LEGAL OPINION
Akta yang Dibuat Notaris Tidak Dapat Diasumsikan Selalu Benar Adanya
Brief Answer: Alibi, sesuai definisi harafiahnya, memiliki makna “bahwa bukti ada di tempat lain”. Alibi merupakan terminologi hukum pembuktian, yang berlaku dalam konteks perdata maupun pidana. Alibi, biasanya merupalan alat bukti yang bersifat menentukan, sehingga bobot derajat pembuktiannya dinilai sebagai yang paling tertinggi.
Saat kini, ditengah masyarakat, mulai timbul fenomena ketidakpercayaan terhadap berbagai akta yang diterbikan pejabat umum seperti notaris. Dalam praktik juga kerap dijumpai pertanyaan dampingan berikut: Apakah ada yang lebih tinggi dari sebuah akta otentik notaris? Kembali pada asas hukum pembuktian, bahwa bukti alibi adalah alat bukti tertinggi, maka sekalipun itu sebuah akta otentik notariel, sepanjang bertentangan dengan bukti alibi, maka akta otentik tersebut dapat diasumsikan sebagai tidak valid alias bukan akta otentik yang sahih.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut menjadi rujukan SHIETRA & PARTNERS, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa perdata register Nomor 1753 K/Pdt/2012 tanggal 20 Mei 2013, perkara antara:
1. Tuan AGUNG HARI PURNOMO; 2. Notaris GUNAWAN WIBISONO, SH.; 3. Notaris DEBORAH ENNY SUTANTI, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu para Tergugat; melawan
- Ny. Dra. NOES SOEDIONO, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat; dan
- KANTOR PERTANAHAN KOTA SURAKARTA, sebagai Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat.
Penggugat merupakan pemilik tanah seluas 3028 M² berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 1561/Desa/Kel. Tipes. Awal tahun 2004, Penggugat kehilangan SHM tersebut. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti dialihkannya hak atas tanah kepada pihak lain oleh orang yang tidak bertanggung jawab, maka pada tanggal 26 Januari 2004 Penggugat mengirim surat kepada Kantor Pertanahan Kota Surakarta (Turut Tergugat), agar Turut Tergugat memblokir SHM milik Penggugat.
Turut Tergugat pada tanggal 5 Juli 2010, menyurati Penggugat, menerangkan bahwa Penggugat telah menjual hak atas tanah SHM No. 1561/Desa/Kel. Tipes kepada Tergugat I sebagaimana tertuang dalam Akta Perikatan Jual Beli Nomor 1 tanggal 18 Maret 2006 yang dibuat oleh Tergugat III selaku Notaris di Surakarta.
Penggugat tidak pernah menjual hak atas tanah miliknya kepada Tergugat I, dan berdasarkan surat dari Penggugat itulah maka Turut Tergugat pada tanggal 20 Juli 2010 mengundang Penggugat dan Tergugat I untuk hadir di Kantor Pertanahan Kota Surakarta guna diminta penjelasan sehubungan dengan masalah tersebut. Namun pada tanggal yang telah ditentukan, Tergugat I tidak memenuhi undangan dari Turut Tergugat.
Para Pihak dalam Perikatan Jual-Beli Nomor 1 tanggal 18 Maret 2006 yang dibuat dihadapan Tergugat III, adalah Ir. Soediono (suami Penggugat) selaku calon penjual, dan Tergugat I selaku calon pembeli. Soediono (suami Penggugat) pada saat melakukan perikatan jual-beli tersebut bertindak selaku Kuasa dari Penggugat berdasarkan surat kuasa dibawah tangan tertanggal 15 Maret 2006 yang telah dilegalisasi oleh Notaris di Surabaya (Tergugat II).
Namun Penggugat sama sekali tidak pernah membuat ataupun memberikan kuasa kepada suaminya (Ir. Soediono) untuk menjual tanah tersebut. Penggugat dan suaminya (Ir. Soediono) tidak pernah menghadap kepada Notaris di Surabaya untuk melakukan legalisasi surat kuasa, sebab pada tanggal penanda-tanganan surat kuasa tertanggal 15-03-2006, Penggugat sedang tidak berada di Indonesia, Penggugat masih berada di luar negeri, yaitu berada di Negara Singapura.
Oleh karena pada tanggal 15 Maret 2006, Penggugat masih berada di luar negeri sehingga sudah dapat dipastikan yang menghadap pada tanggal tersebut bukanlah Penggugat maupun suaminya. Maka dengan demikian surat kuasa yang telah dibuat dan dilegalisasi Tergugat II dengan legalisasi tertanggal 15 -03-2006, adalah cacat hukum.
Pada saat Penggugat mendatangi kantor Tergugat III untuk mempertanyakan proses Perikatan Jual-Beli tertanggal 18 Maret 2006 yang dibuat di hadapan Tergugat III, serta melihat seluruh dokumen yang ada, Penggugat melihat serta menemukan hal yang janggal, diantaranya:
1. Surat Kuasa tertanggal 15 Maret 2006 yang dilegalisasi oleh Notaris di Surabaya antara Penggugat dengan suami Penggugat selaku Penerima Kuasa, setelah Penggugat melihat dan mengamati tanda-tangan yang tertera di dalam Surat Kuasa, baik itu tanda-tangan Penggugat maupun suaminya, menurut Penggugat tanda-tangan tersebut bukanlah tanda-tangan dari Penggugat maupun tanda-tangan milik dari suaminya;
2. Di dalam dokumen pendukung tersebut terdapat Kartu Tanda Penduduk yang dikeluarkan oleh kelurahan di Solo atas nama Penggugat serta Kartu Keluarga yang dikeluarkan juga oleh kelurahan di Solo, sementara menurut Penggugat selama ini Penggugat maupun suaminya tidak pernah memiliki atau membuat kartu identitas tersebut baik itu Kartu Tanda Penduduk maupun Kartu Keluarga.
Maka Penggugat pada tanggal 29 Juli 2010 kemudian melaporkannya kepada Pihak Kepolisian Kota Besar Surakarta, dugaan tindak pidana Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. Suami Penggugat tersebut kini telah meninggal.
Oleh karena surat kuasa yang dijadikan dasar untuk melakukan perikatan jual-beli, nyata-nyata cacat secara hukum, karena dibuat dengan cara rekayasa, maka Perikatan Jual-Beli yang dibuat oleh Tergugat III juga cacat hukum.
Suami Penggugat, Ir. Soediono, tidak mungkin dapat datang dan menghadap Tergugat III untuk melakukan perikatan Jual-Beli dengan Tergugat I, karena jauh sebelum tanggal tersebut Ir. Soediono telah jatuh sakit (sakit parah) yang menyebabkan suami Penggugat hanya dapat terbaring lemah di tempat tidur.
Sementara itu pihak Tergugat dalam sanggahannya menyebutkan, Tergugat II selaku Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan kewenangan Notaris, salah satunya terkait Pasal 15 Huruf (a) Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), antara lain: “mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.”
Kewenangan Notaris yang tersebut dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a UUJN disebut Legalisasi—Note Penulis: sebenarnya bukan “legalisasi”, namun waarmerking. Dalam waarmerking tersebut, Notaris melakukan:
- Membacakan atau menjelaskan akta/surat dibawah tangan tersebut kepada para pihak penghadap yang nama-namanya tercantum dalam surat yang dimaksud, selanjutnya para penghadap tersebut membubuhkan tanda-tangannya atau cap ibu jarinya diatas surat tersebut;
- Setelah semua tahapan tersebut dipenuhi, kemudian Notaris memberikan / menyatakan suatu keterangan oleh Notaris diatas surat tadi. Pada setiap halaman surat tersebut diparaf oleh Notaris dan dibubuhi cap jabatan, dan pada halaman akhir dibawah keterangan, ditanda-tangani Notaris dan dibubuhi cap jabatan Notaris. Selanjutnya diberi nomor dan tanggal menghadap para pihak, dan didaftar ke dalam buku yang disediakan untuk keperluan khusus waarmerking;
Yang menghadap kepada Tergugat II untuk keperluan waarmerking adalah Penggugat dan Ir. Soediono. Hal tersebut sesuai dengan identitas Penggugat dan Ir. Soediono yang diperlihatkan pada Tergugat II. Dengan demikian semua yang dilakukan oleh Tergugat II sesuai dengan kewenangan Notaris, juga telah sesuai dalam tata-cara maupun prosedur waarmerking.
Terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Surakarta kemudian menjatuhkan putusan Nomor 151/Pdt.G/2010/PN.Ska., tanggal 23 Maret 2011, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa tanggal 15 Maret 2006 adalah 2 (dua) bulan sebelum Ir. Soediono meninggal dunia, dan dari keterangan Saksi Sudiyo dan Saksi David Pranoto atas kondisi fisik Ir. Soediono, Majelis Hakim berkesimpulan Ir. Soediono tidak pernah menghadap kepada Tergugat II di Surabaya, hal ini diperkuat dengan keterangan Saksi David Pranoto sebagai sopir pribadi yang selalu mengantar Ir. Soediono, dan Saksi David Pranoto menerangkan tidak pernah mengantar Ir. Soediono ke Surabaya, tidak pernah mengantar Ir. Soediono ke Pelabuhan, Stasiun maupun Bandara pada tanggal 15 Maret 2006, sehingga jelas dan terbukti menurut hukum jika Ir. Soediono tidak pernah menghadap kepada Tergugat II pada tanggal 15 Maret 2006;
“Menimbang, bahwa dari keterangan Saksi David Pranoto sebagai sopir pribadi yang selalu mengantar Ir. Soediono, pada tanggal 18 Maret 2006 saksi David Pranoto tidak pernah mengantar Ir. Soediono menghadap Tergugat III selaku Notaris, dan sesuai keterangan Saksi Sudiyo dan Saksi David Parnoto, kesehatan Ir. Soediono tidak memungkinkan untuk berpergian sendiri, melainkan selalu dengan sopir yaitu Saksi David Pranoto, sehingga Majelis Hakim berkesimpulan, Ir. Soediono tidak pernah menghadap Tergugat III untuk melakukan proses jual beli tanah sebagaimana dimaksud dalam Akta Perikatan Jual-Beli Nomor 1 tanggal 18 Maret 2006 yang dibuat oleh dan di hadapan Tergugat III (alat bukti P-3), dan dari hasil pemeriksaan setempat dihubungkan dengan alat bukti P-10 berupa SPPT PBB adalah sangat tidak masuk akal apabila tanah tersebut hanya dijual dengan harga Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) oleh Ir Soediono kepada Tergugat I, sehingga dapat disimpulkan bahwa Akta Perikatan Jual-Beli Nomor 1 tanggal 18 Maret 2006 adalah merupakan rekayasa dari Tergugat I, dan oleh karena itu Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara membuat Perikatan Jual-beli yang tidak sebenarnya;
“Menimbang, bahwa oleh karena Ir. Soediono tidak pernah menghadap Tergugat III dan tidak pernah pula membuat Perikatan Jual Beli dengan Tergugat I, maka terhadap alat bukti T.I-6 dan T.I-7 berupa kwitansi pembayaran diragukan kebenarannya secara materiil, sehingga alat bukti T.I-6 dan T.I-7 harus dikesampingkan;
“Menimbang, bahwa oleh karena Akta Perikatan Jual Beli Nomor 1 tanggal 18 Maret 2006 (alat bukti P-3) dan Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 2, tanggal 18 Maret 2006 (alat bukti T.I-1) dinyatakan batal demi hukum, dan sesuai dengan alat bukti T.I-2 atau alat bukti P-1 berupa SHM Nomor 1561, yang sampai dengan saat ini SHM tersebut belum dinyatakan batal sehingga masih berkekuatan hukum, dan dalam alat bukti T.I-2 atau alat bukti P-1 tersebut nama Penggugat tercatat sebagai pemegang hak atas tanah seluas ± 3028 M² yang terletak di ... , maka Penggugat harus dinyatakan sebagai pemilik yang sah atas benda tetap berupa tanah tersebut;
“Menimbang, bahwa untuk menjamin pelaksanaan Putusan ini, tidak berlebihan dan tidak pula melanggar asas ultra petitum partium sebagaimana dimaksud Pasal 178 ayat (3) HIR, Majelis Hakim menetapkan apabila Tergugat I enggan atau tidak mau menyerahkan Sertifikat SHM Nomor 1561 kepada Penggugat, maka Penggugat dapat menjadikan Putusan ini sebagai dasar bagi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Pertanahan Kota Surakarta (Turut Tergugat) untuk menerbitkan sertipikat pengganti atas SHM Nomor 1561 yang dikuasai oleh Tergugat I; [Note SHIETRA & PARNTERS: inilah kaedah putusan yang paling penting, agar tidak mengandalkan itikad Tergugat yang bisa jadi tidak kooperatif melaksanakan isi amar putusan.]
“MENGADILI :
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sebagai hukum bahwa Penggugat NY. NOES SOEDIONO adalah pemilik sah atas sebidang tanah dan segala sesuatu yang tertanam diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 1561 atas tanah seluas ± 3028 M² yang terletak di ... , sebagaimana diuraikan lebih lanjut dalam Gambar Situasi tanggal ... , Nomor ...;
3. Menyatakan Surat Kuasa dibawah-tangan tertanggal 15 Maret 2006 dari Pemberi Kuasa Ny. DRA. NOES SOEDIONO kepada Penerima Kuasa Tuan IR. SOEDIONO yang dilegalisasi oleh GUNAWAN WIBISONO, SH., Notaris di Surabaya dengan Nomor Legalisasi ... , adalah batal demi hukum;
4. Menyatakan Akta Perikatan Jual-Beli, Nomor 1, tanggal 18 Maret 2006, yang dibuat oleh dan dihadapan DEBORA ENNY SUTANTI, SH., Notaris/PPAT di Surakarta, adalah batal demi hukum;
5. Menyatakan Tergugat I AGUNG HARI PURNOMO telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
6. Menghukum Tergugat I AGUNG HARI PURNOMO untuk menyerahkan Sertifikat Hak Milik Nomor 1561 atas tanah seluas ± 3028 M² yang terletak di ... kepada Penggugat NY. NOES SOEDIONO, dan apabila Tergugat I enggan atau tidak mau menyerahkan Sertifikat Nomor 1561 kepada Penggugat, maka Putusan ini dapat dijadikan sebagai dasar bagi Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Kantor Pertanahan Kota Surakarta (Turut Tergugat) untuk menerbitkan Sertifikat Pengganti atas permintaan Penggugat kepada Turut Tergugat;
7. Menghukum Turut Tergugat untuk tunduk terhadap Putusan ini;
8. Menolak Gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Tergugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan putusan Nomor 411/Pdt/2011/PT.Smg., tanggal 19 Desember 2011, dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, sebagai berikut:
“Bahwa Surat Kuasa (dibawah-tangan yang dilegalisasi Notaris) untuk menjual tanah tersebut yang dipakai sebagai dasar untuk membuat Akta Perikatan Jual Beli Nomor 1 tanggal 18 Maret 2006 dan Akta Kuasa Jual Nomor 2 tanggal 18 Maret 2006, yang didalilkan telah ditanda-tangani Nyonya NOES SOEDIONO (Penggugat) pada tanggal 15 Maret 2006, di depan Notaris Gunawan Wibisono, SH di Surabaya pada jam 12.00 WIB, ternyata terbukti berdasarkan paspor Nyonya NOES SOEDIONO (Penggugat) pada tanggal 15 Maret 2006 tersebut Nyonya NOES SOEDIONO/Penggugat berangkat ke Singapura melalui Bandara Soekarno Hatta Jakarta, dan pada tanggal tersebut sudah berada di Singapura;
“Bahwa Para Tergugat tidak dapat mengajukan bukti yang dapat melumpuhkan bukti tersebut;
“Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa surat Kuasa Menjual tanah tersebut tidak ditandatangani oleh Penggugat;
“Bahwa oleh karena itu sudah tepat dan benar apabila surat Kuasa Menjual tanah tersebut tidak sah, dan perbuatan hukum yang didasarkan pada surat kuasa yang tidak sah adalah tidak sah pula.”
Para Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok argumentasi bahwa meskipun bukti menerangkan bahwa pada saat tanggal 15 Maret 2006, Penggugat berangkat ke Singapura dan pada tanggal tersebut berada di Singapura, namun tanpa dicantumkannya jam keberangkatan Penggugat, maka bukti tersebut tidak serta-merta dapat dijadikan bukti yang menentukan bahwa pada hari tersebut Penggugat sama sekali tidak pernah hadir/datang ke Kantor Notaris Tergugat II di Surabaya untuk menanda-tangani surat kuasa menjual yang di-waarmerking.
Penggugat tidak dapat membuktikan jam berapa Penggugat berangkat ke Singapura dan tiba di Singapura pada tanggal 15 Maret 2006, apakah Penggugat berangkat sebelum pukul 12.30 WIB ataukah setelah pukul 12.30 WIB, karena bisa jadi Penggugat berangkat ke Singapura setelah pukul 12.30 WIB, yakni setelah menanda-tangani surat kuasa menjual di Kantor Notaris Tergugat II, barulah Penggugat berangkat pada sore hari atau malam hari dengan pesawat terbang ke Singapura, mengingat jarak tempuh pesawat terbang dari Surabaya—Jakarta—Singapura hanyalah ditempuh selama ± 3 jam saja.
Dengan demikian maka bukti milik Penggugat belumlah dapat membuktikan bahwa Penggugat tidak berada di Kantor Notaris Tergugat II, pada saat penandatanganan surat kuasa menjual, mengingat bukti Paspor atas nama Penggugat secara spesifik hanyalah mencantumkan tanggal keberangkatan Penggugat ke Singapura, tanpa mencantumkan keterangan jam keberangkatan Penggugat ke Singapura.
Seandainya benar Penggugat tidak membubuhkan tanda-tangan dalam surat kuasa menjual, berarti tanda-tangan tersebut merupakan tanda-tangan palsu yang mana merupakan domain Hukum Pidana pemalsuan, haruslah dibuktikan secara yuridis dan tidak hanya disangkal atau dibantah saja.
Perlu dibuktikan terlebih dahulu dengan adanya suatu putusan pidana yang menyatakan bahwa tanda-tangan tersebut adalah palsu, atau setidak-tidaknya dibuktikan dengan bukti dari Laboratorium Forensik Polri yang menerangkan bahwa tanda tangan Penggugat tersebut adalah non identik / tidak sesuai dengan tanda-tangan Penggugat (vide ketentuan Pasal 1918 KUHPerdata).
Tidak terdapat putusan Pidana atau setidaknya bukti dari Laboratorium Forensik Polri tentang adanya pemalsuan tanda-tangan milik Penggugat dalam surat kuasa menjual, sehingga segala perbuatan hukum yang didasarkan pada surat kuasa tersebut juga tetap sah. Dimana alasan-alasan tersebut, terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti tidak salah menerapkan hukum;
“Bahwa pada tanggal 15 Maret 2006 pembuatan Surat Kuasa yang oleh Penggugat disangkal kebenarannya, Penggugat berangkat ke Singapura, sehingga Penggugat tidak mungkin mananda-tangani surat kuasa tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh para Pemohon Kasasi: Tuan Agung Hari Purnomo dan kawan-kawan tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari para Pemohon Kasasi: 1. Tuan AGUNG HARI PURNOMO, 2. Tuan GUNAWAN WIBISONO, SH., 3. Ny. DEBORAH ENNY SUTANTI, SH., tersebut.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.