Moral Hazard Mempailitkan Personal Guarantee Tanpa Menyertakan Debitor

LEGAL OPINION
Question: Di dalam kontrak pemberian fasilitas kredit modal usaha, ada disebutkan bahwa pemberi jaminan perseorangan melepas hak istimewanya untuk menuntut agar kreditor lebih dahulu menagih dari pihak debitor yang dijamin olehnya. Artinya kan, bisa secara serta-merta menagih dari sang pemberi jaminan perseorangan sekaligus mempailitkannya bila tagihan tidak dipenuhi mereka, bukan?
Brief Answer: Benar bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memungkinkan hal demikian, sepanjang disepakati para pihak. Namun, mungkin demi menghindari moral hazard, dimana pemberi jaminan personal (personal guarantee) diajukan pailit oleh sang kreditor, sementara debitornya sendiri disaat bersamaan tidak turut diajukan pailit, lebih baik mengajukan pailit sebagai satu-kesatuan register perkara bersama-sama antara debitor dan pemberi personal guarantee.
Dalam praktik di Pengadilan Niaga, lebih lazim dijumpai pihak debitor yang bersama-sama para pemberi jaminan perseorangan (personal guarantee) secara kolektif dijatuhkan pailit. Namun bila konteksnya hanya pemberi personal guarantee yang dimohonkan pailit tanpa menyertakan debitor yang dijamin olehnya, sejauh pengamatan penulis, hingga saat ini sangat jarang dikabulkan oleh pengadilan.
Kecuali bila konteksnya ialah sang debitor telah terlebih dahulu dipailitkan, namun setelah proses likuidasi oleh Kurator, ternyata belum juga mampu melunasi seluruh hutangnya, barulah para pemberi personal guarantee secara susulan dapat diajukan pailit guna menutup seluruh hutang sang debitor yang telah terlebih dahulu jatuh pailit.
PEMBAHASAN:
Untuk itu kita dapat belajar dari pengalaman dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa kepailitan register Nomor 419 K/Pdt.Sus/2012 tanggal 15 Oktober 2012, perkara antara:
- CITIBANK, N.A., sebagai Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Pailit; melawan
1. ROBERT RAYMOND; 2 Ny. MEITHY SUSANTI, selaku Termohon Kasasi dahulu Termohon Pailit I dan II.
PT. Ciptagria Mutiarabusana selaku Debitor telah menerima fasilitas kredit dari Pemohon Pailit yang dijamin secara pribadi oleh antara lain Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II, karenanya Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II selaku penjamin wajib membayar kepada Pemohon Pailit, utang-utang yang timbul dari perjanjian-perjanjian kredit yang dibuat antara Debitor dan Pemohon Pailit yang dijamin antara lain oleh Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II.
Utang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, sementara Para Termohon Pailit dan sebagai Penjamin (Guarantor) telah melepaskan Hak Istimewanya, oleh karenanya menurut hukum dapat dimintakan pertanggung-jawaban secara tanggung-menanggung kepada Pemohon Pailit.
Dalam butir 4 dari perjanjian jaminan pribadi, secara tegas disebutkan bahwa Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II selaku penjamin telah melepaskan semua dan setiap hak-hak istimewa yang diberikan Undang-Undang kepada penjamin antara lain (tetapi tidak terbatas) pada hak-hak istimewa yang termaktub dalam Pasal-Pasal 1430, 1431, 1821, 1831, 1833, 1837, 1843, 1847, 1848 dan 1849 KUHPerdata. Klausula pelepasan hak-hak istimewa tersebut berbunyi sebagai berikut:
“The undersigned hereby irrevocably waives notice of acceptance of this Guaranty, and also presentment, demand, protest and notice of dishonor of any and all of the Obligations, and promptness in commencing suit against any party thereto or liable therefor or in taking any action with respect to any security therefor, and/or in giving any notice to or of making any claim or demand hereunder upon the undersigned. Also, the undersigned hereby waives all of its rights and privileges under the Indonesian Civil Code as necessary to give full effect to this Guaranty, including but not limited to Articles 1430, 1431, 1821, 1831, 1833, 1837, 1843, 1847, 1848 and 1849 there of.”
“Yang bertanda-tangan di bawah ini dengan ini dan dengan tidak dapat dibatalkan lagi mengenyampingkan atau mengabaikan pemberitahuan penerimaan dari jaminan ini dan juga kesegeraan didalam memulai tuntutan terhadap pihak manapun atau yang bertanggung jawab oleh karenanya atau di dalam melakukan segala tindakan sehubungan dengan jaminan manapun daripadanya, dan/atau dalam memberikan pemberitahuan kepada atau membuat klaim atau tuntutan manapun berdasarkan Perjanjian ini terhadap yang bertandatangan dibawah ini dengan ini mengenyampingkan atau mengabaikan semua hak-haknya dan hak istimewanya berdasarkan Undang-Undang Perdata Indonesia yang diperlukan untuk memberlakukan secara penuh Jaminan ini termasuk namun tidak terbatas kepada Pasal 1430, 1431, 1821, 1831, 1833, 1837, 1843, 1847, 1848, dan 1849 KUH Perdata tersebut.”
Dengan telah dilepaskannya hak-hak istimewa tersebut oleh Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II selaku penjamin, dan adanya ketentuan dalam butir 9 dari perjanjian jaminan pribadi yang menyatakan secara tegas bahwa kewajiban para penanggung adalah bersifat bersama-sama (“jointly with”) dan juga berdiri sendiri (“independently of”) dengan kewajiban Debitur dan setiap penjamin lainnya.
Atau dengan perkataan lain, kewajiban Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II adalah bersifat renteng dengan Debitur dan para penjamin lainnya, maka dengan demikian Pemohon Pailit dapat melaksanakan haknya untuk mengajukan tuntutan hukum kepada Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II saja atas pembayaran / pelunasan utang-utang Debitur dan seluruh penjamin kepada Pemohon Pailit tanpa terlebih dahulu mengajukan tuntutan hukum terhadap Debitur termasuk tuntutan agar Debitur dipailitkan terlebih dahulu. Hal tersebut adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 1832, Pasal 1280, Pasal 1283, Pasal 1284 KUHPerdata berikut:
- Pasal 1832 KUHPerdata: “Penanggung tidak dapat menuntut supaya barang milik Debitur lebih dulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya:
1. bila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk menuntut barang-barang Debitur lebih dahulu disita dan dijual;
2. bila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan Debitur terutama secara tanggung-menanggung, dalam hal itu, akibat-akibat perikatannya diatur menurut asas-asas yang ditetapkan untuk utang-utang tanggung-menanggung;
3. jika Debitur dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secara pribadi;
4. jika Debitur berada keadaan pailit;
5. dalam hal penanggungan yang diperintahkan oleh Hakim.”
- Pasal 1280 KUHPerdata: “Di pihak para Debitur terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, manakala mereka semua wajib melaksanakan satu hal yang sama, sedemikian rupa, sehingga salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pelunasan oleh salah satu membebaskan Debitur lainnya terhadap Kreditur.”
- Pasal 1283 KUHPerdata: “Kreditur dalam suatu perikatan tanggung-menanggung dapat menagih piutangnya dari salah satu Debitur yang dipilihnya, dan Debitur ini tidak dapat meminta agar utangnya dipecah.”
Oleh karena Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II adalah pihak-pihak yang berutang secara tanggung-menanggung (tanggung renteng) sesuai Pasal 1280, Pasal 1283, dan Pasal 1284 KUHPerdata, maka dengan demikian penuntutan (pailit) yang diajukan oleh Pemohon Pailit terhadap Termohon Pailit-I dan Termohon Pailit-II, secara terpisah dari tuntutan terhadap Debitor, menurut hukum dapat dilakukan oleh Pemohon Pailit.
Terhadap permohonan pailit sang kreditor, Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kemudian menjatuhkan putusan Nomor 17/PAILIT/2012/PN.NIAGA.JKT.PST., tanggal 3 Mei 2012, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Pemohon mendalilkan bahwa Termohon I dan Termohon II mempunyai kreditur lain berdasarkan Buktl P-20 yaitu The Hongkong Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC) dengan nilai utang sebesar USD 877,245.15;
“Menimbang, bahwa Termohon I dan Termohon II membantah adanya kreditur lain yaitu The Hongkong Shanghai Banking Corporation Limited (HSBC). Karena sebagaimana yang dimaksud dalam surat (dari HSBC kepada Pemohon Pailit) tertanggal 4 November 2010 No. IMO SAM 100054 (Bukti P-20) tidak dapat dikategorikan sebagai utang Kreditur lain karena mengandung unsur transaksi ‘FOREX’ dan pembuktiannya tidak sederhana;
“Menimbang, bahwa atas dalil sangkalannya tersebut Termohon I dan Termohon II sebagaimana Bukti T-1A, T-1B dan T-1C telah dibuktikan berdasarkan Putusan No. 53/Pailit/2009/PN.Niaga.Jkt.Pst. dalil adanya Kreditur lain dari Termohon I dan Termohon II sebagaimana didalilkan Pemohon Pailit tidak dapat dibuktikan bahwa adanya Kreditur lain karena didalam Putusan No. 53/Pailit/2009/PN.Jkt.Pst jo. No. 838/ Pdt.Sus/2009 jo. No. 159 PK/Pdt.Sus/2012 telah disebutkan bahwa perselisihan antara The Hongkong and Shanghai Bangking Corporation Ltd. dengan PT. Ciptagria Mutiarabusana adalah perselisihan yang harus dibuktikan jumlah utang yang pasti dari PT. Ciptagria Mutiarabusana.
“Dan oleh karenanya secara hukum pula sebagaimana didalilkan oleh Pemohon bahwa Termohon I dan Termohon II sebagai Penjamin dari PT. Ciptagria Mutiarabusana. Belum dapat pula disebutkan The Hongkong and Shanghai Banking Corporation Ltd. sebagai Kreditur lain dari Termohon I dan Termohon II, dengan demikian dalil Pemohon bahwa Termohon I dan Termohon II mempunyai Kreditur lain dalam perkara a quo tidak dapat dibuktikan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas maka Majelis Hakim berpendapat secara hukum bahwa Pemohon tidak adanya dua atau lebih Kreditur tidak terpenuhi sebagaimana dimaksud dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;
“Menimbang, bahwa selanjutnya akan dipertimbangkan apakah benar secara hukum bahwa Debitur mempunyai utang kepada Kreditur dan utang tersebut belum / tidak dibayar lunas oleh Debitur;
“Menimbang, bahwa dalam UU Kepailitan tidak dijelaskan berapa jumlah utang minimal yang harus ada sehingga dapat diajukan permohonan penyataan pailit. Dalam UUK hanya dijelaskan utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh Debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada Kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan Debitur (Pasal 1 ayat (6) UU Kepailitan);
“Menimbang, untuk membuktikan adanya utang tersebut, Pemohon telah mengajukan bukti berupa bukti P-5, P-5.1 s/d P-5.17, P-6.1 s/d P-6.30 dan P-7 s/d P-12 dan Termohon I dan Termohon II sebagai pemberi jaminan pribadi atas utang-utang yang timbul dari perjanjian kredit yang dibuat antara PT. Ciptagria Mutiarabusana (Debitur) dengan Pemohon Pailit (Kreditur);
“Menimbang, bahwa Pemohon dalam dalil permohonannya bahwa jumlah total utang yang timbul berdasarkan perjanjian-perjanjian kredit dan jaminan-jaminan pribadi pertanggal 12 Februari 2012 yang terutang dan wajib dibayar oleh Termohon I dan Termohon II adalah sebesar USD 6.502.568 yang belum dibayar dan telah jatuh tempo;
“Menimbang, bahwa dalil Pemohon tersebut ditolak oleh Termohon I dan Termohon II dengan alasan pada pokoknya untuk kepastian jumlah utang tersebut masih menjadi perselisihan yang ternyata tidak dapat dibuktikan secara sederhana, karena utang tersebut merupakan satu kesatuan dengan fasilltas Derivatif yang dipersoalkan oleh Termohon I dan Termohon II, sebagaimana bukti T-3A s/d T-3J berupa Rekening Koran Citibank EURO/USD, masing-masing tertanggal ... dan selain itu Pemohon telah mengeksekusi sepihak harta Termohon I dan Termohon II sebagaimana bukti T-4B s/d T-5D;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan tersebut diatas ternyata utang Termohon I dan Termohon II sebagaimana didalilkan oleh Pemohon dibantah oleh Termohon I dan Termohon II dan ternyata eksistensi adanya utang tersebut masih dipersoalkan dan dipersengketakan antara Pemohon dengan para Termohon, sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa keberadaan / eksistensi utang dalam permohonan pailit sifatnya kompleks dan tidak sederhana, cukup rumit dan sulit pembuktiannya yang memerlukan pembuktian yang tidak sederhana sehingga tidak tepat dibahas dan diperiksa di Pengadilan Niaga perlu adanya pemeriksaan lebih lanjut atas utang-utang Termohon I dan Termohon II secara lebih dalam dan hal ini dapat dilanjutkan dalam pemeriksaan dalam perkara-perkara perdata dimana pihak-pihak dapat membuktikan terlebih dahulu nilai utang yang telah dilakukan pengurangan dari aset-aset yang menjadi Hak Tanggungan;
“Menimbang, bahwa dengan alasan dan pertimbangan tersebut diatas, secara hukum unsur-unsur untuk menyatakan Termohon I dan Termohon II pailit menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yaitu harus terdapat dua atau lebih Kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, tidak terpenuhi;
“Menimbang, bahwa dengan alasan karena tidak terpenuhinya ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 dan terbukti bahwa permohonan pailit dari Pemohon tidak sederhana sebagaimana dimaksud oleh Pasal 8 ayat (4), maka permohonan Pemohon dinyatakan tidak beralasan hukum sehingga wajib dinyatakan ditolak;
“Menimbang, bahwa untuk membuktikan masih adanya utang Termohon I dan Termohon II kepada Pemohon, perlu ditarik para Kreditur lainnya sebagai pihak lainnya untuk diminta keterangannya sebagai pihak selain Pemohon, juga perlu ditarik PT. Ciptagria Mutiarabusana selaku Debitur sebagai pihak dalam perkara a quo;
MENGADILI :
- Menolak permohonan pailit Pemohon.”
Sang kreditor mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok argumentasi bahwa dengan telah dilepaskannya hak-hak istimewa tersebut oleh Para Termohon selaku para penjamin, dan adanya ketentuan dalam butir 9 dari jaminan-jaminan pribadi yang menyatakan secara tegas bahwa kewajiban para penanggung adalah bersifat bersama-sama dan juga berdiri sendiri dengan kewajiban Debitur dan setiap penjamin lainnya, atau dengan perkataan lain kewajiban Para Termohon adalah bersifat tanggung-menanggung dengan Debitur, maka dengan demikian Pemohon dapat melaksanakan haknya untuk mengajukan tuntutan hukum kepada Para Termohon saja atas kewajiban pelunasan utang-utang Debitur kepada Pemohon Pailit, tanpa terlebih dahulu mengajukan tuntutan hukum terhadap Debitur dan/atau terhadap penjamin-penjamin lain termasuk tuntutan agar Debitur dipailitkan terlebih dahulu.
Dimana terhadap keberatan Pemohon, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, Judex Facti / Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah tepat dan benar yaitu tidak salah dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan di persidangan terhadap permohonan dalam perkara a quo telah ternyata bahwa para Termohon telah membantah dalil Pemohon Pailit mengenai keberadaan utang para Termohon kepada Pemohon dan Kreditur lain berdasarkan alasan yang sah yaitu bahwa sengketa utang piutang antara Pemohon sebagai Kreditur dan Debitur (PT. Ciptragria Mutiarabusaha) perlu dibuktikan terlebih dahulu melalui mekanisme yang disepakati oleh para pihak, serta tidak ada bukti sah yang diajukan oleh Pemohon yang menunjukkan bahwa para Termohon mempunyai utang pada Kreditur lain sehingga telah benar keberadaan utang para Termohon kepada Pemohon Pailit masih dipersengketakan sehingga harus dibuktikan lebih lanjut melalui pemeriksaan secara perdata dan tidak bisa secara sederhana oleh karenanya sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang permohonan pernyataan pailit dalam perkara a quo tidak memenuhi syarat untuk dikabulkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: CITIBANK, N.A. tersebut haruslah ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: CITIBANK, N.A. tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.