Membuat Relevansi PKWT dan Pesangon

LEGAL OPINION
Question: Kalau seorang pekerja kontrak, menuntut pesangon ketika di-PHK, artinya ngak bakalan ‘nyambung’, kan?
Brief Answer: Sepanjang Pekerja / Buruh mampu membuktikan adanya pelanggaran Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), dan meminta Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) untuk menyatakan PKWT tidak sah, maka konsekuensi hukumnya bila terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) dan disaat bersamaan hakim menyatakan status PKWT “demi hukum” menjelma PKWTT (Pekerja Tetap), maka Pekerja berhak atas pesangon—kecuali “Upah Proses”, sebab perubahan status dari PKWT menjadi PKWTT baru terjadi sejak hakim membacakan vonis amar putusan, sebagaimana berbagai putusan Mahkamah Agung RI selama ini yang kemudian dibenarkan oleh Mahkamah Konstitusi RI.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS untuk itu merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 475 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 10 Agustus 2016, perkara antara:
- BUDIMAN JOSEP SINURAT, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PT. WIRA MULTI PERKASA, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Tergugat adalah perusahaan pengerah tenaga kerja yang mempekerjakan Penggugat sebagai tenaga keamanan (satpam), dan menempatkan Penggugat di PT. Kawasan Industri Medan satu (KIMI), setelah adanya hubungan kerja selama 1 tahun antara Tergugat dengan Penggugat, barulah Tergugat menyuruh Penggugat untuk menandatangani kontrak kerja pada tahun 2012.
Pada tanggal 15 September 2015, Penggugat masuk kerja pada shift pagi hari. Akan tetapi pada hari itu Penggugat tidak dapat masuk bekerja karena sakit dan menghubungi Pengawas, dan menyampaikan bahwa dirinya tidak dapat masuk bekerja karena sakit.
Akhirnya Penggugat datang juga bekerja, sekitar pukul 11.00 WIB Penggugat sampai di perusahaan. Sesampainya di tempat kerja, Pengawas memarahi Penggugat karena keterlambatannya masuk bekerja, padahal sebelumnya Penggugat sudah menjelaskan lewat telepon bahwa dirinya sakit, akan tetapi tetap saja pengawas tidak menerima alasan tentang keterlambatan Penggugat.
Pada tanggal 18 September 2015 Penggugat diperintahkan untuk menghadap Personalia, selanjutnya personalia mengatakan kepada Penggugat, bahwa Penggugat tidak boleh bekerja lagi karena PT. Kawasan Industri Medan (perusahaan pemberi kerja) sudah tidak menginginkannya lagi.
Walaupun sudah ada larangan secara lisan Penggugat masih saja kerja seperti biasa hingga tanggal 22 September 2014. Pada tanggal 23 September 2014 Tergugat memberikan Surat Peringatan Terakhir sekaligus Pemberhentian. Sebenarnya Tergugat sudah membuat Surat Pemberhentian Penggugat sejak tanggal 18 September 2014, tetapi baru diberikan kepada Penggugat tanggal 23 September 2014. Dengan demikian, Tergugat memang sudah merencanakan akan melakukan PHK terhadap Penggugat.
Karena adanya surat peringatan sekaligus pemberhentian yang sepihak tersebut Penggugat mempertanyakan hak-haknya selama 3 (tiga) tahun berkerja sebagai satpam yang ditempatkan di PT. Kawasan Industri Medan, tetapi Tergugat tidak memberikannya dengan alasan Pekerja berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tidak berhak atas pesangon ketika terjadi PHK.
Karena Penggugat terus menuntut uang pesangon, akhirnya Tergugat menawarkan untuk bekerja di perusahaan lain dengan syarat dihitung sebagai pekerja baru, artinya masa kerja Penggugat selama bekerja sebagai satpam di PT. Kawasan Industri Medan selama 3 tahun, hilang atau tidak dihitung lagi. Mendengar tawaran tersebut, Penggugat menolaknya.
Apa yang dilakukan Tergugat terhadap Penggugat setelah 1 tahun bekerja baru melakukan penandatanganan kontrak PKWT, dapat diartikan sebagai suatu training atau masa percobaan yang diisyaratkan oleh Tergugat, sementara di dalam PKWT tidak mensyaratkan adanya masa percobaan.
Tergugat melakukan PHK dengan surat peringatan ke-1, ke-2 dan ke-3 yang sekaligus sebagai surat pemberhentian yang diberikan pada tahun yang berbeda-berbeda, dan surat peringatan tersebut sudah habis masa berlakunya, menunjukan bahwa PHK tidak prosedural sebagaimana yang diatur dalam Pasal 161 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, bahwa Surat Peringatan hanya berlaku paling lama 6 bulan, maka alasan Tergugat dengan mengatakan bahwa Penggugat telah mendapat SP III dan sekaligus pemberhentian, adalah tidak dapat dikaitkan dengan SP-SP tahun sebelumnya (SP-I Juni 2012, sementara SP-II September 2013).
Penggugat meminta haknya selama dalam proses pemutusan hubungan kerja yang diperkirakan selama 12 bulan terhitung sejak bulan Oktober 2014 sampai dengan September 2015. Tergugat tetap berpendirian untuk melakukan PHK terhadap Penggugat, maka Penggugat menuntut pesangon dan hak-hak lainnya. Selanjutnya Dinas Tenaga Kerja dalam perundingan Tripartit mengeluarkan Surat Anjuran, sebagai berikut:
1. Diminta kepada Pengusaha PT Wira Multi Perkasa untuk memanggil sdr. Budiman Joseph Sinurat untuk dipekerjakan kembali sebagai satpam pada perusahaan lain yang ada kerjasama dengan perusahaan PT. Wira Multi Perkasa;
2. Untuk upah selama tidak bekerja dibicarakan secara kekeluargaan;
3. Untuk masa kerja pekerja berlanjut terhitung adanya hubungan kerja antara pekerja dengan PT. Wira Multi Perkasa.”
Sementara pihak Tergugat mendalilkan, gugatan Penggugat adalah gugatan yang kabur (obscuur libel) mengenai tuntutan gaji pesangon, karena Penggugat dengan Tergugat adalah berdasarkan perjanjian kontrak yang diperpanjang setiap tahun.
Terhadap gugatan pihak Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Medan kemudian menjatuhkan putusan, sebagaimana Putusan Nomor 199/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Mdn., tanggal 2 Februari 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).”
Sang Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan kasasi dari Pemohon Kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi yang diterima tanggal 23 Februari 2016 dari Pemohon Kasasi serta kontra memori kasasi yang diterima tanggal 24 Maret 2016 dari Termohon Kasasi dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan tidak salah menerapkan hukum, namun perlu diperbaiki pertimbangan hukum dan amarnya sebagai berikut:
“Bahwa gugatan Penggugat kabur (obscuur libels) karena tuntutan Penggugat memohon diberikan uang pesangon, sedangkan hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat didasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), tanpa Penggugat mendalilkan adanya pelanggaran PKWT sebagaimana dimaksud ketentuan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: BUDIMAN JOSEP SINURAT tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 199/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Mdn., tanggal 2 Februari 2016 yaitu mengenai eksepsi sehingga amarnya seperti yang akan disebutkan dibawah ini;
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi BUDIMAN JOSEP SINURAT, tersebut;
“Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 199/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Mdn., tanggal 2 Februari 2016, sehingga amar selengkapnya sebagai berikut:
M E N G A D I L I :
Dalam Eksepsi:
- Menerima eksepsi Tergugat;
Dalam Pokok Perkara:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard).”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.