Kasasi Mengoreksi Putusan Judex Factie yang Kurang Pertimbangan Hukumnya

LEGAL OPINION
Question: Sering diberitakan ada panitera, hakim, dan pengacara yang melakukan aksi suap untuk mempengaruhi hasil putusan gugatan, entah pidana ataupun perdata, di pengadilan negeri. Rasanya kok jadi frustasi, masyarakat melihat kenyataan semacam itu. Apa memang pengadilan tidak menawarkan keadilan bagi para pencari keadilan?
Brief Answer: Dibiarkan saja, karena Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi pernah mengkoreksi amar putusan judex factie (Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi) yang kurang cukup menimbang berat dan ringannya pelanggaran, terhadap kesesuaiannya dengan vonis sanksi yang dijatuhkan terhadap seorang Terdakwa ataupun Tergugat.
Itulah yang didalam hukum acara, dikenal dengan istilah “upaya hukum”—dimana seorang Penggugat / Tergugat, pastilah telah siap untuk melakukan upaya hukum kasasi, sama seperti halnya Terdakwa maupun Jaksa selalu siap setiap waktu untuk mengajukan upaya hukum kasasi.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, SHIETRA & PARTNERS untuk itu merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana kepabeanan register Nomor 969 K/Pid.Sus/2015 tanggal 14 Desember 2015, yang diputus oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, Andi Samsan Nganro, dan Hakim Agung Suhadi, dimana Terdakwa didakwa karena menyerahkan pemberitahuan pabean dan/atau dokumen pelengkap pabean yang palsu atau dipalsukan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 103 huruf (a) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Bermula ketika Terdakwa datang ke kantor PT. Aneka Rimba Indonesia untuk memesan kayu agathis atau kayu olahan (S4S) sebanyak 4.548 keping dengan Volume 90.4451 M3. Pesanan tersebut selesai secara bertahap. PT. Aneka Rimba Indonesia menjual kayu tersebut kepada Terdakwa untuk penjualan lokal dengan menerbitkan Packing List / Invoice penjualan lokal.
Terdakwa kemudian menghubungi pemilik PT. Andalan Lintas Nusa untuk dicarikan eksportir license karena jenis barang yang akan diekspor adalah berupa furniture. Berdasarkan permintaan Terdakwa, karena PT. Andalan Lintas Nusa merupakan pengguna eksportir lisensi dari CV. Citra Buana yang bergerak diekspor khusus furniture, sehingga pemilik PT. Andalan Lintas Nusa menggunakan CV. Citra Buana selaku eksportirnya.
Pada tanggal 24 Desember 2009, Terdakwa mengirimkan Shipping Instruction kepada PT. Andalan Lintas Nusa untuk menangani ekspor. yang mana didalam Shipping Instruction sudah mencantumkan CV. Citra Buana selaku pengirim / eksportir.
Terdakwa dengan menggunakan container, mengambil kayu agathis/kayu olahan (S4S) langsung di Gudang Pabrik PT. Aneka Rimba Indonesia dan Terdakwa ikut menyaksikan proses stuffing barang ke dalam container, dan setelah selesai, container dikirim ke Pelabuhan.
Pada tanggal 28 Desember 2009, Terdakwa mengirimkan dokumen pelengkap Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) melalui faxsmile kepada PT. Andalan Lintas Nusa. Masalahnya, didalam Invoice / Packing List tersebut, Terdakwa tidak menerangkan dengan sebenarnya mengenai jenis barang yang ada dalam container.
Didalam Invoice atau Packing List yang dikirim oleh Terdakwa kepada PT. Andalan Lintas Nusa, adalah Indonesian Wooden furniture. Namun kenyataanya, jenis barang yang ada dalam container adalah berisi kayu agathis atau kayu olahan (S4S)—sebab Terdakwa mengetahui bahwa kayu agathis atau kayu olahan dibatasi untuk diekspor, serta luas penampang kayu tidak dibolehkan melebihi dari aturan yang telah ditentukan.
Atas dasar Invoice/Packing List dari Terdakwa, dan tanpa dicek kebenarannya kemudian PT. Andalan Lintas Nusa, membuat Pemberitahuan Eksport Barang (PEB) yakni data barang eksport tercantum Indonesian Wooden Furniture. Kemudian staf dari PT. Andalan Lintas Nusa mengirimkan (sending) dokumen Pemberitahuan Eksport Barang (PEB) container Eksportir CV. Citra Buana, kepada Submit Aplikasi Bea dan Cukai dengan mempergunakan media elektronik.
Terhadapnya, Bea Cukai merespon dengan Nota Pelayanan Ekspor. Seksi Penyidikan dan Penindakan Bea dan Cukai pada Desember 2009 di Terminal Peti Kemas Semarang, berdasarkan Nota Hasil Intelijen dan Surat Perintah Penindakan Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan, melakukan pemeriksaan fisik terhadap kontainer. Dari hasil pemeriksaan, didapati ketidaksesuaian jumlah dan jenis barang yang diberitahukan, sesuai dengan Berita Acara Pengukuran dan Pengujian Hasil Hutan Kayu dari Dinas Kehutanan.
Dalam Dakwaan Subsidair, Terdakwa dinilai telah memberikan keterangan lisan atau tertulis yang tidak benar yang digunakan untuk pemenuhan kewajiban Pabean, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 103 huruf (c) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Terhadap tuntutan yang diajukan Jaksa, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 149/Pid.Sus/2011/PN.Smg., tanggal 09 Nopember 2011, dengan amar lengkap sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa GAGUK SULISTYO bin SOEYANTO terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Kepabeanan;
2. Menghukum Terdakwa Gaguk Sulityo bin Soeyanto dengan pidana denda sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) Subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.”
Dalam tingkat banding, yang kemudian menjadi putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 08/Pid/2012/PT.Smg., tanggal 23 Februari 2012 yang amar lengkapnya sebagai berikut:
- Menerima permintaan banding dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan  Negeri Semarang;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 09 Nopember 2011, Nomor 149/Pid.Sus/2011/PN.Smg. yang dimintakan banding tersebut.”
Jaksa mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan bahwa Judex Facti dalam mengadili perkara, tidak melaksanakan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf (f) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yakni tidak mempertimbangkan secara sungguh-sungguh keadaan yang memberatkan dan meringankan Terdakwa.
Sementara bila kita merujuk norma kaedah sanksi pidana yang diatur Undang-Undang tentang Kepabeanan yang menjerat Terdakwa, ancamannya memang adalah pidana penjara paling singkat 2 tahun dan pidana penjara paling lama 8 tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 dan paling banyak Rp5.000.000.000,00—sehingga memang bersifat alternatif sebagaimana putusan Pengadilan Negeri yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi.
Terhadap keberatan yang diajukan pihak Jaksa, Mahkamah Agung kemudian membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Alasan-alasan kasasi tersebut dapat dibenarkan, dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa terlepas dari penafsiran Pasal 103 huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 oleh Judex Facti kepada Terdakwa, sangat tidak adil hanya dijatuhi pidana denda karena perbuatan Terdakwa adalah melakukan penyelundupan barang yaitu ekspor kayu dalam bentuk olahan yang dilarang oleh undang-undang dengan menulis jenis barang dalam Packing List / Invoice Wooden Fuviner selanjutnya kayu yang ada dalam kontiner adalah kayu olahan (S4S) yang dilarang ekspor sesuai ketentuan undang-undang berlaku;
b. Bahwa selain memalsukan dokumen yang tertulis Indonesiaan Wooden Furniture yang seharusnya ‘Indonesian Agathis Moulding Products atau kayu olahan’, Terdakwa tidak mempunyai license Eksport kayu a quo diangkut menggunakan perusahaan lain yaitu CV. Citra Buana selaku pengirim/Eksportir;
c. Bahwa dengan demikian pertimbangan Judex Facti harus dpandang sebagai putusan yang kurang pertimbangan hukumnya (Onvoldoende gemotiveerd), maka Terdakwa harus dipenjara sesuai dengan perbuatannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 08/Pid/2012/PT.Smg., tanggal 23 Februari 2012 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 149/Pid.Sus/2011/PN.Smg tanggal 9 November 2011 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera dibawah ini;
M E N G A D I L I :
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : JAKSA / PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI SEMARANG DI PELABUHAN SEMARANG tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Semarang Nomor 08/Pid/ 2012/PT.Smg., tanggal 23 Februari 2012 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Semarang Nomor 149/Pid.Sus/2011/PN.Smg., tanggal 09 Nopember 2011;
MENGADILI SENDIRI :
1. Menyatakan Terdakwa GAGUK SULISTYO bin SOEYANTO telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana ‘Kepabeanan’;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa GAGUK SULISTYO bin SOEYANTO dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan 6 (enam) bulan dan denda sebesar Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 (empat) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.