LEGAL OPINION
Bantahan terhadap Sita Jaminan Pengadilan yang Salah Alamat
Question: Apa boleh, ada owner Perseroan Terbatas maupun keluarganya yang punya kebiasaan mengambil uang perseroan, dengan selalu mengatasnamakan bahwa perseroan itu adalah milik dia atau milik keluarganya?
Brief Answer: Dalam hukum korporasi berupa badan hukum Perseroan Terbatas, kekayaan para pendiri maupun pemegang saham, tidak melebur layaknya badan usaha firma maupun CV. Harta kekayaan maupun hak serta kewajiban (liability) badan hukum tidak tercampur-baur dengan harta kekayaan maupun segala beban kewajiban pihak pemegang saham dari badan hukum.
Ketika prinsip harta kekayaan yang terpisah tersebut, dilanggar oleh pendiri maupun pemegang saham, maka sama artinya “jaring pengaman” sifat tanggung jawab terbatas sebagaimana diistilahkan “Perseroan Terbatas”, runtuh sepenuhnya sehingga harta kekayaan pendiri atau pemegang saham menjadi melebur dengan segala hak dan kewajiban Perseroan.
Artinya pula, ketika badan hukum perseroan memiliki beban tanggung jawab terhadap Pihak Ketiga, maka pendiri maupun pemegang saham dapat dituntut tanggung jawab secara renteng. Itu jugalah sebabnya, dengan mengindahkan kaedah prinsip korporasi yang sehat dengan tata kelola yang sesuai asas badan hukum, maka pihak ketiga tidak dapat menuntut tanggung jawab pendiri maupun pemegang saham perseroan, terlebih terhadap harta kekayaan pribadi mereka.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman mengenai konsep “badan hukum”, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa korporasi register Nomor 1542 K/Pdt/2013 tanggal 31 Desember 2013, perkara antara:
- PT. PUNDI ABADI INTISARI, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Terbantah; melawan
1. YERIKA TAN; 2. ANTONI JUSUF WIDYANTO; 3. JONNY WIJAYA; 4. LISA WIJAYA, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Pembantah; dan
- PT. INDOMAS BAHARI MAKMUR, selaku Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Terbantah.
Pembantah merupakan ahli waris (Alm.) King Widyanto, yang meninggal pada Agustus 2006, sebagaimana ternyata dari Akta Keterangan Hak Waris tanggal 3 November 2006, yang dibuat di hadapan Notaris. Semasa hidupnya, (Alm) King Widyanto pernah membeli sebidang tanah Hak Guna Bangunan (HGB) Nomor 4724/Penjaringan.
Berdasarkan Penetapan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, tanggal 15 September 2008, terhadap SHGB milik Pembantah, diletakkan Sita Jaminan pada tanggal 24 September 2008 oleh Jurusita pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Penyitaan tersebut dilakukan sehubungan dengan adanya gugatan perkara perdata antara P.T Pundi Abadi Intisari (Penggugat, kini selaku Terbantah), melawan: P.T Indomas Bahari Makmur (Tergugat, kini selaku Turut Terbantah), perihal: Wanprestasi/Ingkar Janji, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Register No. 133/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut., jo. 298/PDT/2009/PT.DKI., jo. No. 2026 K/PDT/2010.
Pembantah yang mengklaim sebagai pemilik tunggal atas SHGB yang kini berstatus diletakkan Sita Jaminan, tidak mempunyai hubungan dan/atau kepentingan apapun di dalam gugatan perkara perdata No. 133/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut., jo. 298/PDT/2009/PT DKI, jo. No. 2026 K/PDT/2010 tersebut. Demikian klaim Pembantah, yang sejatinya terjadi ialah berlindung dibalik celah hukum yang terdapat pada konsepsi “badan hukum”.
Dengan demikian Penetapan Sita Jaminan yang diterbitkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara adalah cacat formil, karena senyatanya objek sita bukan milik PT. Indomas Bahari Makmur maupun PT. Pundi Abadi Intisari, melainkan milik Pembantah, sehingga harus dibatalkan dan diangkat kembali, sesuai dengan amanat Yurisprudensi tetap Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 14 November 1974 Nomor 476 K/Sip/1974, yang dalam kaidah hukumnya menyatakan:
“Penyitaan Jaminan (conservatoir beslag) yang diperintahkan oleh Majelis Pengadilan Negeri, dilarang atau tidak diperbolehkan terhadap barang miliknya Pihak Ketiga, Penyitaan Jaminan harus dilakukan atas barang miliknya Tergugat.”
Terhadap perlawanan pihak Pembantah, Pengadilan Negeri Jakarta Utara kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 143/Pdt.Bth/2011/PN Jkt.Ut., tanggal 13 September 2011, dengan amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum sebagaimana dipertimbangkan diatas akan diuraikan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dari fakta hukum tersebut diatas diperoleh kenyataan bahwa almarhum King Widyanto semasa hidupnya telah membeli tanah dan bangunan dengan Sertipikat Hak Guna Bangunan Nomor 4724/Penjaringan, yang terletak di ... atau setempat dikenal umum sebagai Jalan ... , dibeli pada tanggal 22 Agustus 2005 yang merupakan harta kekayaan dan hak milik pribadi (alm) Tuan King Widyanto, bukan merupakan aset/milik PT. Indomas Bahari Makmur (vide bukti P-3);
“Menimbang, bahwa persoalannya sekarang apakah terhadap harta pribadi seorang persero atau pemegang saham perusahaan in casu King Widyanto adalah selaku direktur PT. Indomas Bahari Makmur dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagai akibat perbuatan wanprestasi perusahaan tersebut kepada perusahaan lain (PT. Pundi Abadi Intisari);
“Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan ‘Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliknya.’;
“Menimbang, bahwa menurut pendapat Terbantah yang didasarkan kepada pengetahuan hukum dengan menyitir pendapat ahli hukum I.G. Rai Widjaya dalam bukunya yang berjudul Hukum Perusahaan halaman 146, yang menyatakan bahwa ‘Dalam keadaan tertentu pemegang saham bisa saja kehilangan kekebalan atas tanggung jawab terbatasnya’. Dengan kata lain, pemegang saham harus bertanggung jawab secara pribadi;
“Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 3 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan bahwa kekecualian terhadap Pasal 3 ayat (2), yang menyatakan bahwa:
a. Persyaratan PT sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan iktikad buruk (tekwaadetrouw atau badfaith) memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi;
c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan; atau
d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan atau PT;
“Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 3 Ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sudah secara jelas mengatur tentang tanggung jawab terbatas, yaitu: ‘Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimilikinya”, kecuali secara limitatif diatur Pasal 3 Ayat (2) tersebut diatas, sedangkan yang didalilkan sebagai penyangkalan oleh Terbantah yaitu: ‘Dalam keadaan tertentu pemegang saham bisa saja kehilangan kekebalan atas tanggung jawab terbatasnya. Dengan kata lain pemegang saham harus bertanggung jawab secara pribadi’ adalah merupakan pendapat hukum atau pengetahuan hukum, sedangkan undang-undang sudah secara jelas mengatur tentang tanggung jawab pemegang saham sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tersebut di atas, sehingga menurut Majelis Hakim oleh karena undang-undang sudah secara jelas mengatur tentang tanggung jawab pemegang saham, maka tidak perlu menafsirkan pendapat hukum atau pengetahuan hukum;
“Menimbang, bahwa persoalannya sekarang apakah terhadap harta pribadi seorang persero atau pemegang saham perusahaan in casu King Widyanto adalah selaku direktur PT. Indomas Bahari Makmur dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagai akibat perbuatan wanprestasi perusahaan tersebut kepada perusahaan lain (PT. Pundi Abadi Intisari);
“MENGADILI :
- Mengabulkan bantahan Para Pembantah untuk sebagian;
- Menyatakan bahwa Para Pembantah adalah Pembantah yang baik dan benar;
- Menyatakan demi hukum, bahwa: Tanah Hak Guna Bangunan Nomor 4724/Penjaringan, seluas: 60 m², berikut bangunan Ruko 4 (empat) lantai yang berdiri di atasnya, yang terletak di ... , sebagaimana diuraikan dalam Gambar Situasi, tanggal 21 Agustus 1997 Nomor 4314/1997, dengan mempunyai batas-batas sebagai berikut: ... tersebut adalah milik Para Pembantah ahli waris yang sah dari Tuan (alm) King Widyanto;
- Menyatakan bahwa penyitaan terhadap tanah dan bangunan milik Pembantah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara sebagaimana dalam Berita Acara Sita Jaminan Nomor 133/Pdt.G/2008/ PN Jkt.Ut., jo. Nomor 16/CB/2008/PN.Jkt.Ut., dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum;
- Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara atau pegawai yang cakap untuk itu dengan didamping dua (dua) orang saksi, untuk mengangkat kembali Sita Jaminan yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 September 2008, sesuai dengan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 133/Pdt/G/2008/PN.Jkt.Ut., Jo. Nomor 16/CB/2008/PN.Jkt.Ut., terhadap: Sebidang tanah berikut bangunan Ruko 4 (empat) lantai yang berdiri di ... , dengan batas-batasnya sebagai berikut: ...;
- Menolak gugatan bantahan untuk selebihnya.”
Dalam tingkat banding, atas permohonan Terbantah, putusan Pengadilan Negeri tersebut kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta lewat Putusan Nomor 276/PDT/2012/PT.DKI, tanggal 19 September 2012.
Pihak Terlawan mengajukan upaya hukum kasasi, dengan dalil bahwa alm. King Widyanto dan Yerika Tan merupakan pasangan suami-isteri yang terikat perkawinan sejak tahun 1982 tanpa perjanjian perkawinan, sehingga harta benda yang diperoleh selama perkawinan, termasuk hak atas tanah yang tercantum atas nama alm. King Widyanto menjadi harta bersama dengan Yerika Tan, sebagaimana diatur dalam Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Pada tanggal 6 April 1998, alm. King Widyanto dan Yerika Tan mendirikan badan hukum PT. Indomas Bahari Makmur, dimana mereka merupakan pemegang saham mayoritas tunggal pada PT. Indomas Bahari Makmur. Yerika Tan merupakan pemegang 3000 lembar saham, sedangkan alm. King Widyanto adalah pemegang 375 lembar saham, dari keseluruhan saham sebesar 3750 lembar.
Selain sebagai pemegang saham mayoritas tunggal, alm. King Widyanto dan Yerika Tan juga bertindak sebagai pengurus pada PT. Indomas Bahari Makmur, dimana Yerika Tan sebagai Direktur Utama sedangkan alm. King Widyanto adalah Direktur.
Tanah dan bangunan baru dibeli kemudian oleh alm. King Widyanto setelah PT. Indomas Bahari Makmur didirikan, yaitu pada tahun 2005 sebagaimana dalam Akta Jual Beli tertanggal 22 Agustus 2005, namun tanah dan bangunan digunakan oleh PT. Indomas Bahari Makmur sebagai alamat domisili dan kantor untuk melakukan kegiatan usaha.
Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung R.I. Nomor 2026 K/Pdt/2010 tertanggal 4 Januari 2011, PT. Indomas Bahari Makmur dinyatakan melakukan perbuatan wanprestasi terhadap Terbantah atas Surat Perjanjian Angkutan karena pengurus PT. Indomas Bahari Makmur terbukti lalai mengangkut pupuk yang menjadi kewajibannya kepada Terbantah. Oleh karenanya akibat kelalaian tersebut, pengadilan memutus agar PT. Indomas Bahari Makmur membayar ganti rugi kepada Terbantah sebesar Rp595.500.000,00.
Note SHIETRA & PARTNERS: Jika menilik fakta empirik yang terjadi, pengurus PT. Indomas Bahari Makmur adalah pihak yang sama dengan pemilik dari PT. Indomas Bahari Makmur, sehingga aksi dari pengurus perseroan tersebut adalah disaat bersamaan juga untuk untuk kepentingan pemilik perseroan. Sehingga, apakah dengan mengatasnamakan perseroan, lantas pribadi pengurus dapat lepas tanggung jawab dan “cuci tangan” terhadap perbuatannya yang melanggar janji?
Dalam sudut pandang itulah, terkadang lebih terjamin oleh hukum bagi pihak ketiga untuk melakukan hubungan hukum dengan badan usaha atau bahkan pengusaha perorangan yang tidak berlindung dibalik sebuah “perseroan terbatas”. Ia yang berbuat, maka ia yang bertanggung jawab.
Menjadi rancu, apakah Pembantah dalam perkara ini melakukan derden verzet (perlawanan pihak ketiga), ataukah partij verzet (perlawanan pihak dalam gugatan semula)? Itu jugalah salah satu kerancuan yang ditimbulkan oleh ketidaksempurnaan konsep badan hukum.
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung secara antiklimaks, membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah memeriksa secara saksama memori kasasi tanggal 8 Februari 2013 dan jawaban memori kasasi tanggal 25 Februari 2013 dihubungkan dengan pertimbangan putusan Judex Facti dalam hal ini Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, ternyata Judex Facti (Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi) tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa dari SHGB Nomor 4724/Penjaringan adalah atas nama King Widyanto bukan atas nama P.T Indomas Bahari Makmur, demikian juga Akta Jual Beli Nomor 471/2005 tanggal 22 Agustus 2005 yang membeli adalah King Widyanto;
- Bahwa dikabulkannya bantahan telah tepat karena Para Penggugat tidak ada hubungan dengan perkara Nomor 133/Pdt.G/2008/PN.Jkt.Ut., antara PT. Pundi Abadi Intisari melawan PT. Indomas Bahari Makmur;
- Bahwa Pelawan / Termohon Kasasi mampu membuktikan bahwa objek yang dikenai sita adalah harta pribadi alm. King Widyanto bukan harta PT. Indomas Bahari Makmur, oleh sebab itu Para Pembantah/Termohon Kasasi sebagai ahli waris alm. King Widyanto berhak atas objek sengketa dan secara hukum tidak dapat disita sebagai jaminan atas utang PT. Indomas Bahari Makmur;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti (Pengadilan Negeri / Pengadilan Tinggi) dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. Pundi Abadi Intisari tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. PUNDI ABADI INTISARI tersebut.”
Catatan Penutup Penulis:
Yang dimaksud oleh Terlawan, ialah terjadinya piercing the corporate veil oleh pemilik (owner) dari badan hukum Perseroan Terbatas, karena pihak pemilik menyalahgunakan lembaga badan hukum untuk merugikan pihak ketiga, sehingga tanggung jawab menjadi bersifat “renteng”.
Tidak kita pungkiri, bahwa lembaga badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas, tercatat sebagai lembaga yang paling kerap disalahgunakan oleh pihak pemilik perseroan. Meski, pihak Terlawan telah memaparkan bukti empirik bahwa pihak pengurus dan pihak pemilik perseroan adalah orang yang sama, dengan indikasi kuat terjadi penyalahgunaan badan hukum, yang terjadi kemudian ialah penerapan secara “kaku” sekaligus “membuta” konsepsi aturan normatif dalam Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas.
Ilustrasi perkara diatas, adalah salah satu cerminan sebagian besar praktik putusan peradilan, yang masih bersifat orthodoks—dan akan terus memakan jatuhnya “korban-korban” baru bila para hakim pemutus tetap menerapkan aturan normatif tidak secara rasional.
Secara pribadi penulis berpendapat, jika para pemegang saham dan pihak pengurus adalah orang yang sama, maka setiap keputusan direksi adalah keputusan RUPS juga. Secara similia similibus, bila pemilik perseroan (para pemegang saham / RUPS) adalah pihak-pihak yang sama dengan pengurus perseroan, maka setiap aksi perseroan merupakan aksi pemilik perusahaan (para pemegang saham / RUPS)—menyerupai konsepsi “sekutu pasif” dalam badan usaha CV, bila kemudian dirinya terlibat aktif dalam pengurusan CV, maka “pengurus pasif” menjelma “pengurus aktif”, sehingga memiliki tanggung jawab renteng.
Dalam perspektif itulah, badan usaha CV lebih mencerminkan asas keadilan serta kepastian hukum bagi pihak ketiga, ketimbang PT. yang kerap disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR
dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi
Hery Shietra selaku Penulis.