Kemelut Sengketa Tanah, Kian Berlarut Kian Kusut

LEGAL OPINION
Question: Ada developer yang menyerobot tanah kapling milik keluarga kami. Ditegur dan diperingatkan, mereka tetap saja membangun diatas tanah kami meski tanpa izin dari yang punya tanah. Tidak ada cara lain, selain digugat itu si penyerobot?
Brief Answer: Bila memang memiliki dasar kepemilikan yang kuat, semakin cepat semakin baik. Bila sampai tanah kemudian dibangun rumah dan dihuni berbagai pihak ketiga lewat peralihan hak, maka masalah dapat menjadi semakin kompleks, sebab praktik di peradilan hingga ke Mahkamah Agung RI, masih sangat inefisien dalam hal prosedur hukum acara dan teknikalisasi format gugatan.
Betul bahwa pihak yang sedang bersengketa dengan pemilik tanah adalah satu orang developer tersebut, sehingga bila pihak developer dinyatakan sebagai pihak yang beritikad buruk dan dikalahkan, maka sejatinya setiap penghuni / pembeli rumah dari developer turut tidak memiliki hak atas tanah tersebut—dan dapat dibuatkan rumusannya dalam petitum gugatan.
Namun khusus untuk konteks perkara dengan karakter semacam ini, praktik di Mahkamah Agung dan peradilan Indonesia masih belum rasional, sehingga mengatasi masalah pertanahan, sedini mungkin semakin baik. Itulah postulat paling utama sengketa pertanahan. Semakin larut, semakin kusut. Semakin diantisipasi dan dimitigasi, semakin baik.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi yang dapat menjadi cerminan konkret, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 1566 K/Pdt/2015 tanggal 23 Oktober 2015, perkara antara:
- AHJA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
1. PT CIKAL BUANA PERSADA; 2. PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA cq. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PUSAT cq KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KANTOR WILAYAH JAWA BARAT cq. KEPALA KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KABUPATEN SUBANG, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Tergugat; dan:
1. PUPUNG; 2. ADI; 3. TEDI; 4. SANTI; 5. NOVI; 6. IRPAN; 7. DIDIN; 8. ENJANG, selaku Para Turut Termohon Kasasi dahulu Para Turut Tergugat.
Penggugat adalah pemilik sah atas sebidang tanah sawah seluas 4.530 M² tercatat dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1623 atas nama Ahya. Pada tahun 2011, sebagian (± 272 M².) tanah milik Penggugat sebagaimana tercatat dalam SHM No. 1623 (bagian selatan) telah terbawa/terpakai pembangunan perumahan yang dikenal sebagai komplek Perumahan Graha Kencana yang dikembangkan oleh PT. Cikal Buana Persada (Tergugat I), meski Penggugat telah meyampaikan surat permohonan penghentian sementara pekerjaan kepada Tergugat, sebelum diketahui pasti batas tanah yang sebenarnya. Akan tetapi Tergugat tetap memaksakan memakai dengan melawan hak dan meneruskan pembangunan perumahan.
Penggugat kemudian memohon kepada Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Subang (Tergugat II) untuk melakukan pengukuran batas-batas tanah sesuai dengan SHM No. 1623. Akan tetapi Tergugat II justru menyarankan untuk mengganti tanah yang terpakai oleh perumahan, yakni berupa tanah Jalan Raya yang merupakan tanah Negara yang berada disebelah utara tanah sawah milik Penggugat, dengan sarat gambar situasi dalam SHM No. 1623 diganti/dirubah.
Namun Penggugat kemudian menyatakan tidak bersedia menguasai tanah hak orang lain (dalam hal ini tanah Negara). Jalan raya tersebut sudah ada jauh sebelum terbitnya SHM No.1623. Bahwa pada saat pengukuran yang keempat kalinya, ternyata batas tanah milik Penggugat berada di tengah bangunan rumah (perumahan) yang saat ini sebagian telah diisi (dihuni) oleh Turut Tergugat, sedangkan yang lainnya belum ada penghuninya (masih kosong).
Pada dasarnya Penggugat menghendaki tanah sawah hak milik Penggugat dikembalikan sesuai dengan SHM No. 1623 (gambar situasi), yaitu seluas 4.530 M². Akan tetapi hal tersebut tidak mendapat perhatian dari Para Tergugat (Tergugat I dan Tergugat II).
Perbuatan Tergugat I yang menguasai sebagian tanah milik Penggugat dengan melawan hak, maupun perbuatan Tergugat II yang memerintahkan agar Penggugat menguasai tanah Negara (jalan raya) sebagai pengganti tanah Penggugat yang terpakai oleh Pembangunan Perumahan yang dikembangkan oleh Tergugat I, dapat dikualifikasi sebagai perbuatan melawan hukum. Oleh karenanya Penggugat menuntut agar Tergugat I dihukum untuk mengembalikan tanah milik Penggugat yang telah terpakai oleh pembangunan perumahan seluas ± 272 M².
Perbuatan Tergugat I yang telah memakai (merebut) sebagian tanah milik Penggugat dengan melawan hak, juga jelas-jelas telah menimbulkan kerugian yang diderita Penggugat, karena hasil panen atas tanah sawah tersebut telah berkurang untuk setiap musim panennya. Oleh karenanya cukup beralasan apabila Penggugat menuntut ganti rugi atas hasil panen kepada Tergugat I.
Sementara pihak Tergugat dalam sanggahannya menyebutkan, Penggugat seharusnya selain menggugat Tergugat I dan Tergugat II, harus juga menggugat pihak Notaris yang menerbitkan Surat Pelepasan Hak dari masyarakat kepada pihak PT. Cikal Buana Persada, dan pula harus menggugat pula Kepala Desa Soklat yang memperlancar dan membuat berbagai warkah tanah atas nama masyarakat pada waktu membuat Sertipikat Hak Guna Bangunan atas nama PT. Cikal Buana Persada dan harus menggugat pula Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Barat yang menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan untuk atas nama PT. Cikal Buana Persada, dengan demikian gugatan Penggugat kekurangan pihak.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Subang kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 28/Pdt.G/2013/PN Sbg., tanggal 28 Mei 2014, dengan amar sebagai berikut:
“Menimbang, pihak yang ditarik sebagai Tergugat/Turut Tergugat tidak lengkap dikarenakan adanya pihak lain yang secara nyata menguasai dan turut berkepentingan atas obyek sengketa berupa bangunan rumah don tonah yang tidak dijadikan sebagai pihak;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.”
Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa yang namanya komplek perumahan sering terjadi ganti-ganti penghuni, entah dengan jalan sewa, kontrak ataupun over kredit, sehingga timbul pertanyaan: sampai kapan Penggugat bisa mendapatkan keadilan atas tanah Penggugat yang terenggut oIeh pembangunan perumahan yang dikembangkan oleh Tergugat I, kalau dalam gugatan harus merubah dan selalu merubah (memperbaiki) surat gugatan?
Permasalahan tersebut telah timbul/sejak tahun 2011, yang pada saat itu tanah tersebut masih kosong (belum dibangun perumahan) sedangkan pada saat surat gugatan dibuat yaitu pada tanggal 9 Oktober 2013. Padahal Penggugat telah membuat tuntutan dalam gugatannya dengan rumusan sebagai berikut: ‘Menghukum Tergugat I dan/atau siapa saja yang mendapat hak darinya untuk mengembalikan tanah milik Penggugat yang terpakai pembangunan perumahan yang dikembangkon oleh PT Cikal Buana Persada (Tergugat I) seluas ± 272 M² dalam keadaan kosong dan bebas dari segala akibat hukumnya.’
Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Negeri Subang bisa menimbulkan akibat orang (pihak ketiga) yang telah melakukan kesalahan menjadi merasa dibenarkan, dan dapat berakibat bagi Tergugat I menjadi besar kepala, karena merasa mendapat dukungan ataupun merasa dilindungi oleh Putusan Pengadilan. Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung secara sumir membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara seksama memori kasasi dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Bandung tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa dari pemeriksaan persidangan setempat yang dilakukan Majelis Hakim ternyata di dalam lokasi tanah objek sengketa terdapat banyak rumahrumah yang telah dibangun dan ditempati oleh pemiliknya (sekitar 12 rumah), sedangkan mereka itu tidak ikut digugat dalam surat gugatan Penggugat, oleh karenanya gugatan Penggugat kurang pihak;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti / Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi AHJA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi AHJA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.