Hibah Tidak dapat Dicabut Kembali Sesuka Hati

LEGAL OPINION
Ketika “Bohong-Bohongan” Menjelma “Benar-Benaran”
Question: Sebenarnya apa jika sudah penah dikasih hibah, apa bisa orang yang dulu memberi hibah meminta untuk diberikan kembali padanya barang-barang dan tanah obyek hibah?
Brief Answer: Tidak bisa, karena hibah yang disempurnakan oleh kesediaan penerima hibah untuk menerima objek hibah, perbuatan hukum hibah telah sempurna sehingga tidak lagi dapat dibatalkan atau dicabut oleh pemberi hibah, karena peralihan hak kepemilikan terhadap objek telah seketika beralih pada penerima hibah pada saat adanya kesediaan penerima hibah untuk menerima objek hibah, terutama bila objek hibah kemudian telah beralih menjadi kepemilikan pihak ketiga.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa hibah tanah register Nomor 1910 K/PDT/2013 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
1. Drs. SAYYID H. SIRAJUDDIN; 2. Hj. SYARIFAH HARTATI, sebagai Para Pemohon Kasasi, semula selaku Para Penggugat; melawan
1. S. AKMAL SYAH; 2. H. SYARIFAH RAHMATIAH; 3. NOTARIS/PPAT RONNY BASUKI, S.H.; 4. PT. BANK MEGA, Tbk CABANG PAREPARE; 5 PEJABAT LELANG KELAS I MAKASSAR; 6. ERNAWATY SIAN, sebagai Para Termohon Kasasi dahulu Tergugat I s/d VI.
Para Penggugat adalah suami-istri yang mengaku sebagai pemilik sebidang tanah Sertifikat Hak Milik (SHM) No.226/Kampung Baru, dimana hingga kini Para Penggugat masih menempatinya. Pada tahun 2009 Tergugat I dan II (Ibu dan anak) selalu datang kepada Para Penggugat untuk meminjam SHM Para Penggugat untuk dijadikan jaminan guna mendapatkan tambahan fasilitas kredit dari Tergugat IV (Bank Mega).
Pada mulanya, Para Penggugat menolak dan tidak setuju. Akan tetapi, oleh karena Tergugat I dan II sering mendatangi Para Penggugat dan pada awal Februari 2010 Tergugat I dan II membawa Tergugat III (Notaris) ke rumah Para Penggugat, kemudian Tergugat I, II dan III membujuk Penggugat untuk menandatangani Akta Hibah hanya untuk formalitas saja dan pura–pura alias bohong–bohongan, agar supaya mendapatkan fasilitas kredit dari Tergugat IV, akhirnya Para Penggugat menandatangani Akte Notaris tentang Hibah tertanggal 02 Februari 2010. Penggugat mendalilkan, terbitnya akta hibah tidak sesuai dengan prosedur hukum penerbitan akta hibah, oleh karena Para Penggugat tidak pernah datang menghadap pada kantor Tergugat III (notaris), namun justru Tergugat III yang mendatangi Para Penggugat dan membawa 1 orang stafnya yang bertindak sebagai saksi dalam pembuatan Akta Hibah, dimana Tergugat III tidak membacakan ataupun menjelaskan isi dari Akta Hibah tersebut, hanya menyampaikan formalitas saja dan pura–pura agar supaya Tergugat I bisa mendapatkan fasilitas kredit dari Tergugat IV.
Lagi pula, Penggugat mendalilkan, Akta Hibah tidak mencantumkan batas–batas tanah yang dihibahkan, sehingga Akta Hibah dinilai batal demi hukum alias tidak sah. Meski telah terbit Akta Hibah, namun demikian tidak pernah ada penyerahan fisik tanah dan bangunan yang terletak diatasnya kepada Tergugat I, karena memang hanya pura–pura dan sangat tidak masuk akal Para Penggugat mau memberikan hibah kepada Tergugat I sedangkan Para Penggugat mempunyai beberapa orang anak yang kelak akan mewarisi harta peninggalan Para Penggugat.
Para Penggugat menandatangani akta hibah hanya karena bujuk rayuan dari Tergugat I, II dan meminta tolong sehingga Para Penggugat terlena untuk menandatangani Akta HIbah, namun sampai sekarang Para Penggugat tetap menempati objek tanah.
Oleh karena Para Penggugat masih tetap menguasai objek tanah dan tidak pernah ada penyerah fisik tanah dan bangunan kepada Tergugat I, maka Para Penggugat mengajukan gugatan untuk menuntut pembatalan Akta Hibah.
Tergugat IV digugat oleh karena Tergugat IV dinilai tidak melakukan penelitian, survey dan mencermati siapa yang menguasai objek tanah dan tidak mempertanyakan apakah Akta HIbah terbit benar adanya ataukah hanya pura–pura. Lagi pula, tambah Penggugat, Tergugat IV memberi fasilitas kredit kepada Tergugat I tanpa menelusuri baik usaha apa yang dilakukan oleh Tergugat I kemudian memberi fasilitas kredit kepada Tergugat I yang diluar batas kemampuannya untuk mengembalikan kredit, sehingga ada upaya rekayasa untuk melakukan pelelangan terhadap lokasi tanah dan bangunan yang ditempati oleh Penggugat, faktanya tidak sebanding dengan harga objek sengketa dengan harga lelang.
Tergugat V turut pula digugat, oleh karena menerbitkan Risalah Lelang tertanggal 14 Juli 2011 yang tidak pernah diberitahukan kepada Para Penggugat, selaku penguasa fisik objek tanah. Tergugat V melakukan pelelangan “sangat dipaksakan” oleh karena hibah terbit tidak dalam keadaan kosong melainkan tetap dikuasai oleh Para Penggugat, oleh karenanya Risalah Lelang tertanggal 14 Juli 2011 diminta agar dibatalkan atau tidak sah.
Tergugat VI ikut digugat pula, oleh karena bertindak sebagai pemenang lelang, yang mana objek tanah yang dilelang Tergugat VI, mengetahui bahwa objek sengketa dikuasai oleh Para Penggugat, sepatutnya Tergugat VI meneliti apakah objek sengketa yang dilelang benar–benar kosong atau ada orang yang menguasai, oleh karenanya tindakan yang dilakukan oleh Tergugat VI adalah tindakan yang beritikad tidak baik—suatu dalil yang sejatinya naif.
Lagi pula, Penggugat melanjutkan, Tergugat VI memperoleh kepemilikan objek tanah sebagai pemenang lelang, secara tidak sebanding antara harga objek tanah terhadap harga penawaran yang dibeli oleh Tergugat VI.
Sementara itu pihak Tergugat IV selaku kreditor penerima agunan mendalilkan, Para Penggugat keliru menarik Tergugat IV sebagai pihak dalam gugatan ini, karena sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yang sah untuk bertindak sebagai pihak Para Penggugat atau Tergugat dalam suatu perkara, adalah terbatas pada pihak yang mempunyai hubungan hukum langsung antara kedua belah pihak, oleh karenanya tidaklah tepat apabila Tergugat IV ditarik sebagai pihak dalam gugatan a quo, karena antara Tergugat IV dengan Penggugat tidak mempunyai hubungan hukum. Tergugat IV hanya mempunyai hubungan hukum dengan Tergugat I, yakni hubungan antara Tergugat IV selaku kreditur dengan Tergugat I selaku debitur sekaligus penjamin atas fasilitas kredit yang diterima oleh Tergugat I dari Tergugat IV.
Terhadap gugatan tersebut, Tergugat VI mengajukan pula gugatan balik disaat bersamaan (rekonpensi), dimana untuk itu Pengadilan Negeri Parepare kemudian menjatuhkan putusan No. 01/Pdt.G/2012/PN.Parepare., tanggal 19 September 2012, dengan amar sebagai berikut :
MENGADILI :
DALAM KONPENSI
DALAM POKOK PERKARA
- Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya.
DALAM REKONPENSI
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa Penggugat Rekonvensi adalah pemilik sah atas objek perkara berupa tanah berikut bangunan yang terletak di Jalan Bau Massepe Kelurahan Tiro Sompe, Kecamatan Bacukiki Barat, Kotamadya Parepare, SHM No. 226/Lingk. Kamp. Baru atas nama Ernawati Sian.
3. Menghukum dan memerintahkan Tergugat Rekonvensi untuk mengosongkan dan menyerahkan kepada Penggugat Rekonvensi atas objek perkara berupa tanah berikut bangunan yang terletak di Jalan Bau Massepe Kelurahan Tiro Sompe, Kecamatan Bacukiki Barat, Kotamadya Parepare, SHM No. 226/Lingk. Kamp. Baru atas nama Ernawati Sian.
4 Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi untuk selain dan selebihnya;
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI
- Menghukum Para Penggugat Konvensi / Para Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya perkara yang hingga kini diperhitungkan sebesar Rp1.431.000,00.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri diatas kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar dengan putusan Nomor 418/PDT/2012/PT.MKS., tanggal 29 Januari 2013.
Selanjutnya, Penggugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil bahwa Tergugat I dan II telah nyata mengakui bahwa dibuatnya Akta Hibah di hadapan Notaris/PPAT hanya semata-mata formalitas saja atau pura-pura agar supaya Tergugat I dan II agar mendapatkan uang kredit dari Bank Mega—suatu argumentasi yang sejatinya mengungkap modus persengkokolan diri pihak Penggugat itu sendiri bersama Tergugat I maupun Tergugat II, yang berstatus debitor “macet”.
Dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan kasasi tidak dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan Tinggi Makassar yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Parepare tidak salah menerapkan hukum, putusan dan pertimbangannya telah tepat dan benar yaitu menolak gugatan untuk seluruhnya karena dari bukti-bukti yang diajukan oleh Para Penggugat dalam persidangan berupa 3 (tiga) surat dan keterangan 2 (dua) saksi di bawah sumpah tidak ada yang dapat membuktikan bahwa penyerahan objek sengketa melalui hibah dari Para Penggugat kepada Tergugat I (T.IV-2) adalah cacat secara hukum sehingga Para Penggugat bukan lagi pemilik objek sengketa;
“Bahwa Para Tergugat telah berhasil membuktikan dalil sangkalannya dan Tergugat VI berdasarkan bukti-bukti yang diajukan berupa 3 (tiga) surat telah berhasil membuktikan dalil sangkalan/gugatan rekonvensinya yaitu bahwa objek sengketa adalah miliknya dibeli melalui lelang yang dilakukan oleh Tergugat V sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan berdasarkan risalah lelang dalam perkara a quo telah terbit Sertifikat Hak Milik atas nama Tergugat VI;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: Drs. Sayyid H. Sirajuddin dan kawan tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : 1. Drs. SAYYID H. SIRAJUDDIN dan 2. Hj. SYARIFAH HARTATI tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.