KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Digugatnya Keputusan Sidang Etik Kedokteran

LEGAL OPINION
Question: Tampaknya solusi untuk menghukum seorang dokter, selain lewat jalur hukum, adalah mengadu ke organisasi etik kedokteran agar dokter bersangkutan bisa dikenakan sanksi?
Brief Answer: Penjatuhan sanksi disiplin adalah penegakan sanksi yang dijatuhkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) setelah mendapat surat rekomendasi dari Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). Namun, kendala utamanya ialah sanksi dari sidang etik kedokteran demikian sangat minim unsur efek jeranya—bahkan, sekalipun hanya dijatuhi sanksi skoorsing dari praktik kedokteran selama beberapa bulan saja, keputusan sidang etik demikian masih dapat digugat ke hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS menjadikan cerminan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta sengketa sanksi etik kedokteran register Nomor 56/G/2014/PTUN-JKT. tanggal 12 Agustus 2014, perkara antara:
- EKO MEDIO SEPTIAWAN, sebagai Penggugat; melawan
- KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA, selaku Tergugat.
Yang menjadi Objek Sengketa adalah Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia tertanggal 30 Desember 2013 tentang Pelaksanaan Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam Penegakan Sanksi Disiplin terhadap Saudara Eko Medio Septiawan, dr., Sp.OT. Penggugat yang merupakan seorang dokter yang dijatuhi sanksi, mengajukan gugatan ke hadapan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dimana terhadapnya, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa tuntutan pembatalan objek sengketa adalah, didasarkan atas dalil-dalil gugatan Penggugat, yang pada pokoknya menyatakan bahwa, penerbitan objek sengketa telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu ketentuan Pasal 34 ayat (1), Pasal 46 ayat (1), Pasal 54 ayat (1) dan (2) dan Pasal 55 ayat (1) dan (2) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 serta bertentangan dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, khususnya Asas Kecermatan;
“Menimbang, bahwa oleh karena dalil-dalil gugatan Penggugat dibantah oleh Tergugat, maka Pengadilan akan mempertimbangkan keabsahan objek sengketa sesuai dengan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan atau Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik;
“Menimbang, bahwa dari Jawab-Jinawab Para Pihak dalam sengketa a quo, maka menurut hemat Pengadilan, permasalahan hukum administrasi yang harus dipertimbangkan adalah, apakah dari aspek kewenangan, prosedur dan/atau substansi penerbitan objek sengketa a quo telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik;
“Menimbang, bahwa Fungsi, Tugas, dan Wewenang Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, disebutkan sebagai berikut:
Pasal 6: “Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan medis.”
Pasal 7:
(1) Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas:
a. melakukan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan;
c. melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan bersama lembaga terkait sesuai dengan fungsi masing-masing.
(2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Pasal 8: “Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai wewenang:
a. menyetujui dan menolak permohonan registrasi dokter dan dokter gigi;
b. menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;
c. mengesahkan standar kompetensi dokter dan dokter gigi;
d. melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;
e. mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;
f. melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; dan
g. melakukan pencatatan terhadap dokter dan dokter gigi yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.
Pasal 9: “Ketentuan lebih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.”
“Menimbang, bahwa selanjutnya dalam Ketentuan Pasal 60 ayat (3) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, Tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi, disebutkan bahwa: ‘Pelaksanaan dan penyampaian salinan Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia/Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap dan kepada Teradu, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) yang menerbitkan SIP Teradu, Organisasi Profesi terkait, fasilitas pelayanan kesehatan tempat Teradu menjalankan praktik kedokteran, institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi, dan/ atau Kementerian Kesehatan harus segera dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.’
“Menimbang, bahwa kemudian dalam Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 47/KKI/KEP/XII/2007, Tentang Pedoman Tata Cara Pelaksanaan Rekomendasi Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia/Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Di Tingkat Provinsi Dalam Penegakan Sanksi Disiplin, ditegaskan bahwa: ‘Penjatuhan sanksi disiplin adalah penegakan sanksi yang dijatuhkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia setelah mendapat surat rekomendasi dari Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.’
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan perundang-undangan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa, Konsil Kedokteran Indonesia adalah Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) yang secara administratif berwenang untuk melaksanakan dan menyampaikan Keputusan MKDKI /MKDKI-P kepada Teradu, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota) yang menerbitkan SIP Teradu, Organisasi Profesi terkait, fasilitas pelayanan kesehatan tempat Teradu menjalankan praktik kedokteran, institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi dan atau Kementerian Kesehatan, termasuk kewenangan untuk menerbitkan keputusan objek sengketa;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Pengadilan akan menilai apakah Tergugat dalam menerbitkan objek sengketa a quo telah melalui prosedur yang benar, sehingga telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau tidak melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik;
“Menimbang, bahwa mencermati Bukti P-6 = T-2 yaitu, Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi menyebutkan, Pasal 18: ‘Terhadap pengaduan yang telah diterima dan tidak ditolak, MKDKI/MKDKI-P melanjutkan penanganan pengaduan dalam proses pemeriksaan disiplin.’
Pasal 50: ‘Jika sidang pemeriksaan disiplin sudah selesai atau dianggap cukup, MPD harus menetapkan ringkasan (resume) hasil pemeriksaan.’
Pasal 51:
(1) Salinan ringkasan (resume) hasil pemeriksaan disampaikan oleh Panitera kepada Teradu.
(2) Penyampaian salinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada Teradu mengemukakan tanggapan akhir terhadap ringkasan (resume) hasil pemeriksaan tersebut.
(3) Tanggapan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan oleh Teradu kepada Ketua MPD yang memeriksa kasus dugaan pelanggaran disiplin tersebut paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 52 Ayat (1): ‘Jika sidang pemeriksaan disiplin dokter atau dokter gigi sudah selesai atau dianggap cukup dan Teradu telah memberikan tanggapan akhir atau Teradu tidak memberikan tanggapan akhir sampai batas waktu yang telah ditentukan dalam Perkonsil ini, MPD harus menetapkan keputusan terhadap Teradu.’
Pasal 54:
(1) Keputusan MPD yang memutuskan Teradu dikenakan sanksi disiplin, salinan keputusan diberikan kepada Teradu.
(2) Pemberian salinan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk dapat dipergunakan oleh Teradu dalam mengajukan keberatan.
“Menimbang, bahwa dari Bukti T-5, diperoleh fakta hukum sebagai Berikut:
- Bahwa, Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD) telah memeriksa pengaduan dugaan pelanggaran disiplin kedokteran, dengan Teradu atas nama Dr. Eko Medio Septiawan, Sp.OT (in casu Penggugat);
- Bahwa, dari hasil pemeriksaan tersebut, Majelis Pemeriksa Disiplin pada Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) telah mengambil keputusan dengan menjatuhkan sanksi disiplin berupa Rekomendasi Pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) selama 3 (tiga) bulan dan keputusan tersebut telah dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari Senin, tanggal 10 Juni 2013;
- Bahwa, Keputusan MKDKI ini telah disampaikan kepada Ketua Konsil Kedokteran Indonesia dengan surat pengantar tertanggal 13 Nopember 2013;
“Menimbang, bahwa dari pemeriksaan dimuka Persidangan Majelis Hakim tidak menemukan fakta hukum bahwa, sebelum Majelis Pemeriksa Disiplin pada MKDKI mengambil keputusan dengan menjatuhkan sanksi disiplin berupa Rekomendasi Pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) selama 3 (tiga) bulan, MKDKI telah menyampaikan salinan ringkasan (resume) hasil pemeriksaan kepada Teradu. Bahwa, dengan demikian Teradu tidak pernah mendapat kesempatan untuk menyampaikan tanggapan akhir terhadap ringkasan (resume) hasil pemeriksaan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) dan (2) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi (Vide Bukti P-6 = T-2);
“Menimbang, bahwa selama proses pemeriksaan Persidangan di Pengadilan, tidak juga ditemukan bukti yang dapat menunjukkan bahwa, salinan Keputusan MKDKI yang memutuskan Teradu dikenakan sanksi disiplin telah disampaikan atau diberikan kepada Teradu, sehingga Teradu tidak dapat mengajukan keberatan sebagaimana diatur dalam Pasal 54 ayat (1) dan (2) Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi.
“Bahwa, salinan Keputusan MKDKI tersebut hanya disampaikan kepada Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (Vide Bukti T-5);
“Menimbang, bahwa dari fakta hukum tersebut, Pengadilan berkesimpulan bahwa, Keputusan MKDKI yang menjatuhkan sanksi disiplin berupa Rekomendasi Pencabutan STR selama 3 (tiga) bulan, diterbitkan dengan tidak memenuhi ketentuan yang ada dalam Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, karena telah menghilangkan atau tidak memperhatikan hak-hak Teradu, sehingga keputusan yang dihasilkan mengandung cacat yuridis;
“Menimbang, bahwa Keputusan MKDKI yang cacat yuridis tersebut menjadi dasar bagi Tergugat (Konsil Kedokteran Indonesia) untuk menerbitkan objek sengketa;
“Menimbang, bahwa Pengadilan berpendapat seharusnya sebelum Tergugat menerbitkan objek sengketa, Tergugat lebih cermat dalam memeriksa keputusan yang menjadi dasar penerbitannya, in casu Keputusan MKDKI;
“Menimbang, bahwa oleh karena diterbitkan mendasarkan pada keputusan yang mengandung cacat yuridis, maka keputusan objek sengketa yang dihasilkan, in casu Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 33/KKI/KEP/XII/2013, tertanggal 30 Desember 2013 Tentang Pelaksanaan Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Dalam Penegakan Sanksi Disiplin Terhadap Saudara Eko Medio Septiawan, dr., Sp.OT. (objek sengketa a quo/Vide Bukti P-1), juga mengandung cacat yuridis, sehingga patut untuk dinyatakan batal, karena diterbitkan tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 dan melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik khususnya Asas Kecermatan;
“Menimbang, bahwa oleh karena terbukti dari aspek prosedur penerbitan objek sengketa tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, maka dalil-dalil gugatan Penggugat terbukti di Persidangan dan karenanya beralasan hukum bagi Pengadilan untuk mengabulkan gugatan Penggugat dengan menyatakan batal keputusan objek sengketa dan mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut keputusan Objek Sengketa;
“Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat beralasan hukum dan telah dikabulkan maka, kepada Tergugat diwajibkan pula untuk memulihkan harkat dan martabat Penggugat seperti semula sebagai Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi;
“Menimbang, bahwa oleh karena terbukti dari aspek prosedur, penerbitan keputusan objek sengketa telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, khususnya Asas Kecermatan, maka dalil-dalil gugatan Penggugat terbukti di Persidangan dan karenanya beralasan hukum bagi Pengadilan untuk mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
“Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dikabulkan untuk seluruhnya, maka sesuai ketentuan Pasal 110 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kepada Tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara yang jumlahnya akan ditentukan dalam Amar Putusan ini;
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK SENGKETA:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk Seluruhnya;
2 Menyatakan batal Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 33/ KKI/KEP/XII/2013, tertanggal 30 Desember 2013, Tentang Pelaksanaan Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Dalam Penegakan Sanksi Disiplin Terhadap Saudara Eko Medio Septiawan, dr., Sp.OT;
3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 33/KKI/KEP/XII/2013, tertanggal 30 Desember 2013 Tentang Pelaksanaan Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Dalam Penegakan Sanksi Disiplin Terhadap Saudara Eko Medio Septiawan, dr., Sp.OT;
4. Mewajibkan Tergugat untuk memulihkan harkat dan martabat Penggugat seperti semula sebagai Dokter Spesialis Orthopaedi dan Traumatologi.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.