Implementasi Vicarious Liability Pidana Perusakan Lingkungan Hidup

LEGAL OPINION
Sengaja Merusak Ekosistem, Pengusaha Kebun Sawit Dipidana
Question: Jika pohon-pohon perkebunan yang sudah tua dan sudah tidak produktif, hendak ditanam baru pohon baru, tapi dengan cara membakar ladang kebun yang sudah tua itu, apa ada ancaman pidana yang mungkin dapat terjadi? Membakar pohon tua akan mengembalikan kesuburan tanah, disamping cara paling murah untuk land clearing.
Brief Answer: Dipidana dengan sebagai delik merusak lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup, sekalipun lahan tersebut masuk dalam teritori Sertifikat Hak Guna Usaha milik sang pengusaha kebun.
Dua hal yang coba dilindungi oleh undang-undang tersebut, yakni: ekosistem seperti gambut, kedua ialah perihal asap yang dapat mengganggu kesehatan dan aktivitas warga bahkan bersifat lintas batas, sehingga biaya sosial dan politisnya amat sangat destruktif.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi konkret, dapat dijumpai dalam putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru, perkara pidana lingkungan hidup register Nomor 186/PID.SUS/2015/PT.PBR tanggal 08 Desember 2015, dimana Terdakwa didakwa karena didalam kedudukannya sebagai orang yang memberi perintah atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut, dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 98 ayat (1) jo. Pasal 116 Ayat (1) huruf b UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
PT. Jatimjaya Perkasa adalah badan usaha yang berdiri sejak tanggal 30 September tahun 1994, yang bergerak dibidang perkebunan kelapa sawit. Terdakwa bekerja di PT. Jatimjaya Perkasa sejak tanggal 7 Novemeber 2011 dengan jabatan sebagai Asisten Kepala Kebun Sei Rokan yang bertugas menangani usaha perkebunan pada Estate Sei Rokan, menjalankan operasional (program kerja harian/bulanan) hingga pelaporan realisasi pekerjaan di area Sei Rokan.
Terdakwa bertanggung-jawab atas pekerjaannya tersebut kepada saksi Rinson Sembiring (atasan terdakwa yang menjabat sebagai Manager di PT. Jatimjaya Perkasa). Struktur organisasi PT. Jatimjaya Perkasa, antara lain: H. Zainal Abidin Zen sebagai Direktur Utama, Halim Gozali, SE sebagai Direktur, Komisaris dijabat oleh Iskandar Hasan, komisaris Yosua Irawan Lau.
Pada bulan Juni 2013, terjadi kebakaran di lokasi inti PT. Jatimjaya Perkasa seluas 120 Ha, lokasi yang terbakar tersebut merupakan areal yang sudah ditanam dan tanaman sisipan yang merupakan sawit yang berkualitas tidak baik. Areal yang terbakar didominasi oleh log-log besar dan tanaman sawit, tanaman sawit yang terbakar tersebut adalah sawit kurang produktif.
Terdeteksi terjadi titik-titik panas (hotspot) yang terjadi dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2014. Dari kurun waktu tersebut menunjukan terjadi kebakaran yang berulang kali di lahan PT. Jatimjaya Perkasa dan tidak ditemukan peralatan seperti robin, menara api, maupun mobil pemadam kebakaran di area yang terbakar. Areal yang terbakar tersebut, masuk dalam rencana kerja tahunan PT. Jatimjaya Perkasa yang akan dilakukan tanaman ulang (re planting) terhadap sawit yang kurang produktif.
Terdakwa selaku Asisten Kepala Kebun Sei Rokan merupakan orang yang bertanggung-jawab terhadap lahan yang terbakar. Kerusakan tanah gambut ditengarai berawal dari kegiatan pembangunan kanal air, sehingga menyebabkan tanah gambut menjadi kering karena air gambut mengalir jatuh ke kanal. Pengeringkan (didapat dari unsur) tanah gambut ini dapat menyebabkan terjadinya subsiden dan tanah akan mudah terbakar.
Dalam Dakwaan Subsidair, Terdakwa didakwa karena didalam kedudukannya sebagai orang yang memberi perintah atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut, karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 99 ayat (1) jo. Pasal 116 ayat (1) huruf b UU No. 32 tahun 2009. Sementara dalam Dakwaan Alternatif Kedua, Terdakwa didakwa karena telah membakar lahan.
Terhadap tuntutan Jaksa, Pengadilan Negeri Rokan Hilir kemudian menjatuhkan Putusan tanggal 12 Agustus 2015 Nomor 72/Pid.Sus/2015/PN.Rhl, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Menyatakan Terdakwa KOSMAN VITONI IMMANUEL SIBORO tersebut diatas, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan kesatu primair;
2. Membebaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari dakwaan kesatu primair tersebut;
3. Menyatakan Terdakwa KOSMAN VITONI IMMANUEL SIBORA tersebut diatas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘orang bertindak sebagai pemimpin kegiatan karena kelalaiannya melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup’ sebagaimana dalam dakwaan kesatu Subsider;
4. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sejumlah Rp. 1.000.000.000 (Satu Milyar Rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan;
5. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
Baik pihak Jaksa Penuntut maupun dari pihak Terdakwa, mengajukan upaya hukum banding, dimana terhadapnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi tidak sependapat dengan pertimbangan Pengadilan Tingkat Pertama yang menyatakan bahwa Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan kesatu primair, namun terbukti pada dakwaan kesatu subsidair dengan alasan pertimbangan sebagai berikut;
“Bahwa pertama-tama Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mempertimbangkan dakwaan pertama primair dimana Terdakwa Kosman Vitoni Immanuel Siboro didakwa melanggar pasal 98 ayat (1) pasal 116 ayat (1) huruf b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
“Menimbang, bahwa unsur-unsur dari Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah terdiri dari:
1. Setiap orang;
2. Dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
“Dan Pasal 116 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 unsur-unsur terdiri dari:
- Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh untuk atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:
a. Badan Usaha dan/atau;
b. Orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut;
“Menimbang, bahwa selain alat bukti yang sah dalam tuntutan pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam pasal 96 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 diperlukan pula bukti Ilmiah yang bertujuan menambah keyakinan Hakim dan memberikan panduan bagi Hakim dalam menilai suatu alat bukti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Ahli prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr, yang pada pokoknya menerangkan di bawah sumpah;
- Bahwa Ahli pernah melakukan kunjungan langsung kelokasi tempat terjadinya kebakaran lahan di PT. JJP pada tanggal 6 Nopember 2013 dalam rangka verifikasi lapangan dan pengambilan sample indicator terjadinya kebakaran;
- Bahwa menurut data ahli yaitu peta kerja perusakan, peta lokasi terjadinya kebakaran perusaan dan data hotspot lahan PT. JJP yang terbakar adalah seluas lebih kurang 1000 Ha (seribu hektar) dan bukan hanya seluas lebih kurang 120 Ha sesuai dengan laporan yang diberikan oleh PT. JJP;
- Bahwa menurut Ahli sample log bekas terbakar, arang sebagai hasil dari pembakaran serta permukaan gambut terbakar yang telah diambil masih dapat dianalisa dan menghasilkan analisa yang akurat, karena pengambilan sample tersebut masih dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak terjadinya kebakaran, sedangkan lamanya batasan sample yang masih bisa dianalisa secara akurat sampai lebih kurang 2 (dua) tahun;
- Bahwa menurut ahli kebakaran lahan yang terjadi di PT. JJP tersebut karena adanya kesengajaan dan pembiaran yang dilakukan oleh pihak PT. JJP hal ini dapat dilihat berdasarkan pengamatan lapangan khususnya pada areal yang di-sampling, ditemukan areal yang telah terbakar dan menghitam akibat permukaan yang ditutupi arang dan areal yang terbakar tidak hanya areal kosong yang ditumbuhi semak belukar, namun juga yang ditanami dengan kelapa sawit yang sudah sangat tidak ekonomis (tidak produktif) yang sudah didesain jauh sebelumnya, lalu berdasarkan data hotspot (titik panas) Modis Confidence Level >330 oK pada satelit Terra dan Aqua yang telah di overlay dengan peta hak guna usaha PT. JJP yang terdeteksi pada areal terbakar tersebut tampak berkelompok dan terjadi pada periode tertentu dan berulang. Tidak ada sarana dan prasarana pendukung pemadaman api untuk menghentikan lajunya api dan masyarakat dijadikan dalih timbulnya api serta ketika terjadinya kabakaran di lahan target yang telah ditentukan, api dibiarkan tumbuh dan berkembang (lihat putusan Pengadilan Negeri hal 31 dan 32 dan Berita Acara Sidang tanggal 8 April 2015 hal 21 dan 22);
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Ahli Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr adalah bersesuaian dengan barang bukti berupa data hotspot Modis Confidence Level >30%, dan surat keterangan ahli kebakaran hutan dan lahan tanggal 18 Desember 2013 pada Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan Fakultas Kehutanan IPB Bogor yang berpendapat:
1. Telah terjadi penyiapan lahan dengan pembakaran secara sengaja melalui kegiatan pembiaran terhadap terjadinya kebakaran di areal Hak guna Usaha PT. JJP dan upaya pengendalian minimum khusunya pada lahan tidak produktif, lahan kosong dan semak belukar;
2. Tidak tersedianya sarana dan prasarana kebakaran di seputar areal yang terbakar didalam Hak Guna Usaha PT. JJP dari jumlah standar minimal yang harus dimiliki termasuk tidak tersedianya menara pengawas api yang seharusnya ada, menunjukan kepedulian yang rendah terhadap ancaman terjadinya kebakaran lahan baik yang dilakukan secara sengaja maupun kelalaian sehingga areal yang terbakar masih luas;
“Menimbang, bahwa saksi Ir. Luthfi Sulandjana, MM dan saksi Neneng Kurniasih, SE, yang pada pokoknya menerangkan dibawah sumpah:
- Bahwa ketika saksi melakukan Verifikasi tersebut, saksi tidak menemukan adanya menara api, mesin robin di blok S dan T dan saksi juga tidak melihat adanya mobil pemadam kebakaran yang disiagakan untuk memadamkan api;
- Bahwa saksi juga melihat kondisi lahan PT. JJP yang telah terbakar didominasi oleh log sisa tebangan yang terbakar dan tanaman sawit berbuah pasir yang juga terbakar pada blok S dan T;
- Bahwa saksi Tukiman (pihak PT. JJP) mendampingi saksi dalam melakukan Verifikasi menerangkan kepada saksi bahwa tanaman sawit yang terbakar tersebut kualitasnya jelek dan tidak produktif (lihat putusan Pengadilan Negeri hal 30 dan 31 dan lihat pula Berita acara sidang tanggal 1 April 2015 hal 17 dan 18);
“Menimbang, bahwa Terdakwa menerangkan bahwa benar pada tanggal 17 Juni 2013 telah terjadi kebakaran di kebun sawit PT. JJP di kebun Sei. Rokan afdeling VI pada titik S dan T;
“Bahwa benar kebakaran baru dapat dipadamkan oleh pihak PT. JJP setelah 3 (tiga) hari sejak terjadinya kebakaran di PT. JJP tersebut (lihat putusan Pengadilan Negeri pada hal 36 dan Berita Acara sidang tanggal 29 April 2015 hal 32) dan keterangan saksi Tukiman, Donald James Sianturi dan Edison Pinem;
“Menimbang, bahwa keterangan saksi Tukiman, saksi Donald James sianturi, saksi Edison Pinem dan saksi Dani Murdoko disamping ada hubungan kerja dengan Terdakwa dan PT. JJP lagi pula tidak jelas kebun masyarakat yang mana yang terbakar yang melompat apinya padahal PT. JJP badan usaha yang berdiri sejak September 1994 yang bergerak dibidang perkebunan sawit yang tentu sudah tahu atas kebun orang perorangan pada batas PT.JJP itu, lagi pula berdasarkan bukti ilmiah yang dilakukan oleh ahli bahwa kebakaran lahan yang terjadi di PT. JJP tersebut karena adanya kesengajaan dan pembiaran yang dilakukan oleh pihak PT. JJP hal ini dapat dilihat berdasarkan pengamatan lapangan khususnya pada areal yang di-sampling diteruskan areal yang telah terbakar dan menghitam akibat permukaan yang ditutup orang dan areal yang terbakar tidak hanya areal kosong yang ditumbuhi semak-belukar namun juga yang ditanami dengan kelapa sawit yang sudah tidak sangat produktif yang sudah didesain jauh sebelumnya (lihat surat keterangan ahli kebakaran hutan dan lahan tanggal 18 Desember 2013 pada laboratorium kebakaran hutan dan lahan Fakultas Kehutanan IPB Bogor dan keterangan ahli Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr);
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut dan berdasarkan keterangan ahli Prof. Dr. Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr, hasil Laboratorium Fakultas Kehutanan IPB Bogor, bukti surat berapa table posisi Hotspot pada wilayah kebun PT. JJP berpendapat bahwa kebakaran tersebut sengaja dibiarkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan ahli Dr. Ir. Basuki Wanis, M.Si, yang pada pokoknya menerangkan:
- Bahwa pada tanah gambut yang terbakar telah mengalami kerusakan hal tersebut ditunjukan adanya penurunan ketebalan tanah gambut (Subsiden) sebesar 20–30 Cm disamping itu terjadi penurunan keragaman spesies sebesar 100% dan penurunan kepadatan spesies sebesar 100%;
“Hasil analisa Laboratorium untuk sifat biologi tanah juga membuktikan bahwa tanah gambut terbakar telah mengalami kerusakan hal tersebut ditunjukan terjadinya penurunan parameter total mikro organisme tanah sebesar 20.0x 10 6 Spk/gr total fungsi tanah sebesar 25.00x10 4 Spk/gr dan respirasi tanah sebesar 1.40 mgC-Co2/kg tanah/hari dibanding tanah gambut tidak terbakar (lihat putusan Pengadilan Negeri hal 34 dan Berita Acara Sidang tanggal 8 April 2015 hal 24);
“Menimbang, bahwa keterangan ahli Dr. Ir. Basuki Wasis. M.Si adalah bersesuaian dengan keterangan ahli Prof. Dr .Ir. Bambang Hero Saharjo, M.Agr yang pada pokoknya menerangkan:
- Bahwa menurut ahli akibat yang ditimbulkan dari kebakaran lahan adalah muncul dan meningkatnya emisi gas rumah kaca yang merusak atmosfere, penurunan kapasitas penyimpanan air di lahan gambut, banjir serta asap yang ditimbulkan mengganggu kesehatan manusia (lihat putusan Pengadilan Negeri hal 32 dan Berita Acara Sidang tanggal 8 April 2015 hal 22);
- Bahwa selama pembakaran telah dilepaskan 9000 ton karbon : 3150 ton Co2 : 32,36 ton CHg : 14,49 ton NOx : 40,32 ton NH3: 33,39 ton O3, 583,75 ton Co serta 700 ton pertikel gas-gas rumah kaca yang dilepaskan selama kebakaran berlangsung telah melewati batas ambang terjadinya pencemaran yang berarti bahwa gas-gas yang dihasilkan selama pembakaran telah mencemarkan lingkungan di lahan terbakar dan sekitarnya, selain itu gambut yang terbakar tidak mampu kembali lagi karena telah rusak (hasil laboratorium kehutanan dan lahan Fakultas Kehutanan IPB Bogor tanggal 18 Desember 2013);
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa akibat kebakaran lahan dilokasi inti PT. Jatim Jaya Perkasa mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu kerusakan lingkungan hidup;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa unsur kedua telah terpenuhi;
“Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan unsur-unsur Pasal 116 ayat (1) huruf b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 yaitu sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa pertanggung-jawaban pidana suatu badan usaha dalam kasus lingkungan hidup diatur dalam pasal 116 UUPPLH, berdasarkan Pasal 116 ayat (1) UUPPLH pertanggung-jawaban pidana badan usaha dapat dimintakan kepada badan usaha, dan atau orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut, kemudian Pasal 116 ayat (2) menetapkan bahwa apabila tindak-pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan Terdakwa serta barang bukti dapat-fakta-fakta sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Terdakwa Kosman Vitoni Immanuel Siboro diangkat oleh PT.JJP sebagai Asisten Kepala Kebun Sei Rokan berdasarkan surat Keputusan SK 001/HRD-JJP/SK/X/2011 tanggal 18 Oktober 2011 yang mana saat sampai dengan akhir Desember 2012 Terdakwa bertugas di Kebun Sei Bangko, selanjutnya dari tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan saat ini Terdakwa sebagai Asisten Kepala Kebun Sei.Rokan PT. Jatim Jaya Perkasa yang memiliki tugas dan fungsi menjalankan operasional (program kerja harian/bulanan) sehingga pelaporan realisasi pekerjaan di area Sei Rokan, Terdakwa bertanggung jawab atas pekerjaan tersebut kepada Rinson Sembiring (atasan Terdakwa yang menjabat sebagai manager di PT. Jatim Jaya Perkasa);
“Menimbang, bahwa apakah benar Terdakwa merupakan orang yang telah memberi perintah atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan yang telah mengakibatkan kebakaran lahan PT. JJP dan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup?, Majelis akan memperimbangkan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa pertanggung-jawaban pidana korporasi dibidang lingkungan hidup dikenakan kepada badan hukum dan pengurusnya (direktur, para manajer yang bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan hidup perusahaan, bahkan kepada para pemegang saham maupun kepada komisaris) secara bersama-sama dalam hal kegiatan dan/atau usaha korporasi tersebut menyebabkan terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup;
“Menimbang, bahwa Pasal 116 ayat (2) UUPPLH di dalamnya terdapat prinsip vicarious liability, berdasarkan prinsip ini dapat dituntut pertanggung-jawaban atas perbuatannya termasuk perbuatan orang lain tetapi masih di dalam lingkungan aktivitas usahanya atau akibat yang bersumber dari aktivitasnya yang dapat merugikan orang lain;
“Menimbang, bahwa berdasarkan prinsip vicarious liability, pimpinan korporasi atau siapa saja yang memberi tugas atau perintah bertanggung-jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh bawahan atau karyawannya. Tanggung-jawab ini diperluas hingga mencakup perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, dengan demikian siapa saja yang bekerja dan dalam hubungan apa saja pekerjaan itu dilakukan, selama hal tersebut dilakukan dalam hubungannya dengan korporasi menjadi tanggung-jawab korporasi menurut Pasal 116 Ayat (2) UUPLH pihak perusahaan yang memberi perintah atau yang bertindak sebagai pimpinan memiliki kapasitas pertanggung-jawaban untuk dipidana;
“Menimbang, bahwa setelah Majelis hakim memperhatikan dan mencermati bukti dan saksi di persidangan bahwa ternyata yang bertanggung-jawab pada saat kebakaran terjadi adalah asisten afdeling Sei Rokan yakni Opwansyah Simamora yang sudah mengundurkan diri dari PT. Jatim Jaya Perkasa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan struktur organisasi perusahaan PT. JJP oleh Karena asisten afdeling Sei Rokan sudah mengundurkan diri dari PT. JJP maka secara langsung tanggung jawab asisten afdeling 4 Sei Rokan langsung diambil-alih oleh Terdakwa sebagai asisten kepala;
“Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut, Terdakwa selaku asisten kurang mempersiapkan sarana dan prasarana di dalam penanggulangan kebakaran yang di beberapa titik yang terjadi selama 3 (tiga) hari kebakaran pada lahan PT.JJP haruslah dibebankan kepada Terdakwa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka unsur yang memberi perintah atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan telah terpenuhi;
“Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari pasal 98 ayat (1) jo. Pasal 116 Ayat (1) huruf b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah terpenuhi, maka Terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama primair sehingga oleh karenanya Terdakwa harus dipersalahkan dari dakwaan primair tersebut dan dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya;
“Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan primair telah dapat terbuktikan, maka dakwaan selebihnya tidak perlu dipertimbangkan lagi;
“Menimbang, bahwa alasan-alasan yang tercantum di dalam memori banding Penasihat Hukum Terdakwa, setelah Majelis Hakim membaca dan meneliti secara seksama ternyata tidak terdapat hal-hal yang baru dan pada hakekatnya hanya merupakan pengulangan dari apa yang telah dikemukakan di persidangan Tingkat Pertama sedangkan hasil analisa dan kajian yang dilakukan oleh ahli yaitu Dr. Nyoto Santoso, MS, Dr. Ir. Herdhata Agusta, Idung Risdiyanto, M,sc dan Dr. Ir. wawan, MP yang baru dibuat pada tanggal 15 Nopember 2015—September 2015 dan tanggal 8 Oktober 2015 sebagaima tercantum didalam tambahan kontra memori banding tanggal 23 Nopember 2015 sedangkan perkara aquo diputus oleh Pengadilan Tingkat Pertama pada tanggal 12 Agustus 2015 sedangkan hasil asesmen lapangan yang dibuat oleh Dr. Ir. Herdhata Agusta pada tanggal 29 April 2015 adalah dari Fakultas Pertanian IPB Bogor lagi pula Tempus Delict dan Lokus Delict dalam perkara aquo sudah dua tahun yang silam yang tentunya berbeda dengan hasil laboratorium kebakaran hutan dan lahan Fakultas Kehutanan IPB Bogor tanggal 18 Desember 2013;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, memori banding dan kontra memori banding berserta lampiran dari Penasihat Hukum Terdakwa beralasan hukum untuk dikesampingkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut, Putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir tanggal 12 Agustus 2015 Nomor 72/Pid.Sus/2015/PN.Rhl (lingkungan hidup) yang dimintakan banding tidak dapat dipertahankan dan harus dibatalkan, dan Pengadilan Tinggi mengadili sendiri;
“Menimbang, bahwa selain apa yang telah dipertimbangkan oleh Pengadilan Tingkat Pertama tentang hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan Terdakwa dampak kerusakan lingkungan akibat kebakaran lahan tersebut menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat dengan adanya berbagai penyakit diantaranya ISPA dan terganggu kegiatan-kegiatan masyarakat didalam menjalankan kehidupannya sehari-hari akibat pengaruh asap tersebut yang sangat menyiksa orang perorangan dan masyarakat setempat dan sekitarnya;
M E N G A D I L I :
- Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Terdakwa;
- Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Rokan Hilir tanggal 12 Agustus 2015 Nomor 72/Pid.Sus/2015/PN.Rhl (lindkungan hidup) yang dimintakan banding tersebut;
MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa KOSMAN VITONI IMMANUEL SIBORO terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu ambien, baku mutu air atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup’;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan pidana denda sebesar Rp 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar oleh Terdakwa maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan;
3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan agar Terdakwa ditahan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.