Pemeriksaan Setempat oleh Hakim dalam Sengketa Tanah

LEGAL OPINION
Question: Jika ada pertikaian antara beberapa pihak yang sama-sama mengaku sebagai pemilik, seperti tumpang-tindih tanah, klaim-klaim sebagai pemilik yang pastinya akan dibantah pihak lain yang juga akan mengaku sebagai yang punya tanah, saat mengajukan gugatan, apa yang paling wajib ada untuk dibuktikan?
Brief Answer: Satu hal yang paling wajib dilakukan dalam proses pembuktian sengketa gugatan kepemilikan hak atas tanah di Pengadilan Negeri, ialah Pemeriksaan Setempat (PS). Pemeriksaan Setempat, adalah suatu instrumen yang dapat dimohonkan oleh para pihak yang bertikai, baik dimohonkan oleh pihak Penggugat maupun oleh pihak Tergugat, dengan membayar uang panjar sesuai ketentuan yang berlaku di masing-masing Pengadilan Negeri, dimana dengan demikian akan menjadi terang dan jelas oleh hakim dalam meninjau secara langsung objek sengketa hak atas tanah di lapangan, lengkap dengan segala bentang alam, kontur tanah, fisik tanah dan bangunan diatasnya, batas-batas tanah, penguasaan secara fisik, termasuk data sejarah penguasaan tanah yang tercantum dalam Buku Tanah di Kantor Lurah / Kantor Desa.
Terkadang, proses pembuktian perdata perdata sengketa tanah, tidak lagi bertumpu pada pembuktian formil semata, mengingat sensitifitas sengketa hak atas tanah, maka dari itu Majelis Hakim dituntut untuk mengetahui secara benar dan pasti kondisi fisik objek hak atas tanah yang dipersengketakan. Hal ini berlaku baik bagi pihak Penggugat, maupun bagi pihak Tergugat.
Hingga saat ini, hukum acara perdata di Indonesia masih belum memiliki keseragaman praktik, mengingat adanya dua yurisprudensi yang saling tumpang-tindih dan bertolak belakang terkait penafsiran Pasal 118 HIR tentang yurisdiksi pengadilan yang berwenang memeriksa dan memutus—sehingga menjadi suatu kendala tersendiri yang harus dapat diantisipasi.
Satu yurisprudensi menyebutkan, bahwa gugatan dapat diajukan di pengadilan yang menjadi yurisdiksi dari domisili pihak tergugat atau lokasi objek sengketa berada (alternatif), dimana eksekusi putusan dapat didelegasikan dari pengadilan yang memohon bantuan eksekusi kepada pengadilan yang akan melaksanakan sita dan eksekusi.
Namun yurisprudensi lainnya menyatakan bahwa sekalipun subjek hukum tergugat berdomisi di suatu daerah, gugatan harus / wajib diajukan ke hadapan Pengadilan Negeri dimana objek benda tak bergerak berada. Demi mengantisipasi kemungkinan terburuk, lebih baik mengajukan gugatan ke hadapan pengadilan dimana memiliki yurisdiksi terhadap objek hak atas tanah terletak.
PEMBAHASAN:
Terhadap ambivalensi kompetensi relatif peradilan dalam memutus, lustrasi berikut SHIETRA & PARTNERS angkat sebagai cerminan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 40 PK/Pdt/2014 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
- PT. PEMBANGUNAN PERUMAHAN (PERSERO), Cabang, sebagai Pemohon Peninjauan Kembali, semula selaku Tergugat III; melawan
- 1. Para Ahli Waris RUSTAMADJII alias ANDJUNG; 2. ACHMAD ZUBAEEDI ARIEF, selaku Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu Penggugat I dan Penggugat II; dan
1. RADEN JONATHAN MUKIDJO, sebagai Turut Termohon Peninjauan Kembali I dahulu Tergugat I;
2. WON JON KENG, selaku Turut Termohon Peninjauan Kembali II dahulu Tergugat II;
3. PUDJI REDJEKI IRAWATI, S.H., sebagai Turut Termohon Peninjauan Kembali III dahulu Turut Tergugat I;
4. KEPALA KANTOR BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA BEKASI, sebagai Turut Termohon Peninjauan Kembali IV dahulu Turut Tergugat II.
Penggugat I sebagai pemilik tanah hak milik seluas kurang lebih 34.120 M2 yang terletak di Blok Pekayon, Desa/Kelurahan Pekayon Jaya Kecamatan Bekasi Selatan Kota Bekasi, berdasarkan atas hak Akta Jual Beli (AJB) tertanggal 30-12-1989.
Tanah Milik Penggugat I terdiri atas 11 Sertifikat Hak Milik (SHM), walaupun masih atas nama Tergugat I dan secara fisik dikuasai oleh Penggugat I. Penggugat I dalam usahanya agar sertifikat hak atas tanah milik Penggugat I hasil membeli dari Tergugat I itu dapat dibalik-nama dari Tergugat I kepada Penggugat I, Penggugat I bertemu dengan Tergugat II (Won Jon Keng), kemudian Tergugat II menawarkan dirinya akan membantu Penggugat mencari dan mendapatkan uang untuk biaya balik-nama sertifikat tersebut.
Sebagai bukti janji Tergugat II tersebut, Tergugat II memberi uang vorschoot (tanda jadi) kepada Penggugat I sebesar Rp4.000.000, bahkan apabila Penggugat I ingin menjual tanah tersebut Tergugat II bersedia dan sanggup membelinya.
Pada tanggal 28 Juli 1994 terjadi kesepakatan jual-beli tanah antara Penggugat I dengan Tergugat II. Berdasarkan Akta Pengikatan Jual-Beli, seluruh Sertifikat diminta oleh Tergugat II kemudian Penggugat I serahkan kepada Tergugat II karena kata-kata manis dan janji-janji Tergugat II dan atas bantuan Turut Tergugat I.
Setelah Tergugat II memberi uang vorschoot sebesar Rp4.000.000 kepada Penggugat I, dan setelah menerima seluruh sertifikat dari Penggugat I, namun kemudian Tergugat II menghilang sampai sekarang. Agar sertifikat yang dibawa kabur oleh Tergugat II itu tidak disalahgunakan oleh Tergugat II, pada tahun 1995 Penggugat I memblokir seluruh sertifikat yang dibawa kabur oleh Tergugat II melalui Turut Tergugat II.
Karena biaya balik-nama sertifikat dan janji Tergugat II membeli tanah Penggugat I tidak ada kepastian, maka tanah tersebut kemudian Penggugat I jual kepada Penggugat II berdasarkan Akta Pengikatan untuk jual-beli dengan pembayaran secara termin Nomor 20 tertanggal 25 September 2008 dengan kesepakatan seluruh sertifikat tersebut harus dibalik-namakan dulu dari Tergugat I kepada Penggugat I setelah Penggugat I mendapat vorschoot dari Penggugat II, tetapi Penggugat I menerangkan bahwa sertifikat tanah-tanah tersebut hilang.
Penggugat I dan Penggugat II sepakat mengurus sertifikat yang hilang dibawa kabur oleh Tergugat II melalui Turut Tergugat II. Atas petunjuk Turut Tergugat II, syarat untuk mengurus Sertifikat yang hilang itu Penggugat I harus melaporkan kehilangan sertifikat dimaksud kepada Polisi.
Menjadi ironis, setelah ditelusuri, pada saat Penggugat I akan bersumpah di hadapan Turut Tergugat II atas hilangnya seluruh Sertifikat dibawa kabur oleh Tergugat II, secara tiba-tiba muncullah seseorang yang mengaku Kuasa Hukum Tergugat III yang mengatakan sertifikat yang dilaporkan hilang oleh Penggugat I itu tidak hilang, tetapi berada di Tergugat III dengan alasan bahwa tanah milik Penggugat I itu sudah dijual oleh Tergugat II kepada Tergugat III.
Seluruh tanah yang tertulis dalam sertifikat yang hilang dibawa kabur oleh Tergugat II itu dijual lagi oleh Tergugat II kepada Tergugat III, adalah tidak sah dan batal demi hukum, mengingat Tergugat II baru membayar vorschoot Rp4.000.000 bahkan seluruh sertifikat masih atas nama Tergugat I, sehingga Tergugat II menjual tanah yang bukan miliknya kepada Tergugat III itu merupakan perbuatan melawan hukum.
Turut Tergugat II (Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Bekasi) tidak dapat dilepaskan dari keterlibatannya dalam perkara ini, karena Turut Tergugat II tidak tegas, plin-plan bahkan terkesan berpihak dan Tergugat III. Ada beberapa indikasi ikut keberpihakan Turut Tergugat II kepada Tergugat III yang patut dicurigai antara lain:
1. Mengapa pada saat Penggugat I akan diambil sumpah oleh Turut Tergugat II atas hilangnya seluruh sertifikat yang sudah dijadwalkan, oleh Turut Tergugat II sendiri dibatalkan;
2. Mengapa pada saat Turut Tergugat II akan mengambil sumpah Penggugat I, menghadirkan Kuasa Hukum Tergugat III;
3. Mengapa Turut tergugat II mengulur-ulur waktu dalam menyelesaikan persengketaan antara Penggugat I dan Penggugat II dengan Tergugat II dan Tergugat III.
Dengan demikian Penggugat menyumpulkan, akibat perbuatan melawan hukum Tergugat II yang menjual tanah bukan miliknya kepada Tergugat III, Tergugat III yang menyembunyikan seluruh sertifikat tanah hak milik yang dicari-cari oleh Penggugat, perbuatan Turut Tergugat I yang menyerahkan seluruh Sertifikat tanah hak milik atas nama Tergugat I kepada Tergugat II tanpa seizin Penggugat I, maupun Perbuatan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Bekasi yang mengulu-rulur waktu penyelesaian persengketaan antara Penggugat dengan Tergugat II dan Tergugat III, Penggugat merasa sangat dirugikan.
Sementara itu Tergugat III dalam bantahannya menyebutkan, gugatan Para Penggugat adalah mengenai sengketa kepemilikan tanah, dimana objek tanah yang diperkarakan oleh Para Penggugat terletak di Kelurahan Pekayon Jaya, Kecamatan Bekasi Selatan, Kotamadya Bekasi, yaitu suatu tempat yang berada di wilayah yuridiksi Pengadilan Negeri Bekasi di Kotamadya Bekasi, namun pada kenyataannya Para Penggugat mendaftarkan gugatan ini pada Pengadilan Negeri Jakarta Timur, yang seharusnya gugatan tersebut didaftarkan pada Kantor Pengadilan Negeri Bekasi, ditempat dimana objek tanah tersebut berada.
Berdasarkan salah satu asas hukum acara perdata yakni “asas forum rei”, dimana dasar menentukan patokan kompetensi relatif menurut asas forum rei yang diatur Pasal 118 a Ayat 3 HIR jo. Pasal 1435 Rbg, adalah objek sengketa yang terdiri dari barang tidak bergerak (real propety / immovable property), dengan kaedah: Dalam sengketa yang menyangkut barang tidak bergerak, maka gugatan harus diajukan ke Pengadilan Negeri di tempat dimana barang objek perkara diletakkan.
Sejak terjadinya jual-beli tanah, Penggugat I sebagai pembeli tanah, tidak melaksanakan kewajibannya untuk segera melakukan balik-nama atas SHM tanah di Bekasi tersebut menjadi keatas namanya, namun kewajiban tersebut dibiarkan berlarut-larut oleh Penggugat I. Apa maksud dan tujuan Penggugat I tidak melakukan balik-nama atas SHM tersebut?
Seharusnya sebagai pembeli, Penggugat I segera melakukan balik-nama atas berbagai SHM tersebut, sehingga tidak menimbulkan konflik antara para pihak. Terhadap gugatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Timur kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 258/PDT.G/2010/PN.JKT.TIM. tanggal 6 Oktober 2010, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan dari Para Penggugat I dan II sebagian;
2. Menyatakan Tergugat III telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menyatakan sah Akta Jual-Beli yang dibuat Notaris & PPAT ... , S.H. di Bekasi antara Raden Jonathan Mukidjo (pemilik sertifikat pertama) dengan Rustamadji Andjung selaku pembeli, Penggugat I) berdasarkan (bukti P-1 sampai dengan P-11);
4. Menyatakan Sertifikat Hak Milik No. ... (P-12 sampai dengan P-22) yang diterbitkan oleh Turut Tergugat II dan masih atas nama Tergugat I, adalah sah milik Penggugat I berdasarkan (bukti P-1 s/d P-11);
5. Menyatakan Akta Pengikatan Jual-Beli yang dibuat yang dibuat di kantor Notaris ... , S.H. tanggal 28 Juli 1994, No. ... antara Rustamadji (Penggugat I) dengan Won Jong Keng (Tergugat II) yang belum dibayar sama sekali, karena melarikan diri dan tidak diketahui keberadaannya (P-24 sampai dengan P-34), tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum;
6. Menyatakan Surat Pernyataan Pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan swasta No. ... yang dibuat tanggal 2 Maret 1995, secara dibawah tangan, dengan diketahui oleh Camat Bekasi Selatan dimana ada yang tidak bermaterai baik Surat Pernyataan maupun kuitansi pembayarannya, adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum;
7. Menyatakan sah Akta Pengikatan Jual-Beli Nomor 20 tanggal 25 September 2008 antara Rustamadji (Penggugat I) dan Achmad Zubaidi Arief (Penggugat II) dengan segala akibat hukumnya;
8. Menghukum Tergugat I yang tidak diketahui keberadaannya untuk dan atas namanya memberi kuasa kepada Penggugat I, untuk membalik-nama ke atas nama Penggugat I berdasarkan Akta Jual-beli yang telah dilakukannya dihadapan PPAT (P-1 s/d P-11) atas sertifikat Hak Milik No. ... ... (P12 sampai dengan P-22), kemudian dibalik-nama kepada Achmad Zubaidi Arief berdasarkan Akta Pengikatan Jual-Beli No. 20 yang dibuat Notaris di Bekasi ..., S.H. Tanggal 25 September 2008;
9. Menghukum Tergugat III untuk menyerahkan seluruh Sertifikat Hak milik atas nama Tergugat I yang telah dibeli oleh Penggugat I Sertifikat Hak Milik No. ... tanpa syarat apapun kepada Penggugat I dan Penggugat II;
10. Menghukum Turut Tergugat II untuk membantu proses balik-nama atas sertifikat-sertifikat tersebut diatas dari Tergugat I, kepada Penggugat I atau Penggugat II atau membantu pengurusan balik nama dengan menerbitkan sertifikat yang baru (duplikat) sebagai pengganti sertifikat yang disimpan oleh Tergugat III, berdasarkan Undang-Undang Agraria yang berlaku;
11. Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Turut Tergugat I dan II untuk tunduk pada putusan ini;
12. Menolak gugatan Penggugat sebagian dan selebihnya.
Dalam tingkat banding, yang menjadi amar Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 59/PDT/2011/PT.DKI tanggal 19 April 2011, ialah sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding semula Tergugat III;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 258/PDT.G/2010/PN.JKT.TIM tanggal 6 Oktober 2010 yang dimohonkan banding tersebut.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 11 K/Pdt/2012 tanggal 24 Juli 2012, adalah sebagai berikut:
MENGADILI :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : PT. Pembangunan Perumahan (Persero), dan Pemohon Kasasi II : Won Jon Keng tersebut.”
Tergugat III selaku BUMN mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan pokok keberatan bahwa hakim telah khilaf dengan tidak melaksanakan pemeriksaan setempat, sehingga tidak mengetahui keadaan fisik dan batas-batas tanah sengketa.
Pokok sengketa dalam perkara perdata ini adalah menyangkut sengketa kepemilikan bidang-bidang tanah. Untuk memastikan kebenaran objek sengketa tanah yang disengketakan, selain penyebutan letak tanah, luas tanah, ukuran panjang dan lebar, dan batas-batas tanah, maka Majelis Hakim yang memeriksa seharusnya melakukan pemeriksaan setempat (plaats opname).
Pernyataan Pengadilan Negeri dalam putusannya, menyatakan bahwa Penggugat masih menguasai objek sengketa, adalah sama sekali tidak berdasarkan bukti aktual, dan tidak ada satu alat bukti-pun yang disampaikan ke persidangan yang menunjukkan mengenai penguasaan Penggugat atas fisik objek tanah. Bagaimana mungkin hakim Pengadilan Negeri dapat mengetahui mengenai penguasaan fisik atas objek sengketa?—sementara sang hakim tidak melakukan acara pemeriksaan setempat terhadap objek sengketa.
Tidak dilaksanakannya Sidang Pemeriksaan Setempat oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur, adalah merupakan buah dari kesulitan yang dituai oleh Majelis Hakim karena menolak eksepsi kompetensi relatif yang diajukan oleh Tergugat III, sehingga Majelis Hakim Pengadilan Negeri kesulitan untuk melakukan Sidang Pemeriksaan Setempat atas objek tanah yang terletak di luar wilayah hukum Pengadilan Negeri Bekasi—Note SHIETRA & PARTNERS: Suatu argumentasi yang sangat real dan sukar dibantah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 10 Akta Pengikatan Jual Beli antara Penggugat I dengan Tergugat Il, disebutkan dengan tegas bahwa: “Mengenai akta ini serta segala akibat dan pelaksanaannya, para penghadap memiih domisili di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi.”—sehingga jelas kekeliruan bila Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini dari Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Sengketa kepemilikan atas bidang-bidang tanah yang terletak di Kotamadya Bekasi, sehingga seharusnya dan yang benar berdasarkan ketentuan Pasal 118 Ayat 3 HIR, yang secara tegas menyatakan bahwa jika gugatan terkait benda tidak bergerak, maka gugatan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dalam wilayah hukum dimana benda tidak bergerak itu berada, dalam hal ini bidang-bidang tanah sengketa berada di bawah yurisdiksi Pengadilan Negeri Bekasi, maka perkara ini seharusnya didaftarkan dan/atau diajukan dan diperiksa, diadili, dan diputus oleh Pengadilan Negeri Bekasi—bukan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Tergugat III untuk itu merujuk Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1382 K/Sip/1971 tertanggal 4 November 1975, yang pada pokoknya menyatakan: “Karena sawah dan kebun tersebut pada ad 5 sampai dengan 8 surat gugat itu terletak diluar wilayah hukum Pengadilan Negeri Takelar, maka Pengadilan Negeri ini tidak berwenang mengadilinya dan gugatannya seharusnya dinyatakan tidak dapat diterima.”
Dengan demikian Tergugat III meminta agar putusan kasasi dianulir, dengan menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak berwenang mengadili perkara ini, karena sesungguhnya merupakan “kompetensi relatif” Pengadilan Negeri Bekasi.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan tersebut dapat dibenarkan, dengan alasan sebagai berikut:
“Bahwa Judex Facti/Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan Judex Juris khilaf mencermati Bukti TK III-16 A sampai dengan 26 A yang nyata-nyata menunjuk Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi dalam hal penyelesaian sengketa akibat jual-beli antara Penggugat I dan Tergugat II. Oleh karenanya sudah seharusnya eksepsi Tergugat III/Pemohon Peninjauan Kembali dikabulkan;
“Bahwa kewenangan mengadili adalah Pengadilan Negeri Bekasi, bukan Pengadilan Negeri Jakarta Timur;
“Bahwa lagipula, sekiranya eksepsi Tergugat III ditolak, Putusan Judex Facti dan Judex Juris tidak berdasarkan fakta. Selain tidak diketahui dengan pasti keadaan fisik dan batas-batas objek sengketa, karena Judex Facti/Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak melakukan Pemeriksaan Setempat (plaats opname). Dan oleh karena tidak melakukan Pemeriksaan Setempat pula putusan Judex Facti/PN Jakarta Timur yang dikuatkan oleh Judex Facti/Pengadilan Tinggi dan Judex Juris yang membenarkan demikian saja dalil Para Penggugat, bahwa tanah objek sengketa sampai dengan sekarang dikuasai oleh Para Penggugat/Para Termohon Kasasi, bukanlah fakta di lapangan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : PT. PEMBANGUNAN PERUMAHAN (PERSERO) dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 11 K/Pdt/2012 tanggal 24 Juli 2012 serta Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. PEMBANGUNAN PERUMAHAN (PERSERO) tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 258/PDT.G/2010/PN.JKT.TIM tanggal 6 Oktober 2010, Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 59/PDT/2011/PT.DKI tanggal 19 April 2011, dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 11 K/Pdt/2012 tanggal 24 Juli 2012;
MENGADILI KEMBALI:
Dalam Eksepsi:
- Menerima eksepsi Tergugat III;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 258/PDT.G/2010/PN.JKT.TIM tanggal 6 Oktober 2010 tidak berwenang memeriksa dan mengadili gugatan Para Penggugat.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.