Hak Eksklusifitas Vs. Persaingan Usaha yang Sehat

LEGAL OPINION
BUMN Boleh Monopoli Usaha, Tapi Ada Syaratnya
Question: Di mata KPPU, hak esklusivitas itu seperti apa yang tidak dibolehkan? Jika hak itu diberikan oleh lembaga milik negara, maka tidak akan tersangkut-paut resiko dinyatakan monopoli usaha, bukan?
Brief Answer: Baik pemberi hak eksklusifitas maupun penerima hak eksklusifitas, selama menyalahi prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, sekalipun itu Badan Usaha Milik Negara yang bekerja-sama dengan pihak swasta, keduanya dapat dihukum oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut dapat menjadi cerminan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa persaingan usaha register Nomor 728 K/Pdt.Sus-KPPU/2015 tanggal 27 November 2015, perkara antara:
- PT. EXECUJET INDONESIA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Keberatan; melawan
- KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA (KPPU), selaku Termohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan; dan
- PT. ANGKASA PURA I (PERSERO), sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Termohon Keberatan.
Pemohon Keberatan mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU Nomor 13/KPPU-I/2014, tanggal 25 Maret 2015, yang amarnya sebagai berikut:
1. Menyatakan bahwa Terlapor I dan Terlapor II terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
2. Menyatakan Terlapor I dan Terlapor II tidak terbukti melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;
3. Memerintahkan Terlapor I menghentikan Hak Eksklusifitas kepada Terlapor II untuk mengoperasikan dan memberikan layanan khusus di General Aviation Terminal untuk Pesawat General Aviation dan/atau penumpang setelah putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap;
4. Memerintahkan Terlapor I untuk membuka kesempatan kepada pelaku usaha lain yang telah memiliki izin jasa terkait Bandar Udara dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara untuk berusaha sebagai penyedia layanan jasa Ground Handling dan Jasa Terkait lainnya di General Aviation Terminal Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali dengan mempertimbangkan Kualifikasi Perusahaan, 30 (tiga puluh) hari kerja setelah putusan ini memiliki kekuatan tetap;
5. Menghukum Terlapor I dengan denda tambahan sebesar Rp5.000.000.000, (lima miliar rupiah) apabila melanggar butir nomor 4 (empat) amar putusan ini, yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda langgaran dibidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran diBidang Persaingan Usaha);
6. Menghukum Terlapor II, membayar denda sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran dibidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);
7. Memerintahkan Terlapor I dan Terlapor II setelah melakukan pembayaran denda, maka salinan bukti pembayaran denda tersebut dilaporkan dan diserahkan ke KPPU;
8. Memerintahkan kepada Terlapor I untuk melaporkan hasil perubahan perilaku pada butir nomor 3 (tiga) dan butir nomor 4 (empat) amar putusan ini, setelah putusan ini memiliki kekuatan hukum tetap.”
Terhadap amar putusan KPPU, Pemohon Keberatan mengajukan keberatan, berdasarkan Pasal 44 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, menyatakan:
“Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah menerima putusan tersebut.”
Kemudian berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2005, diatur pula:
“Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak pelaku usaha menerima pemberitahuan putusan KPPU dan atau diumumkan melalui website KPPU.”
Pasal 1 Ayat (4) PERMA Nomor 3 Tahun 2005: “Hari adalah hari kerja.” Pasal 2 ayat (1) PERMA Nomor 3 Tahun 2005: “Keberatan terhadap putusan KPPU hanya dilakukan oleh pelaku usaha terlapor kepada Pengadilan Negeri di tempat kedudukan hukum dan usaha pelaku usaha tersebut.”
Pemohon Keberatan adalah badan hukum Indonesia yang didirikan pada tanggal 26 Juli 2012, dengan maksud dan tujuan adalah bergerak dalam bidang usaha jasa kebandar-udaraan, khususnya melayani penerbangan non-reguler (Irregular Flight), yang melaksanakan kegiatan usahanya termasuk tetapi tidak terbatas pada:
i. Menyediakan jasa pengelolaan terminal penerbangan untuk penumpang transportasi udara non reguler dan semua kegiatankegiatan jasa-jasa lainnya yang diperlukan sehubungan dengan hal tersebut;
ii. Menyediakan jasa pelayanan pendaratan, lepas landas, manuver, parkir, dan penyimpanan untuk pesawat-pesawat; dan
iii. Menyediakan jasa pelayanan teknis di darat termasuk transportasi di darat untuk para penumpang transportasi udara non reguler dan bagasinya.
Turut Termohon Keberatan merupakan Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah sebagai pengelola bandara. Sejak terbitnya Keputusan Direksi PT. Angkasa Pura I (Persero) pada tahun 2011, maka Turut Termohon dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga (mitra usaha).
Pemohon Keberatan merujuk kaedah Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, sebagai berikut:
“Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.”
Bandar udara atau pelabuhan udara adalah fasilitas publik yang yang menguasai hajat hidup orang banyak dalam hal transportasi udara baik dalam dan luar negeri. Bandar udara ini diatur oleh otoritas bandar udara, yakni Turut Termohon Keberatan.
Turut Termohon Keberatan selaku BUMN bidang jasa kebandar-udaraan, memiliki wewenang untuk memonopoli segala aktivitas kebandar-udaraan dikarenakan Turut Termohon Keberatan ialah satu-satunya badan hukum yang memiliki wewenang untuk menguasai sektor Jasa Kebandar-udaraan di Indonesia tanpa kompetitor lain, atau dalam kata lain perbuatan Turut Termohon Keberatan dan Pemohon Keberatan adalah Monopoli berlandaskan atas amanat undang-undang, demikian dalil Pemohon Keberatan.
Pemohon Keberatan mengklaim telah menanda-tangani kerja sama antara Pemohon dan Turut Termohon, dengan diberikan hak eksklusif kepada Pemohon, karena nilai tambah yang dimiliki oleh Pemohon Keberatan yaitu Pemohon merupakan pengelola GAT yang paling berpengalaman, memiliki ragam layanan terlengkap dan terbanyak. Dengan demikian Termohon Keberatan tidak memahami nature of business dari GAT.
Terhadap keberatan pihak Pemohon, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 179/PDT.G.KPPU/2015/PN.JKT.PST., tanggal 1 Juli 2015, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Bahwa Turut Termohon merupakan BUMN yang bergerak dalam bidang jasa kebandar-udaraan memiliki wewenang untuk memonopoli segala aktivitas kebandar-udaraan di daerah yang menjadi wewenangnya;
“Bahwa berdasarkan Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, menjelaskan bahwa BUMN ataupun Badan atau Lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah sebagai penyelanggara monopoli dan atau pemusatan kegiatan produksi dan/atau pemasaran barang/atau jasa yang menguasai hajat hidup orang banyak dan produksi yang penting bagi Negara tidak dapat melimpahkan kembali kepada pihak lain;
“Bahwa telah terjadi monopolisasi jasa ground handling di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai dimana secara faktual terdapat beberapa pelaku usaha penyedia jasa ground handling dan layanan tambahannya, namun akibat perilaku Turut Termohon dan Pemohon telah mengakibatkan penguasaan jasa ground handling di General Aviation Terminal di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai yang hanya dapat dilakukan melalui Pemohon, dan menyebabkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan penyediaan jasa Ground Handling dan jasa terkait lainnya;
“Bahwa dengan dikuasainya jasa ground handling di General Aviation Terminal dan jasa terkait lainnya oleh Pemohon tersebut telah menyebabkan terjadinya penetapan harga sepihak yang berlebihan (Excessive Price) atas pelayanan jasa tersebut yang bertentangan dengan undang-undang atau menghambat persaingan usaha lain tidak bisa berkompetisi secara sehat sehingga telah merugikan kepentingan umum karena faktanya kualitas pelayanan jasa Ground Handling yang dilakukan oleh Pemohon adalah sama dengan perusahaan penyedia Ground Handling yang telah ada sebelumnya;
MENGADILI :
- Menolak permohonan keberatan Pemohon.”
Terhukum mengajukan upaya hukum kasasi, mengklaim sebagai perintis sehingga meminta diberikan hak istimewa atas monopoli usaha sampai kapan pun, dengan pokok keberatan bahwa kalaupun Turut Termohon Eksekusi pada saat itu mengadakan tender untuk melimpahkan sebagian hak monopolinya berupa jasa pengelolaan terminal penerbangan untuk penerbangan sipil di luar dari penerbangan komersial berjadwal, maka tidak akan ada perusahaan lain yang dapat menawarkan jasanya karena Pemohon Keberatan (Terlapor II) adalah satu-satunya penyedia jasa pengelolaan terminal penerbangan untuk penerbangan sipil di luar dari penerbangan komersial berjadwal.
Pemberian jasa pengelolaan terminal penerbangan untuk penerbangan sipil di luar dari penerbangan komersial berjadwal, merupakan hak monopoli PT. Angkasa Pura I (Persero) yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Monopoli demikian dibenarkan oleh Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
Monopoli semacam itu dapat dilimpahkan kepada pihak lain berdasarkan Peraturan KPPU Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, dengan catatan bahwa pelimpahan tersebut harus memberi kesempatan kepada semua pelaku usaha yang mampu menjalankan pelimpahan. Sementara pelaku usaha yang mampu menerima pelimpahan itu, hanya ada satu, yaitu Pemohon Keberatan semata. Dimana terhadap keberatan pihak terhukum, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan yang diajukan oleh Pemohon Kasasi / Pemohon Keberatan / Terlapor II tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tertanggal 28 Juli 2015 dan kontra memori kasasi tertanggal 21 September 2015 dan tanggal 22 September 2015, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ternyata Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak melarang pelaku usaha untuk menguasai pasar (dominan), tetapi melarang pelaku usaha untuk menyalahgunakan posisi tersebut melalui berbagai macam praktek dagang, sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan;
b. Bahwa sesuai dengan fakta persidangan Pemohon Kasasi / Pemohon Keberatan / Terlapor II berdasarkan perjanjian kerja sama yang dibuat Turut Termohon Keberatan / Terlapor I adalah pemegang hak eksklusif, sehingga menguasai penyedia jasa kebandar-udaraan dan jasa lain terkait dengan bandar udara untuk penerbangan tidak berjadwal di apron selatan bandar udara I Gusti Ngurah Rai Denpasar, dan sebagai pemegang hak eksklusif Pemohon Kasasi telah menaikkan tarif pelayanan jasa secara berlebihan (excessive) dibandingkan dengan tarif yang berlaku sebelum dibuatnya perjanjian kerja sama antara Pemohon Kasasi / Pemohon Keberatan / Terlapor II dengan Turut Termohon Kasasi / Turut Termohon Keberatan / Terlapor I, padahal tidak ada peningkatan kualitas pelayanan, sehingga telah benar Pemohon Kasasi/Permohon Keberatan / Terlapor II dan Turut Termohon Kasasi / Turut Termohon Keberatan / Terlapor I melanggar ketentuan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 179/PDT.G.KPPU/2015/PN.JKT.PST., tanggal 1 Juli 2015, dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, oleh karena itu permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT. EXECUJET INDONESIA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PT. EXECUJET INDONESIA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.