Menunggak Hutang, Sama Artinya Debitor Menjual Lelang Agunan

LEGAL OPINION
Question: Tidak pernah saya (debitor sekaligus pemberi agunan) menjual tanah saya kepada orang lain. Tiba-tiba ada orang mengaku sebagai pembeli lelang (eksekusi Hak Tanggungan) yang meminta saya untuk mengosongkan diri dari tanah milik saya sendiri. Dia beli tanah dari bank, maka ia tagih saja ke bank, kenapa ke saya?
Brief Answer: Memberi agunan, sama artinya memberikan jaminan kepada pihak kreditor pemegang jaminan kebendaan untuk pelunasan piutang ketika debitor yang dijamin oleh pemilik agunan, wanprestasi terhadap perikatan hutang-piutang. Falsafah yang terdapat dibalik mekanisme hukum demikian, ialah bahwa kreditor tidak akan memberikan pinjaman hutang, seandainya tidak terdapat jaminan kebendaan apapun untuk menjadi objek pelunasan yang sewaktu-waktu dapat dilelang eksekusi ketika debitor cidera janji.
PEMBAHASAN:
Itulah alasan “naif” yang kerap mengemuka, ketika agunan milik debitor wanprestasi dieksekusi oleh kreditornya karena terjadi wanprestasi atas perikatan kredit, yakni: “Saya tidak pernah menjual tanah saya kepada siapapun.” Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS untuk itu merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa eksekusi Hak Tanggungan register Nomor 3564 K/Pdt/2015 tanggal 29 Maret 2016, perkara antara:
1. ZUAMAH; 2. SUNARTO, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula selaku Para Pelawan; melawan
- ZENI OPENI, selaku Termohon Kasasi dahulu Terlawan.
Pelawan I adalah nasabah / debitur dari PT. Bank Danamon Indonesia. Sebagai debitur, Pelawan I telah mejaminkan Sertifikat Tanah milik orang tua Pelawan I, yaitu Pelawan II, yang berupa Sertifikat Hak Milik (SHM). Dikarenakan Pelawan I belum dapat melaksanakan kewajiban kepada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk., maka agunan Pelawan I dilelang oleh bank dan kemudian dibeli oleh Terlawan.
Setelah itu, Terlawan mengajukan permohonan eksekusi pengosongan kepada Ketua Pengadilan Negeri Jepara, dimana Pelawan II menjadi Termohon Eksekusi. Pelawan I maupun Pelawan II tidak pernah merasa menjual objek tanah, maka antara Para Pelawan dan Terlawan tidak terjadi hubungan hukum antara keduanya maupun terhadap objek sengketa, sehingga menurut Pelawan, Permohonan Eksekusi Terlawan, tidak berdasar dan mohon untuk ditolak.
Pelawan II mendalilkan pula, pengajuan permohonan Eksekusi pengosongan oleh Terlawan terhadap objek tanah, adalah tidak sempurna karena Permohonan Eksekusi kurang pihak, karena Pelawan I sebagai Debitur tidak dimasukkan serta sebagai pihak termohon eksekusi, oleh karenanya permohonan eksekusi oleh Terlawan, mohon untuk ditolak.
Hubungan hukum Terlawan hanyalah dengan PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. bukan dengan Para Pelawan, sehingga sangatlah tidak berdasar apabila Terlawan memohonkan eksekusi atas objek sengketa, untuk itu Pelawan memohon agar menolak permohonan eksekusi pengosongan yang diajukan Terlawan.
Pelawan kembali mengulangi dalilnya, tidak ada hubungan antara Para Pelawan dan Terlawan karena hubungan hukum Para Pelawan hanyalah kepada PT. Bank Danamon Indonesia Tbk.
Sementara itu Terlawan menyebutkan, objek tanah merupakan jaminan terhadap hutang anak Pelawan pada PT. Bank Danamon Indonesia, Tbk. dimana hutang tersebut kini telah berstatus macet, sehingga objek sengketa yang dijadikan agunan berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, telah diberikan kekuasaan normatif: “Apabila Debitur cidera janji pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak”, sehingga objek agunan menjadi sah untuk dilelang.
Terhadap gugatan sang debitor, Pengadilan Negeri Jepara kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 66/Pdt.Plw/2014/PN.Jpr. tanggal 10 Maret 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
- Menolak gugatan perlawanan eksekusi dari Pelawan untuk seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Para Pelawan, putusan Pengadilan Negeri kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Semarang dengan Putusan Nomor 240/PDT/2015/PT SMG. tanggal 13 Agustus 2015.
Sang debitor mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi bahwa Pelawan merasa keberatan dengan proses lelang, karena prosedur yang dilaksanakan bertentangan dengan Pasal 224 HIR (Kitab Hukum Acara Perdata), sehingga harus dibatalkan.
Pelaksanaan lelang atas objek Hak Tanggungan (lelang eksekusi), tanpa ada fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan, adalah batal demi hukum, karena untuk melaksanakan eksekusi lelang atas hak tanggungan harus ada fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan, sebagaimana diwajibkan oleh kaedah normatif Pasal 224 HIR, yang mengatur bahwa pelaksanaan pelelangan adalah atas perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan (fiat Ketua Pengadilan Negeri), sehingga Hak Tanggungan pun pelaksanaannya harus atas perintah dan pimpinan (fiat) Ketua Pengadilan Negeri.
Ternyata pelaksanaan proses pelelangan tidak atas perintah Ketua Pengadilan, tetapi dilaksanakan sendiri (parate eksekusi) oleh kreditor yang kemudian dibeli oleh Terlawan, sehingga proses lelang umum terhadap objek agunan, dinilai bertentangan dengan Pasal 224 HIR.
Dengan demikian seharusnya sebelum menyodorkan proses lelang ke Kantor Lelang Negara, harus terlebih dahulu telah memperoleh fiat pengadilan terlebih dahulu, karena walaupun dengan menggunakan penyelesaian kredit dengan cara Pasal 6 UU Hak Tanggungan (parate eksekusi), namun berdasarkan penjelasan umum angka 9 UU Hak Tanggungan, pelaksanaan Pasal 6 UUHT pelaksanaannya mengacu pada Pasal 224 HIR, yang mewajibkan adanya fiat eksekusi dari Pengadilan.
Ditegaskan lagi lewat aturan peralihan Pasal 26 UU Hak Tanggungan, bahwa pelaksanaan Pasal 6 UUHT, juga menghendaki adanya fiat pengadilan, karena pelaksanaannya harus atas perintah dan pimpinan ketua pengadilan. Sehubungan kreditor dalam pelaksanaan lelang tidak atas perintah dan dengan pimpinan (fiat eksekusi) Ketua Pengadilan, maka Terlawan bukanlah pembeli yang sah.
Dimana terhadap dalil-dalil sang debitor, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa permohonan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi tidak dapat dibenarkan, dengan alasan:
“Menimbang, bahwa Judex Facti (Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi) tidak salah dalam menerapkan hukum;
“Menimbang, bahwa diperolehnya objek sengketa karena ‘membeli lelang’ atas objek sengketa karena Pelawan wanprestasi atas hutangnya pada PT. Bank Danamon;
“Menimbang, bahwa dengan demikian penguasaan Terlawan bukan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi ZUAMAH dan kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. ZUAMAH dan 2. SUNARTO tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.