Antara PHK & Kontribusi Kesalahan

LEGAL OPINION
Question: Kalau di kantor ada pejabat supervisor maupun quality control, apa bisa pegawai yang disalahkan sepenuhnya, sampai-sampai diancam pecat dengan alasan buat kelalaian saat proses produksi?
Brief Answer: Dalam suatu perusahaan yang memiliki tata manajerial yang berjenjang seperti petugas supervisor, manajer, ataupun istilah lain yang berwenang mengawasi kinerja dan tata prosedur internal operasional pekerja / buruh perusahaan, maka melimpahkan seluruh kesalahan pada satu individu pekerja “lini bawah”, tentunya bukanlah suatu langkah bijak dan bisa menjadi kontraproduktif pada gilirannya.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi yang dapat menjadi cerminan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 1078 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 19 Januari 2017, perkara antara:
- PT. INCAP ALTIN UTAMA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
1. PUGUH SOSIAWAN; 2. LISAWATI, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Tergugat merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pengolahan logam dengan mempekerjakan kurang lebih 300 orang pekerja. Para Penggugat adalah pekerja tetap pada perusahaan Tergugat. Sementara terjadinya perselisihan hubungan industrial antara Para Penggugat dengan Tergugat, berawal pada tanggal 1 November 2014, yaitu dengan adanya tindakan merumahkan yang dilakukan Tergugat terhadap Para Penggugat. Adapun jangka waktu Para Penggugat dirumahkan selama 3 bulan, terhitung sejak tanggal 1 November 2014 sampai dengan 31 Januari 2015.
Kebijakan merumahkan dituangkan dalam suatu surat persetujuan bersama antara Para Penggugat dengan Tergugat. Surat Persetujuan Bersama dibuat dan ditandatangani pada tanggal 3 November 2014 serta yang bertindak mewakili Tergugat saat itu ialah seorang pejabat HRD & GA Department. Dalam Persetujuan Bersama tersebut, yang dijadikan alasan dilakukannya perumahan Para Penggugat adalah: “Sehubungan dengan kondisi dan efisiensi perusahaan”.
Menjelang jatuh tempo masa waktu dirumahkan, sekitar pertengahan bulan Januari 2015, Para Penggugat datang ke perusahaan dengan tujuan untuk mempertanyakan kelanjutan serta kejelasan status hubungan kerja, akan tetapi, Tergugat saat itu diwakili olehi HRD (saudara Eric Tampubolon) menyatakan bahwa Para Penggugat sudah tidak dibutuhkan oleh perusahaan, dengan alasan “melakukan pelanggaran besar”.
Selanjutnya pada tanggal 2 Februari 2015 Tergugat melalui HRD & GA menerbitkan sepucuk surat yang ditujukan kepada petugas keamanan/Security PT. Incap Altin Utama perihal Pemberitahuan, yang pada intinya surat tersebut menyatakan bahwa Para Penggugat adalah “karyawan yang sudah memasuki proses pemberhentian hubungan kerja ... atas pemberhentian hubungan kerja diberikan paling lambat tanggal 9 Februari 2015, dan karyawan tersebut tidak perlu membicarakan lagi dengan HRD”.
Merasa telah dijebak oleh modus “dirumahkan”, Para Penggugat mempertanyakan tentang alasan dan dasar hukum pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Tergugat. Sebagai tanggapannya, Tergugat melalui HRD mengeluarkan surat (dengan tulisan tangan) yang menyatakan: “Sehubungan dengan keputusan manajemen yang efektif pertanggal 1 Februari 2015, maka kepada Para Penggugat dinyatakan diberhentikan karena telah melakukan tindakan yang merugikan perusahaan sebagai karyawan”.
Para Penggugat memohon agar diadakan perundingan bipartit, namun meski telah berulang kali mengajukan permohonan perundingan bipartit, namun tidak menghasilkan penyelesaian. Maka pada tanggal 22 Juni 2015 Para Penggugat mengajukan permohonan kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi untuk memediasi perselisihan, akan tetapi mediasi juga tidak menghasilkan kesepakatan, karena selama mediasi berlangsung Tergugat tidak pernah hadir.
Ssehingga Mediator Disnaker Kabupaten Bekasi pada tanggal 11 Februari 2016 mengeluarkan surat perihal Anjuran, dengan substansi sebagai berikut:
“M E N G A N J U R K A N :
1. Agar hubungan kerja antara pihak pengusaha PT. Incap Altin Utama dengan pekerja saudari Lisawati dan saudara Puguh Sosiawan dapat diakhiri terhitung akhir bulan Januari 2016 dengan memberikan hak-hak pekerja yaitu:
1.1 Uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
1.2 Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
1.3 Uang penggantian hak sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta hak-hak lainnya; dan
2. Agar pengusaha PT. Incap Altin Utama membayar upah pekerja saudari Lisawati dan saudara Puguh Sosiawan (apabila belum dibayarkan) dari bulan Februari 2015 sampai dengan akhir bulan Januari 2016.”
Penggugat telah menjawab secara tertulis, menyatakan menerima isi anjuran, sedangkan Tergugat diasumsikan menolaknya (karena faktanya sampai gugatan ini diajukan, Tergugat belum menjalankan isi anjuran). Oleh karena belum adanya niat baik Tergugat untuk menjalankan isi anjuran dan atau melaksanakan kewajibannya membayar hak Para Penggugat, maka Para Penggugat mengajukan gugatan.
PHK terhadap Para Penggugat, dengan menyatakan bahwa Para Penggugat sudah tidak dibutuhkan oleh perusahaan, dengan alasan “melakukan pelanggaran besar” dan telah merugikan perusahaan, adalah keputusan yang terlalu dini (prematur). Pasal 151 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan:
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benarbenar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
Pasal 155 ayat (1)
“Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3), batal demi hukum.”
Yang menjadi menarik, ialah argumentasi sang Pekerja, sebagai berikut: Tindakan Tergugat yang sebelumnya merumahkan Para Penggugat selama 3 bulan, dengan alasan kondisi dan ‘efisiensi perusahaan’, adalah suatu bukti adanya pengakuan Tergugat bahwa perusahaannya sedang melakukan efisiensi, sehingga pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan Tergugat adalah dikarenakan efisiensi.
Sehingga, bilamana PHK dikarenakan efisiensi, maka pengusaha berkewajiban membayar kompensasi berdasarkan norma Pasal 164 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaam, maka pihak Pekerja berhak mendapatkan pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (3).
Sejak Tergugat mengeluarkan Surat Pemberitahuan PHK terhadap Para Penggugat pada tanggal 2 Februari 2015, sejak saat itu hingga didaftarkannya gugatan ini ke Pengadilan, Tergugat I tidak lagi diizinkan Tergugat menjalankan kewajibannya sehari-hari di perusahaan Tergugat. Secara yuridis, sebelum PHK mendapat izin/penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka selama ini pula hubungan kerja dianggap masih berlangsung.
Sesuai dengan Pasal 155 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, maka hubungan karja antara Tergugat dengan Para Penggugat masih dianggap masih berlangsung, oleh karenanya Tergugat diwajibkan membayar upah Para Penggugat.
Sementara dalam bantahannya, pihak perusahaan mengajukan gugatan balik (rekonvensi) kepada para Pekerjanya, dengan alasan sebagai berikut:
- Penggugat I telah melakukan perbuatan yang merugikan perusahaan, dimana Penggugat I telah membuat Surat Klarifikasi Order dan Order Spesification tanggal 25 April 2014, berupa 65.000 piece kaleng dari PT. Petrokimia Kayaku, yang dibuat sebanyak 2 kali Surat Klarifikasi Order dan Order Spesification tanggal 25 April 2014. Artinya, berdasarkan kedua surat tersebut, maka Tergugat membuat pesanan sesuai kedua surat, Surat Klarifikasi Order dan Order Spesification tanggal 25 April 2014, yaitu sebanyak 130.000 piece kaleng;
- Akan tetapi setelah pesanan dikirimkan ke PT. Petrokimia Kayaku, ternyata didapati fakta hukum bahwa PT. Petrokimia Kayaku hanya memesan 65.000 piece kaleng tidak pernah meminta 130.000 piece kaleng, sehingga PT. Petrokimia Kayaku meminta PT. Incap Altin Utama (Tergugat) untuk menarik 65.000 piece kaleng yang lain. Dengan demikian telah terjadi 2 kali atau double order dari PT. Petrokimia Kayaku, padahal PT. Petrokimia Kayaku hanya memesan sebanyak 65.000 Piece Kaleng, yang dilakukan oleh Penggugat I, hal ini mengakibatkan kerugian bagi Tergugat.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Bandung kemudian menjatuhkan putusan Nomor 44/Pdt.Sus-PHI /2016/PN Bdg. pada tanggal 22 Agustus 2016, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan vide bukti T-3a dan T-4a, surat klarifikasi order dan order specification yang dibuat 2 (dua) kali terhadap order pembelian yang sama (bukti T-3b dan T-4b) yang dilakukan oleh Penggugat I (Puguh Sosiwan), berdasarkan fakta di persidangan Majelis Hakim berkesimpulan atas kesalahan tersebut tidaklah dapat dibebankan kepada Penggugat I, karena setiap surat klarifikasi order dan order specification yang dibuat oleh Penggugat I membutuhkan persetujuan dan diketahui oleh atasan Penggugat I serta dikonfirmasi oleh PPIC, hal tersebut juga diakui oleh Saksi Eric Munandar, sehingga seharusnya menjadi tanggung jawab bersama;
“Menimbang, bahwa sekalipun secara yuridis Tergugat berkewajiban membayar upah Para Penggugat selama proses pemutusan hubungan kerja sampai dengan adanya putusan hukum dari Pengadilan Hubungan Industrial, namun demikian mengingat Para Penggugat tidak melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pekerja selama proses pemutusan hubungan kerja bukan karena keinginan Para Penggugat, maka menurut Majelis yang adil dan tepat mengenai upah kepada masing-masing Penggugat adalah sebesar 5 (lima) bulan upah sebagaimana yang diminta Para Penggugat;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan pemutusan hubungan kerja secara sepihak yang dilakukan Tergugat dengan alasan Para Penggugat melakukan kesalahan berat adalah tidak sah;
3. Menyatakan ‘putus’ hubungan kerja antara Para Penggugat dengan Tergugat terhitung sejak putusan ini diucapkan karena efisiensi;
4. Menghukum Tergugat untuk membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak dan upah selama bulan Februari 2015 sampai dengan Juni 2015 kepada:
- Penggugat I (Puguh Sosiawan) sebesar Rp53.300.000,00 (lima puluh tiga juta tiga ratus ribu rupiah);
- Penggugat II (Lisawati) sebesar Rp90.730.000,00 (sembilan puluh juta tujuh ratus tiga puluh ribu rupiah);
5. Menolak gugatan Para Penggugat selain dan selebihnya;
Dalam Rekonvensi
Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi yang diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Hubungan Industrial Bandung pada tanggal 21 September 2016 dan kontra memori kasasi yang diterima Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Hubungan Industrial Bandung pada tanggal 3 Oktober 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung tidak salah menerapkan hukum, pertimbangan sudah tepat dan benar untuk mengabulkan gugatan sebagian dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa sesuai bukti P-2a dan P-2b berupa Surat Persetujuan Bersama antara Para Penggugat dengan Tergugat menyepakati alasan dirumahkan karena efisiensi;
- Bahwa Tergugat tidak dapat membuktikan kesalahan Para Penggugat sebagai kesalahan yang dapat langsung untuk melakukan pemutusan hubungan kerja, sebagaimana telah tepat dan benar dipertimbangkan oleh Judex Facti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. INCAP ALTIN UTAMA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. INCAP ALTIN UTAMA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.