tujuh ribu lima ratus Rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa berdasarkan ketentuan Peraturan Perusahaan terkait dengan Pekerja atau Buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, hanya memperoleh uang pisah sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 atau sesuai kebijaksanaan perusahaan.
Dengan demikian, terkait dengan pengunduran diri dari Penggugat, maka Penggugat hanya berhak untuk mendapatkan Uang Pisah yang mana besarannya tersebut sesuai dengan Peraturan Perusahaan yang telah disahkan tersebut.
Oleh karenanya, Penggugat tidak berhak lagi memperoleh uang pesangon, uang penghargaan masa kerja maupun uang penggantian hak, melainkan hanya uang pisah saja. Dimana terhadap dalil-dalil pihak Pengusaha, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi dan Kontra Memori Kasasi tanggal 4 April 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa mengingat masa kerja Termohon Kasasi sudah mencapai 23 tahun dan 4 bulan dimana usia Termohon Kasasi telah mencapai 59 tahun (bukti P.1 dan P.2) dan Termohon Kasasi mengajukan pengunduran diri karena itu Termohon Kasasi sering tidak masuk. Maka itu berdasarkan keadilan selayaknya Termohon Kasasi dapat diberikan uang pesangon sebesar 1 (satu) kali Pasal 156 ayat (2) dan uang penggantian masa kerja sebagaimana Pasal 156 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang bahwa terlepas dari pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Surabaya harus diperbaiki sepanjang mengenai Uang Penggantian Hak (UPH) tidak diberikan lagi karena sudah masuk dalam hitungan pesangon dan amar putusan.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. BETON INDOTAMA SURYA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
1. Menolak Permohonan Kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. BETON INDOTAMA SURYA tersebut;
2. Memperbaiki amar putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 98/G/2015/PHI.Sby tanggal 14 Desember 2015, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2) Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat terputus terhitung sejak tanggal 1 Juni 2014;
3) Menyatakan Surat Pengunduran diri Penggugat tanggal 30 Mei 2014 adalah sah secara hukum;
4) Menghukum Tergugat membayar hak–hak atas putusnya hubungan kerja kepada Penggugat berupa uang Pesangon sebesar 1 (satu) kali Pasal 156 ayat (2), uang Penghargaan masa kerja sebagaimana Pasal 156 ayat (3), dan uang Penggantian Hak sebagaimana Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar Rp5.737.500,00 (lima juta tujuh ratus tiga puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) dengan jumlah total sebesar Rp43.987.500,00 (empat puluh tiga juta sembilan ratus delapan puluh tujuh ribu lima ratus rupiah);
5) Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.