Blokir Sertifikat Tanah, Hanya dapat Dilakukan 1 Kali

LEGAL OPINION
Kuasa Mutlak Menjual Vs. Blokir Sertifikat Tanah
Question: Pejabat dari Kantor Pertanahan bilang, kalau sertifikat tanah dijadikan objek gugatan di pengadilan, maka otomatis buku tanah dari sertifikat itu terblokir selama gugatan sampai pada tahap berkekuatan hukum tetap. Apa benar begitu? Lalu, memangnya blokir itu boleh diajukan berapa kali?
Brief Answer: Tidak perlu didengarkan apa kata orang-orang atau pejabat di Badan Pertanahan Nasional maupun jajaran Kantor Pertanahan dibawahnya. Karena hakim tetap akan berpedoman dan berpatokan pada kaedah norma hukum berupa peraturan perundang-undangan, sebagaimana pun pejabat pada instansi pertanahan memungkiri.
“Blokir” berdasarkan permintaan pemegang hak atas tanah, hanya berlaku efektif 30 hari. Dengan diajukannya gugatan terkait objek hak atas tanah ke pengadilan, “blokir” hanya akan ditambahkan selama 30 hari sehingga total efektif “blokir” hanya dapat mencapai atau sebatas 60 hari efektif. Lewat dari itu, “blokir” hapus demi hukum (silahkan merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).
Yang disebut dengan “blokir” permanen, hanyalah berupa putusan pengadilan perihal Putusan Provisi ataupun Penetapan Sita Jaminan. Diluar “blokir” permanen, yang serupa hanyalah “segel hak atas tanah” yang dipegang oleh Kreditor Pemegang Hak Tanggungan. Disamping kedua hal tersebut, tiada lagi “blokir” yang permanen. Permohonan “blokir” hanya dapat diajukan 1 (satu) kali—peradilan tidak membenarkan praktik “blokir” secara berulang-ulang.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS akan merujuk pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palembang sengketa tanah register Nomor 22/G/2014/PTUN-PLG tanggal 23 September 2014, perkara antara:
- PT. SURYA HUTAMA SAWIT, sebagai Penggugat; melawan
- KEPALA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN BANYUASIN, selaku Tergugat; dan
- PT. MITRA ANEKA REZEKI, selaku Tergugat II Intervensi.
Objek gugatan dalam perkara ini adalah Pengalihan Hak (“balik-nama”) atas:
1) Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) No. 03/Desa Lubuk Lancang tanggal 21 Juni 1994, tanah seluas 2788,33 Ha, atas nama PT. Surya Hutama Sawit yang dialihkan kepada PT. Mitra Aneka Rezeki;
2) SHGU No. 01/Desa Sedang tanggal 21 Juni 1994, tanah seluas 1456,42 Ha, atas nama PT.Surya Hutama Sawit yang dialihkan kepada PT. Mitra Aneka Rezeki.
Pada awalnya Penggugat adalah pemegang hak atas tanah perkebunan SHGU-SHGU tersebut. Kemudian Penggugat bermaksud mengalihkan haknya atas tanah perkebunan tersebut kepada pihak PT. Mitra Aneka Rezeki. Maka antara Penggugat dengan pihak PT. Mitra Aneka Rezeki membuat dan menandatangani suatu perjanjian, yaitu Asset Sale and Purchase Agreement (ASPA) atau Perjanjian Jual Beli Asset tertanggal 27 September 2008, dimana disepakati harga jual-belinya sebesar US$ 21.500.000.-.
Disamping perjanjian ASPA tertanggal 27 September 2008, dibuat lagi Akta Pengikatan Jual Beli (APJB) atas tanah-tanah perkebunan tersebut antara Penggugat dengan pihak PT. Mitra Aneka Rezeki di hadapan Notaris/PPAT dan akta-akta lainnya yaitu: Akta Kuasa (untuk) Menjual dan Akta Kuasa Untuk Mengoperasikan Asset.
Menurut Penggugat, jual-beli tersebut tidak berjalan dengan baik karena dari pihak PT. Mitra Aneka Rezeki tidak bersedia membayar seluruh harga yang disepakati sesuai dengan harga yang telah disepakati dalam ASPA tertanggal 27 September 2008.
Terhadap sisa harga jual beli, telah beberapa kali Penggugat minta untuk dilunasi oleh pihak PT. Mitra Aneka Rezeki, namun tidak mendapat penyelesaian yang baik, oleh karenanya Penggugat memajukan gugatannya terhadap PT. Mitra Aneka Rezeki melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan register No. 1192/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEL tertanggal 28 April 2009 (perkara lain dari gugatan perdata ini).
Dengan diajukannya gugatan perdata terhadap PT. Mitra Aneka Rezeki, maka selanjutnya Penggugat mengirimkan surat kepada Kepala Kantor Pertanahan Banyuasin, tertanggal 30 April 2009, tentang permohonan pemblokiran atas alasan adanya gugatan yang sedang diperiksa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Setelah perkara perdata No. 1192/Pdt.G/2009/PN.JKT.SEL tertanggal 28 April 2009 diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Penggugat mengajukan upaya hukum Banding, dan terhadap upaya hukum Banding tersebut, Penggugat kembali menyurati Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuasin tertanggal 14 Januari 2010 perihal permohonan pemblokiran sertifikat tanah milik Penggugat.
Penggugat dalam argumentasinya mendalilkan, Tergugat dengan demikian telah mengetahui bahwa tanah-tanah milik Penggugat sedang dalam sengketa atau dalam perselisihan. Walaupun tanah-tanah tersebut masih dalam sengketa, ternyata PT. Mitra Aneka Rezeki telah menggunakan akta-akta tersebut untuk menghadap Notaris/PPAT dimana selanjutnya Notaris/PPAT menerbitkan akta jual beli (AJB).
Penggugat mempersalahkan terbitnya AJB yang mempergunakan surat kuasa mutlak yang dinilai bertentangan dengan ketentuan Instruksi Mendagri Nomor 14 tahun 1982 yang mengatur tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) harus menolak pembuatan akta, jika salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak.
Dengan adanya AJB tersebut, selanjutnya telah diajukan permohonan pendaftaran pengalihan hak atas tanah tersebut kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuasin. Disamping adanya gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Penggugat meyampaikan juga pengaduan kepada pihak Kepolisian atas dugaan adanya terjadi tindak pidana dan pengaduan tersebut terdaftar dalam Laporan Polisi pada tahun 2011.
Dimana terhadap gugatan Penggugat yang sangat kompleks tersebut, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Tergugat dalam eksepsinya menyatakan bahwa Penggugat telah mengetahui adanya kegiatan pencatatan pendaftaran balik-nama oleh Tergugat yaitu saat dibuatnya Laporan Polisi No. LP/642/X/2011/Bareskrim tanggal 11 Oktober 2011 atau setidak-tidaknya pada waktu proses laporan dilakukan, terhadap dalil ini tidak disertai bukti surat atau saksi yang mendukung pembuktiannya, kemudian atas dalil Tergugat tersebut, Penggugat telah membantahnya yang pada pokoknya mendalilkan bahwa setelah dua kali mengajukan blokir, Penggugat berulang kali meminta data dan penjelasan yang sah dari Tergugat tentang adanya terjadi kegiatan pencatatan pendaftaran balik nama namun Tergugat tidak pernah memberikan informasi yang benar, baru kemudian mengetahui peralihan keempat sertipikat objek sengketa pada bulan Maret 2014 setelah Pengugat melihat bukti-bukti sebagai alasan penyidik menghentikan penyelidikannya sebagaimana dimaksud oleh Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan yaitu surat Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Selatan No. SPDP/20-c/III/2014/Ter/Diskrimsus tertanggal 12 Maret 2014 tentang Pemberitahuan Penghentian Penyidikan;
“Menimbang, bahwa setelah memperhatikan bukti-bukti para pihak yang menunjukkan adanya rangkaian proses sampai diajukan gugatan ke peradilan tata usaha negara, ditemukan fakta bahwa Penggugat telah melakukan upaya perdata dan mengajukan blokir terhadap peralihan keempat objek sengketa dan telah pula melaporkan ke ranah pidana (laporan Polisi) sebagaimana dimaksud bukti P-3, P-4, P-5, P-6, P-7 dan P-9 serta T.I-10.a, b dan T.I-18.a, b dan c pada bukti-bukti tidak terungkap bahwa telah ada peralihan keempat objek sengketa;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan menilai kebenaran dalil Penggugat yang menyatakan bahwa mengetahui objek sengketa pada bulan Maret 2014, dalil tersebut relevan dengan bukti P-9 = T.I-10.a dan T.I-10.b tentang Surat Penghentian Penyidikan tertanggal 12 Maret 2014 yang intinya penyidikan dihentikan karena bukan tindakan pidana, dasar penghentian penyidikan tersebut diantaranya Perjanjian jual beli aset (ASPA), UU No. 32 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Penyelesaian Masalah, serta Surat Keputusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 318/PDT/2010/PT.DKI tanggal 2 Desember 2010;
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat tidak dapat membuktikan dalil eksepsinya, maka Majelis Hakim akan mempertimbangkan bantahan dari Penggugat yang menyatakan mengetahui peralihan keempat objek sengketa dari bukti yang diperlihatkan Penyidik Kepolisian, terhadap dalil ini Majelis Hakim berpendapat bahwa ‘(kompetensi PTUN kadaluarsa) sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau pejabat tata usaha negara’ memberi pengertian bahwa untuk menjamin kepastian hukum dan ke-autentikan sebuah keputusan, maka pengumuman tersebut sebaiknya dari lembaga yang menerbitkan keputusan, oleh karena Penggugat mengetahui keberadaan sertipikat  objek sengketa dari kepolisian bukan dari lembaga yang mengeluarkan surat keputusan, maka sesungguhnya untuk memastikan kebenarannya Penggugat masih diberi kesempatan untuk memastikan surat keputusan melalui Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuasin, dalam sengketa ini Penggugat menyatakan bahwa Penggugat berulang kali meminta data dan penjelasan dari Tergugat tentang adanya terjadi kegiatan pencatatan pendaftaran balik-nama, atas dalil tersebut tidak ada satupun pembuktian Tergugat yang dapat membantahnya hal tersebut menjadi fakta hukum yang tak terbantahkan;
“Menimbang, bahwa setelah melihat rangkaian proses sengketa di peradilan perdata berlanjut ke ranah pidana secara keseluruhan, Majelis Hakim berkeyakinan bahwa Penggugat mengetahui keberadaan objek sengketa melalui informasi Penyidik Kepolisian pada bulan Maret 2014 sedangkan gugatan diajukan pada tanggal 15 April 2014, dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa gugatan Penggugat masih dalam tenggang waktu menggugat, dengan demikian sudah cukup alasan untuk menyatakan eksepsi mengenai tenggang waktu (kadaluarsa) tidak dapat diterima;
“Bahwa, berdasarkan bukti T.I-1.a, b dan c berupa Assets Sale And Purchase Agreement ‘ASPA’ (Perjanjian Jual Beli Aset) antara Penggugat dan Tergugat II Intervensi dimana keempat objek sengketa merupakan bagian dari perjanjian jual beli dimaksud (lihat lampiran bukti T.I-1.a pada bagian III. tentang Assets);
“Berdasarkan bukti bukti T.I-2.a, b, c, dan d terungkap fakta bahwa Tergugat II Intervensi telah melakukan pembayaran tahap pertama, khusus terhadap aset tanah objek sengketa telah dibayar lunas hal ini dapat dilihat dari akta perjanjian jual beli sebagaimana dimaksud oleh bukti T-1.a, T-2.a, T-3.a, dan T-4.a;
“Bahwa, berdasarkan bukti T-1.a, T-1.b, T.1.c, T-1.g, T-2.a, T-2.b, T-2.e, T-3.a, T-3.b, T-3.c, T-4.a, T-4.b dan T-4.d terungkap fakta bahwa atas dasar pembayaran tahap pertama maka sertipikat-sertipikat/dokumen-dokumen asli dari keempat objek sengketa telah disrahkan kepada Tergugat II Intervensi sehingga atas kekuatan akta autentik dari Notaris dokumen yuridis tersebut secara resmi telah beralih kepemilikannya dari Penggugat kepada Tergugat II Intervensi dan berarti pula bahwa Penggugat telah tidak memiliki hak secara keperdataan terhadap keempat objek sengketa;
“Bahwa, berdasarkan bukti P-4, P-5, P-6, P-7, P-27, T.I-3, T.I-16.a, b, c, d dan T.I-17 terungkap fakta bahwa Perjanjian Jual Beli Aset atau ASPA antara Pengguat dengan Tergugat II Intervensi tidak selesai dengan sempurna, sehingga terdapat sengketa keperdataan di dalamnya yang berujung pada pengadilan perdata dan sampai saat pertimbangan hukum ini dibuat, proses perdata masih dalam tingkat permeriksaan kasasi pada Mahkamah Agung RI;
“Menimbang, bahwa setelah mempelajari secara seksama bukti T-1.a, T-1.b, T.1.c, T-1.g, T-2.a, T-2.b, T-2.e, T-3.a, T-3.b, T-3.c, P-4.a, P-4.b dan P-4.d Majelis Hakim berpendapat bahwa terlepas dari perjanjian ‘ASPA’, pada prisipnya Penggugat telah tidak mempunyai hak keperdataan lagi terhadap keempat objek sengketa, karena keempat objek sengketa secara hukum sudah beralih kepemilikannya dibuktikan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (akta PPAT), dengan demikian sepanjang akta tersebut belum dibatalkan oleh badan yang berwenang maka akta tersebut adalah bernilai hukum;
“Menimbang, bahwa atas fakta demikian menurut Majelis Hakim walaupun Penggugat secara hukum telah tidak mempunyai hak keperdataan lagi terhadap keempat objek sengketa bukan berarti serta merta Penggugat tidak mempunyai hubungan hukum, karena Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban di satu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yang lain, kemudian salah satu syarat menilai hubungan hukum adalah adanya peristiwa hukum, dimana terlihat pada bukti P-5 dan P-6 antara Penggugat dan tergugat II Intervensi masih dalam proses peradilan perdata, oleh karena masih adanya proses di peradilan perdata dan belum digunakannya jalur arbitrase maka Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat masih mempunyai hubungan hukum dengan keempat objek sengketa dan berarti pula Penggugat mempunyai tujuan dalam proses gugatan di pengadilan yaitu untuk mempertahankan pendapat hukumnya tentang masalah ASPA dan masalah akta PPAT yang sekarang masih dalam proses di peradilan perdata oleh karenanya Penggugat masih mempunyai kepentingan terhadap keempat objek sengketa;
“Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya pada pokoknya mempersoalkan mengenai tindakan administrasi Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuasin (in casu Tergugat) yang menerbitkan peralihan keempat objek sengketa dari Penggugat ke Tergugat II Intervensi pada saat keempat objek sengketa tersebut sedang diperkarakan di pengailan perdata, tindakan Tergugat tersebut bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) huruf e PP No. 24 Tahun 1997 serta bertentangan pula dengan asas sewenang-wenang dan asas kecermatan/ketelitian;
“Menimbang, bahwa Tergugat telah membantah dalil gugatan Penggugat dengan menyatakan bahwa penerbitan objek sengketa telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sementara Tergugat II Intervensi pada intinya menyatakan bahwa sesungguhnya yang dimaksud Pasal 45 ayat (1) huruf e tersebut hanya apabila “tanah yang bersangkutan merupakan objek sengketa di pengadilan”, sedangkan sengketa antara Penggugat dan Tergugat II Intervensi tidak pernah mengenai tanah-tanah yang menjadi objek sengketa dalam perkara ini, melainkan mengenai klaim Penggugat bahwa Tergugat II Intervensi tidak mau memenuhi kewajiban pembayaran tahap kedua hingga tahap kelima berdasarkan ‘ASPA’. Kemudian gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak pernah sampai pada pemeriksaan substansi pokok perkara;
“Menimbang, bahwa dalam melakukan pengujian terhadap keabsahan objek sengketa, Majelis Hakim berpedoman pada asas pengujian yang terbatas pada fakta-fakta, keadaan hukum atau suasana hukum yang melatarbelakangi terbitnya objek sengketa (asas ex tunc), oleh karena itu perlu ditentukan terlebih dahulu fakta hukum mana yang relevan dalam sengketa a-quo;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan dipersidangan berupa bukti surat, saksi, ahli dan pengakuan para pihak yang telah dikonfrontir di persidangan sesuai dengan ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara, didapatkan fakta hukum sebagai berikut:
- Berdasarkan bukti T.I-1.a, b dan c terungkap fakta bahwa antara Penggugat dengan Tergugat II Intervensi telah membuat perjanjian Assets Sale And Purchase Agreement (Perjanjian Jual Beli Aset) yang lebih dikenal dengan istilah ‘ASPA’ dibuat pada tanggal 27 September 2008 dan perubahan terakhir pada tanggal 06 April 2009, yang termasuk dalam objek jual beli diantaranya adalah dokumen perusahaan, lisensi dan asset (keempat objek sengketa);
- Materi perjanjian dalam ‘ASPA’ diantaranya memuat: jumlah harga keseluruhan yaitu USS 21.500.000, dengan pembayaran tahap awal sejumlah USS 15.000.000; dalam ASPA juga memuat tentang kewajiban-keajiban diantaranya: Penjual (in casu Penggugat) wajib menyerahkan kepada pembeli (in casu Tergugat II Intervensi) asli persetujuan dari bank kepada Pembeli untuk membeli tanah, penjual juga diwajibkan menyerahkan asli izin pemerintah sebagaimana tertera pada lampiran 3, kemudian penjual dan pembeli wajib menandatangani dan menyerahkan akta pengalihan di hadapan pejabat pembuat akta tanah yang ditunjuk pembeli, kemudian memuat pula tentang penyelesaian perselisihan yaitu dengan upaya perdamaian, dan rujukan kepada Arbitrase di Singapura;
- Bahwa, Tergugat II Intervesi telah melakukan pembayaran tahap awal, sebagaimana dimaksud kwitansi tertanggal 12 Maret 2009, 06 April 2009 dan 7 April 2009 (lihat bukti T.I-2.a, b, c dan d) dan telah dikonfirmasi kepada Penggugat sebagaimana dimaksud oleh bukti T.I-14.a;
- Bahwa, pada tanggal 06 April 2009 Penggugat dan Tergugat II Intervensi bersama-sama telah membuat Akta Pengikatan Jual Beli atas keempat objek sengketa (lihat bukti T-1.a, b, c dan d), untuk membuat akta jual beli dari PPAT khusus untuk aset berupa SHGU masih digantungkan kepada dua hal, pertama: pembayaran pajak penghasilan penjual dan BPHTB pembeli, kedua: roya atas hak tanggungan yang terdaftar atas nama PT. Bank CIMB Niaga Tbk, kemudian untuk SHGB ditambah syarat yang ketiga yaiut izin pengalihan dari BPN RI, kemudian berdasarkan bukti T-1.g, T-2.e, T-3.c dan T-4.d pengikatan jual beli telah ditingkatkan/disempurnakan menjadi akta jual beli;
- Bahwa, berdasarkan bukti T.I-14.b terungkap fakta bahwa terdapat perselisihan pemahaman antara Penggugat dan Tergugat II Intervensi dimana Penggugat telah gagal menyerahkan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.2 (a) (iii) dan Pasal 3.2 (a) (x) ASPA berupa asli persetujuan dari bank kepada pembeli untuk membeli tanah dan dokumen asli izin pemerintah sebagaimana tertera pada lampiran 3, dengan demikian Tergugat II Intervensi berdasarkan Pasal 4.3 (a) ASPA menahan USS 140.000 dari pembayaran awal sampai penjual mendapatkan dan menyerahkan asli dokumen untuk memenuhi keinginan pembeli, kemudian dilanjutkan dengan peristiwa perselisihan berikutnya sebagaimana terungkap pada bukti T.I-15, T.I-16.a, b, c dan d serta bukti T.I-17.a dan b;
- Bahwa, pada tanggal 27 April 2009 Penggugat telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang didaftarkan tanggal 28 April 2009 dengan registrasi perkara No. 1192/Pdt/G/2009/PN.Jkt.Sel yang intinya menggugat Tergugat II Intervensi karena melakukan wanprestasi terhadap kewajibannya di ASPA, gugatan mana telah diputus pada tanggal 20 Oktober 2009 dengan menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara tersebut;
- Bahwa, pada tanggal 30 April 2009 Penggugat mengajukan pemblokiran balik nama atas keempat objek sengketa yang ditujukan kepada Tergugat, kemudian pada tanggal 17 Desember 2009 Tergugat II Intervensi keberatan terhadap pemblokiran sertipkat tanah yang dianggapnya langsung dikabulkan oleh Tergugat (lihat bukti T.I-13.b), kemudian pada tanggal 14 Januari 2010 Penggugat mengajukan pemberitahuan yang kedua dengan alasan bahwa Penggugat telah menggunakan upaya banding terhadap putusan tingkat pertama;
- Pada tanggal 22 Januari 2010 Tergugat mengirim surat kepada Tergugat II Intervensi intinya proses balik nama keempat objek sengketa belum dapat diproses karena menunggu hasil putusan banding (lihat bukti T.I-13.a);
- Bahwa, pada tanggal 02 Juni 2010 Tergugat menerbitkan pendaftaran peralihan balik nama ke-tiga SHGU objek sengketa, dan kemudian pada tanggal 29 Desember 2010 Tergugat menerbitkan pendaftaran peralihan balik nama atas SHGB objek sengketa;
- Bahwa, berdasarkan bukti P-7 dan P-8 ternyata di peradilan perdata masih dalam proses kasasi;
“Menimbang, bahwa suatu keputusan tata usaha negara dapat dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila keputusan tersebut: dikeluarkan oleh badan atau pejabat TUN yang tidak berwenang dan/atau dalam penerbitannya bertentangan dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang bersifat prosedural dan/atau substansi;
“Menimbang, bahwa terlebih dahulu Majelis Hakim akan mempertimbangkan dari aspek kewenangan;
“Menimbang, bahwa untuk menjamin hak-hak yang diberikan oleh negara maka harus terdaftar sesuai amanat Pasal 19 ayat (1) UUPA yaitu: ‘Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah’, kemudian di ayat (2) huruf b Pasal tersebut memberi makna bahwa pendaftaran juga termasuk peralihan hak-hak atas tanah;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas tanah secara eksplisit telah menegaskan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) dapat dialihkan dengan mendaftar ke Kantor Pertanahan;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan keabsahan penerbitan objek sengketa dari aspek prosedural dan substansi, adalah sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dasar hukum yang harus dipedomani oleh Tegugat dalam rangka menerbitkan peralihan hak keempat objek sengketa adalah PP. No. 40 Tahun 1996, dan PP. No. 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 khususnya pasal-pasal yang mengatur masalah peralihan hak-hak atas tanah;
“Menimbang, bahwa dari alasan-alasan dalam gugatan Penggugat yang diluar sengketa administrasi akan dikesampingkan, dalam pertimbangan hukum ini Majelis Hakim hanya memfokuskan kepada sengketa yang menjadi kewenangan pengadilan tata usaha negara untuk menilainya, terutama alasan gugatan Penggugat menyengkut terbitnya peralihan keempat objek sengketa pada saat tanah-tanah yang dialihkan masih dalam sengketa pengadilan, untuk itu Majelis Hakim juga secara khusus akan mempedomani peraturan-peraturan di bawah ini;
“Menimbang, bahwa pada Pasal 45 PP No. 24 Tahun 1997 menetapkan bahwa:
1) Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat di bawah ini tidak dipenuhi:
a. sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan;
b. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2);
c. dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap;
d. tidak dipenuhi syarat lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan;
e. tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan;
f. perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau;
g. perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan;
2) Penolakan Kepala Kantor Pertanahan dilakukan secara tertulis, dengan menyebut alasan-alasan penolakan itu.
“Menimbang, bahwa ketentuan lebih lanjut dari PP. No. 24 Tahun 1997 diatur dalam Peraturan menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997, dengan demikian pasal yang relevan untuk dipertimbangkan adalah sebagai berikut. Pasal 126:
(1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan jadikan obyek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan;
(2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir;
(3) Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo atas hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat dalam buku tanah;
(4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
“Menimbang, bahwa bila dicermati secara seksama Pasal 45 ayat (1) huruf e PP. No. 24 Tahun 1997 tidak dijelaskan secara khusus tentang sifat ataupun kriteria sengketa yang bagaimana yang dapat menghalangi Kepala Kantor Pertanahan untuk menerbitkan peralihan balik nama, yang apabila diartikan secara tekstual Pasal 45 ayat (1) huruf e tersebut bermakna bahwa jika objek peralihan disengketakan di peradilan maka Tergugat menolak melakukan pendaftaran peralihan hak. Atas dasar demikian, menurut Majelis Hakim untuk menentukan kriteria sengketa yang bagaimana dapat diterapkan Pasal 45 ayat (1) huruf e maka diatur lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 126 Permenag/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997, dengan tujuan untuk memberi kepastian hukum terhadap Kepala kantor Pertanahan dalam menjalankan fungsinya, untuk itu diperlukan keputusan/ketetapan dari pengadilan tentang perlu atau tidaknya status quo terhadap objek-objek yang sedang diperkarakan;
“Menimbang, bahwa sesungguhnya meskipun keempat sertipikat objek sengketa tidak menjadi sengketa utama dalam perkara perdata, namun setidaknya dalam uraian gugatan di peradilan perdata, wanprestasi yang didalilkan Penggugat adalah perjanjian secara keseluruhan termasuk keabsahan akta pengikatan jual beli tanah-tanah keempat objek sengketa, dibuktikan dalam petitum Penggugat yang juga memohon agar akta pengikatan jual beli dibatalkan pengadilan, dengan demikian secara hukum dapatlah dianggap sengketa wanprestasi tersebut termasuk juga sengketa mengenai tanah didalamnya, atas pertimbangan demikian menurut Majelis Hakim tanah-tanah objek sengketa juga masuk bagian yang disengketakan di peradilan perdata;
“Menimbang, bahwa walaupun Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuasin (Tergugat) tidak terlibat langsung dalam sengketa antara Penggugat dan Tergugat II Intervensi di peradilan perdata, akan tetapi Tergugat secara hukum dianggap telah mengetahui perihal adanya sengketa yang menyangkut objek peralihan hak yang telah dimohonkan kepadanya, karena pada tanggal 30 April 2009 Penggugat secara tertulis mengajukan pemblokiran peralihan balik nama keempat sertipikat objek sengketa kemudian disusul pemberitahuan yang kedua yaitu pada tanggal 14 Januari 2010;
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat mengetahui perihal objek peralihan hak yang dimohonkan oleh Tergugat II Intervensi masih terdapat sengketa di pengadilan, maka untuk menentukan apakah sengketa tersebut dapat menghalangi terbitnya peralihan keempat objek sengketa maka Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuasin (in casu Tergugat) harus mempedomani ketentuan Pasal 126 Peraturan Menteri Agraria/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997, untuk itu Majelis Hakim akan menilai kesesuaian antara tindakan Tergugat dengan aturan hukumnya, adalah sebagai berikut;
“Menimbang, bahwa setelah mencermati gugatan Penggugat di peradilan Perdata, ternyata Penggugat juga bermohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk meletakkan Sita Penjagaan/blokir dan selanjutnya memutuskan: pertama: memerintahkan Pimpinan PT. Bank Mandiri Tbk Kantor Cabang Jakarta Plaza Mandiri agar berkenan melakukan blokir atas uang milik Tergugat dalam rekening No. 700005525303 atas nama Tergugat, dan kedua: memerintahkan Tergugat untuk tidak mempergunakan kuasa-kuasa untuk mengoperasikan asset PT. SURYAHUTAMA SAWIT, dari permohonan tersebut tidak terdapat bukti adanya putusan/penetapan mengenai Sita Jaminan, kemudian Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan dalam putusannya bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak berwenang mengadili perkara a quo;
“Menimbang, bahwa dari fakta hukum tersebut di atas dapat dipahami bahwa permohonan blokir oleh Penggugat kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banyuasin tidak disertai oleh Putusan Sita Jaminan, sehingga menurut hukum pencatatan pemblokiran tersebut hanya berlaku untuk dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak dicatat dalam buku tanah;
“Menimbang, bahwa setelah mencermati waktu diajukan pemblokiran pertama yaitu tanggal 30 April 2009, sesungguhnya Tergugat telah menunda pendaftaran peralihan keempat objek sengketa dibuktikan dengan adanya surat Tergugat yang disampaikan kepada Tergugat II Intervensi tanggal 22 Januari 2010 perihal tidak dapat diprosesnya peralihan balik nama keempat objek sengketa karena menunggu putusan banding, atas fakta demikian menurut Majelis Hakim tindakan Tergugat tersebut telah sesuai dengan Pasal 126 Peraturan Menteri Agraria /Ka. BPN No. 3 Tahun 1997 yang berarti pula tidak bertentangan dengan Pasal 45 ayat (1) huruf e PP No. 24 Tahun 1997, adapun mengenai pemberitahuan blokir yang kedua menurut Majelis Hakim sifatnya hanya mengingatkan saja karena materi dan substansinya tidak berubah dari pemberitahuan blokir yang pertama, kecuali disertai Sita Jaminan ataupun perintah status qou dari Majelis Hakim perdata, pemberitahuan blokir yang kedua itupun bila dilihat dari tanggalnya dengan terbitnya peralihan keempat objek sengketa telah melampaui tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan permasalahan yang kedua yaitu: apakah penerbitan peralihan keempat objek sengketa telah memenuhi syarat dan prosedur sebagaimana ditentukan dalam PP. No. 24 Tahun 1997 jo. Peraturan Menterai Agraria/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997?
“Menimbang, bahwa syarat-syarat mengenai peralihan hak melalui ‘jual beli’ telah diatur secara limitatif pada Pasal 37, Pasal 38, Pasal 30 dan Pasal 40 PP. No. 24 Tahun 1997 jo. Pasal 103, Pasal 104, Pasal 105 dan Pasal 106 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997;
“Menimbang, bahwa syarat yang paling utama peralihan hak melaui jual-beli adalah adanya akta jual-beli, sertipikat yang asli, izin pemindahan hak dari Badan Pertanahan Nasional RI dan syarat-syarat lain yang ditentukan dalam pasal-pasal tersebut;
“Menimbang, bahwa setelah mempelajari secara seksama bukti-bukti yang diajukan para pihak dalam persidangan tidak ditemukan hal-hal yang dapat menghalangi Tergugat untuk menerbitkan peralihan sertipikat objek sengketa, dengan demikian menurut Majelis Hakim tidak ada alasan bagi Tergugat untuk tidak momproses pendaftaran peralihan hak yang dimohonkan kepadanya, dengan kata lain tidak ada peraturan yang dilanggar oleh Tergugat pada saat menerbitkan peralihan balik-nama keempat objek sengketa;
“Menimbang, bahwa permasalahan yang relevan dipertimbangkan dalam menguji tindakan Tergugat dalam hal ini adalah menyangkut dalil Penggugat yang menyatakan bahwa ‘Akta Jual Beli yang dibuat Notaris/PPAT yaitu Akta Jual Beli No. 4/2010, No. 5/2010, No. 6/2010 dan No. 39 2010 cacad hukum karena bertentangan dengan Pasal 39 PP No. 24 Tahun 1997 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 mengenai kuasa mutlak;
“Menimbang, bahwa dalil tersebut dipertimbangkan dalam pengujian terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik lebih karena tidak adanya kewenangan Kepala Kantor Pertanahan untuk membatalkan akta jual-beli, akan tetapi akta jual-beli lebih merupakan sebagai salah satu syarat peralihan balik nama, apabila syarat tersebut terpenuhi maka dia karena jabatannya wajib mendaftarkan baliknama, sedangkan mengenai ketentuan Pasal 39 PP No. 24 Tahun 1997 itu ditujukan kepada Pejabat PPAT, namun demikian Tergugat hanya diwajibkan meneliti secara cermat bentuk formal akta jual-beli (syarat peralihan balik-nama) apakah sudah sesuai standar atau tidak, sepanjang memenuhi syarat formal maka Tergugat secara administrasi tidak dapat menghalangi peralihan balik nama yang dimohonkan, dengan demikian sepanjang belum ada keputusan peradilan yang menyatakan adanya cacad dalam akta jual-beli tersebut, maka haruslah dianggap sah;
“Menimbang, bahwa adapun mengenai larangan kuasa mutlak yang dimaksud dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 Majelis Hakim sependapat dengan keterangan ahli Prof Hj. ARIE S. HUTAGALUNG, SH., MLI yang menyatakan bahwa surat kuasa mutlak adalah cara digunakan untuk menyiasati hukum dalam melakukan pemindahan hak, atau kuasa yang seolah memiliki tanah, (menurut hemat Majelis Hakim) dalam perkara ini sebelum ada akta kuasa untuk menjual didahului oleh akta pengikatan jual beli yang didalamnya sesungguhnya objek yang diperjual-belikan sudah lunas, artinya surat kuasa tersebut hanya menindak-lanjuti akta pengikatan jual beli saja sehingga berdasarkan fakta demikian menurut Majelis Hakim kuasa untuk menjual dimaksud tidaklah bertentangan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982;
“Menimbang, bahwa dari seluruh uraian pertimbangan hukum diatas setelah mempelajari secara utuh permasalahan pokok antara Penggugat dan Tergugat II Intervensi yang didapat dalam bukti-bukti yang ditampilkan di persidangan Majelis Hakim berkesimpulan tidak ada peraturan perundang-undangan maupun asas-asas umum pemerintahan yang baik yang dilanggar Tergugat dalam menerbitkan peralihan balik-nama keempat objek sengketa, dengan demikian gugatan Penggugat haruslah dinyatakan ditolak secara keseluruhan;
“Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dinyatakan ditolak secara keseluruhan maka terhadap permohonan Penggugat untuk menangguhkan pelaksanaan perbuatan hukum lainnya terhadap keempat objek sengketa menjadi tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan;
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA:
- Menolak gugatan Penggugat secara keseluruhan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.