Actio Pauliana Vs. Transfer Pricing Debitor Pailit

LEGAL OPINION
Question: Ada indikasi yang kuat dicurigai, perusahaan yang menjadi debitor kami, selama ini sepertinya menguras kekayaan perusahaannya sendiri untuk dialihkan kepada keluarga atau afiliasi perusahaannya, sehingga ketika pada akhirnya dipailitkan, harta kekayaan perusahaannya tercatat NOL besar.
Jika kekayaan perusahaan itu sudah demikian akhirnya, maka bagaimana mungkin piutang kami selaku kreditornya bisa dilunasi? Apa yang masih dapat kami lakukan ketika debitor kami ini kini benar-benar sudah pailit?
Brief Answer: Terlepas apakah pailitnya debitor karena permohonan pailit yang diajukannya sendiri ataukah oleh permohonan satu atau lebih kreditornya, adalah kepentingan paling utama dari kreditor untuk memastikan agar piutangnya dapat dipulihkan.
Oleh karenanya, mengandalkan keaktifan pihak Kurator, tidaklah cukup. Untuk itulah, kreditor perlu mendesak Kurator, agar bersedia melangkah lebih jauh, yakni lewat upaya hukum “gugatan lain-lain dalam kepailitan” berupa actio pauliana, agar harta kekayaan debitor dapat dikembalikan seperti sedia kala dari aksi profit / equity shifting sang debitor yang sengaja merugikan dirinya sendiri agar kekayaannya tercatat nihil saat dirinya jatuh dalam keadaan pailit—suatu fenomena yang selalu terjadi dalam kasus debitor yang jatuh pailit, salah satunya ialah rekayasa transfer pricing yang bukan lagi sekadar isu, namun sudah menjadi “tren” terutama dalam konteks perusahaan dalam Grub Usaha.
Bahkan, pernah terjadi, transfer pricing yang dilakukan oleh sang debitor, menyebabkan keadaan finansial badan hukum debitor tercatat “minus” karena dalam pembukuan tercatat adanya berbagai hutang kepada pihak ketiga yang bisa jadi merupakan afiliasi Grub Usaha atau keluarga dari sang pemilik badan hukum (meskipun beneficial owner-nya adalah orang yang sama). Ketika debitor jatuh dalam keadaan pailit, yang ada ialah kekayaan badan hukum berupa catatan pembukuan yang menyatakan “MINUS”, bukan lagi “NIHIL”.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi perkara yang cukup langka tercatat di dunia kepailitan, terutama dalam konteks sikap aktif pihak Kurator dalam membela kepentingan para kreditor, sebagaimana putusan Pengadilan Niaga Medan perkara Perdata Khusus Actio Pauliana register Nomor 07/Pdt.Sus-Actio Pauliana/2015/Pengadilan.Niaga.Mdn tanggal 26 Oktober 2015, sengketa antara:
- MAROLOP TUA SAGALA, SH, Kurator PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit), sebagai Penggugat; melawan
I. PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit), selaku Tergugat I;
II. PT. KPE Industries, selaku Tergugat II;
III. CHEW FOOK SIN, Direktur PT. Heat Exchangers Indonesia, selaku Tergugat III;
IV. LEE SWEE ENG, Komisaris PT. Heat Exchangers Indonesia, sebagai Tergugat IV;
V. CHEW FOOK SIN, sebagai Direktur PT. KPE Industries, sebagai Tergugat V;
VI. LEE SWEE ENG, Komisaris PT. KPE Industries, sebagai Tergugat VI;
VII. KNM PTY LTD (Pemegang Saham PT. Heat Exchangers Indonesia), sebagai Tergugat VII;
VIII. KNM PROCESS SDN BHD (Pemegang Saham PT. Heat Exchangers Indonesia), sebagai Turut Tergugat I;
IX. KNM Capital SDN BHD (selaku perusahaan dalam satu Group dengan Para Tergugat sehubungan dengan hasil penjualan asset Tergugat-I), sebagai Turut Tergugat II.
Penggugat adalah Kurator PT. Heat Exchangers Indonesia, perseroan yang jatuh dalam keadaan Pailit akibat putusan Pengadilan Niaga Medan Nomor jo. Nomor 07/Pdt.Sus-PKPU/2014, tanggal 09 Juli 2015. Tergugat-I dan Tergugat-II merupakan perusahaan bermodal asing (PMA)—anak usaha dari KNM Pty Ltd., dimana KNM Pty Ltd. adalah salah satu dari Anak Perusahaan KNM Process Systems Sdn Bhd (“KNMPS”), dimana “KNMPS” adalah salah satu dari Perusahaan KNM Group Berhad.
Kurator setelah mengumumkan kepailitan Tergugat di media massa, selanjutnya memberitahukan Penggugat berkunjung ke Perusahaan di Batam, untuk memverifikasi seluruh asset Tergugat (boedel pailit) baik secara fisik maupun dari dokumen dan juga seluruh utang-utang Tergugat.
Dari dokumen yang ada, terlihat bahwa antara Tergugat-I dengan Tergugat-II berada dalam satu alamat kantor, dimana Tergugat-I memiliki mesin-mesin serta alat-alat produksi lainnya serta peralatan kantor. Fakta hukum yang mengejutkan, ternyata Direktur dan Komisaris dari Tergugat-I dan Tergugat-II adalah orang yang sama pula, yaitu CHEW FOOK SIN dan LEE SWEE ENG.
Sebagian karyawan Tergugat diangkat secara bersama-sama oleh Tergugat-I dan Tergugat-II dan pekerjaan baik itu milik Tergugat-I maupun milik Tergugat–II, dikerjakan oleh karyawan yang sama. Penggugat telah mendapatkan Penetapan Hakim Pengawas, yang menyatakan bahwa Penggugat selaku Kurator, memiliki alasan hukum yang kuat untuk mengajukan Gugatan ini, sehingga Hakim Pengawas memberikan izin kepada Penggugat untuk melakukan Gugatan Actio Pauliana ke Pengadilan Niaga Medan.
Untuk kepentingan Harta Pailit, Kurator berwenang untuk memintakan pembatalan perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga, dimana perbuatan tersebut merugikan kreditor, sebagaimana diamanatkan Pasal 41 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 selanjutnya, tepatnya dalam:
Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan pembatalan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan.”
Selanjutnya Pasal 1 Ayat (7) UU Kepailitan, menyebutkan:
“Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.”
Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Putusan atas permohonan pernyataan pailit dan hal-hal lain yang berkaitan dan/atau diatur dalam Undang-Undang ini, diputuskan oleh Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan hukum Debitor.”
Penjelasan Pasal 3 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Yang dimaksud dengan “hal-hal lain” adalah antara lain, actio pauliana, perlawanan pihak ketiga terhadap penyitaan, atau perkara dimana dimana Debitor, Kreditor, Kurator, atau pengurus menjadi salah satu pihak dalam perkara yang berkaitan dengan harta pailit termasuk gugatan Kurator terhadap Direksi yang menyebabkan perseroan dinyatakan pailit karena kelalaiannya atau kesalahannya.”
Kurator dengan demikian mempunyai hak untuk memintakan pembatalan hukum perbuatan Tergugat I selaku debitor, berdasarkan Pasal 41 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang selanjutnya unsur-unsur pemenuhannya termaktub dalam Pasal 41 ayat (2) UU Kepailitan:
“Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor.”
Selanjutnya Pasal 42 UU Kepailitan dan PKPU, menyatakan:
“Apabila perbuatan hukum yang merugikan Kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan Debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 Ayat (2).”
Pailitnya Tergugat-I karena Pembatalan Perdamaian yang diajukan oleh para kreditur Tergugat-I ke Pengadilan Niaga Medan karena Tergugat-I tidak membayar utang sebagaimana tersebut dalam Perjanjian Perdamaian yang dibuat oleh Tergugat-I dengan Para Krediturnya yang sebelumnya di-Homologasi oleh Pengadilan Niaga Medan.
Saat Kurator berkunjung ke Lokasi Perusahaan Tergugat-I untuk memeriksa dan memverifikasi Asset / Boedel Pailit, pada saat itulah Penggugat menemukan dokumen yang menyatakan bahwa Tergugat-I telah mengalihkan / menjual seluruh hartanya kepada Tergugat-II, pengalihan / jual-beli tersebut juga dibenarkan oleh Para Karyawan dari Tergugat–I.
Berdasarkan dokumen tersebut, Penggugat mengetahui Tergugat-I telah mengalihkan / menjual seluruh Asset-Assetnya kepada Tergugat-II pada Bulan November 2014 dengan harga total senilai USD. 1.405.358,13,-. Tergugat-I juga telah menjual Asset berupa 5 Unit Mobil milik Tergugat-I kepada Tergugat-II senilai USD. 901,68.
Penggugat juga menemukan dokumen Laporan Keuangan Tergugat-I per 31 Desember 2014 yang di-Audit oleh Kantor Akuntan Publik, dimana Laporan Auditor tersebut menyatakan bahwa Asset milik Tergugat telah nihil (nol).
Tergugat–I mempunyai Peralatan dan Mesin-Mesin Produksi dan alat-alat tersebutlah yang digunakan oleh Tergugat-I dan Tergugat-II secara bersama-sama dan bergantian dalam menghasilkan keuntungan. Penjualan seluruh Asset-Asset milik Tergugat-I senilai Total USD. 1.405.358,13,- yang dilakukan oleh Tergugat-I kepada Tergugat-II adalah berupa :
a. Plant and Equipment: USD. 1.360.496,20
b. Motor Vehicle: USD. 901,68
c. Furniture, Fitting and Computer: USD. 43.960,25.
Tanggal 17 April 2015, Tergugat-I mentransfer dana sebesar USD. 562.452,00,- kepada KNM Pty Ltd. (Tergugat-VII). Transfer dana dari Tergugat-I tersebut dilakukan dan ditanda-tangani oleh Finance Manager dan General Manager dari Tergugat-I, dan transfer dana tersebut tidak didukung oleh dokumen-dokumen yang seharusnya dilengkapi.
Kalaupun transfer dana tersebut bertujuan untuk membayar utang Tergugat-I kepada Tergugat-VII, semestinya dapat dibuktikan dengan adanya bukti pendukung yang kuat, sehingga dengan demikian Penggugat menduga bahwa transfer dana tersebut merupakan tindakan manipulasi dari Tergugat-I dan Tergugat-VII dan terindikasi bahwa utang-utang yang ada di Group Perusahaan Para Tergugat adalah rekayasa (transfer pricing / asset shifting).
Kurator dengan demikian mengindikasikan, penjualan asset dilakukan para Tergugat dengan dilandasi itikad buruk untuk menghindar dari kewajiban membayar dan melunasi seluruh utang–utangnya. Tergugat-I jatuh pailit karena tidak membayar utang kepada Para Krediturnya sebagaimana Perjanjian Perdamaian yang telah di-Homologasi oleh Pengadilan Niaga Medan pada Tanggal 08 Juli 2014.
Selain tidak melaksanakan sepenuhnya Perjanjian Perdamaian dengan para Krediturnya, dimana Tergugat-I malah menjual / mengalihkan seluruh Asset-Assetnya / Hartanya kepada Tergugat-II, dalam hal ini tindakan Tergugat-I telah bertentangan dengan kaedah Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan:
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perorangan debitur itu.”
Dialihkannya Asset Tergugat-I kepada Tergugat–II, berkonsekuensi logis menyebabkan Tergugat-I tidak dapat lagi melunasi utang kepada para Krediturnya, apalagi saat ini Tergugat-I sudah dalam keadaan Pailit, dimana Penggugat yang ditunjuk dan diangkat oleh Pengadilan Niaga bertugas untuk memverifikasi seluruh utang Tergugat-I dan juga seluruh asset Tergugat-I dan selanjutnya melikuidasi seluruh asset tersebut tersebut untuk membayar utang-utang Tergugat-I termasuk utang upah / Pesangon para pekerja Tergugat-I. Akan tetapi akibat Penjualan/ Pengalihan Asset yang dilakukan oleh Tergugat-I, Penggugat tidak dapat lagi membayar tagihan para kreditur.
Kurator memaparkan bukti empirik yang lebih menguatkan indikasi transfer pricing, karena hasil penjualan asset Tergugat-I kepada tergugat-II, tanpa ada pembayaran dana penjualan yang masuk ke dalam kas / rekening Tergugat-I.
Kurator secara elaboratif mengolah fakta empirik demikian, dengan menyatakan pula bahwa penjualan seluruh asset yang dilakukan Tergugat-I kepada Tergugat–II, melanggar pula prinsip mendasar Kepailitan yang diatur dalam Pasal 1132 KUH Perdata (Pembayaran Utang Harus Dilaksanakan Dengan Prinsip Pari Pasu / Pro Rata), dimana Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan:
“Harta debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya”.
Dalam Perjanjian Penjualan seluruh asset Tergugat-I menyebutkan bahwa penjualan tersebut hanya menyebutkan harga tanpa adanya pembayaran harga dari Pembeli (Tergugat–II) kepada pihak Penjual (Tergugat-I) karena dinyatakan bahwa Tergugat-I mempunyai utang kepada Perusahaan Induk dan hasil penjualan asset Tergugat-I tersebut langsung di “Set Off” untuk membayar utang kepada Perusahaan Induk KNM Capital SDN BHD. (Note Penulis: klaim adanya hutang anak usaha kepada induk usaha, adalah salah satu indikasi konkret rekayasa transfer pricing yang memang jamak dilakukan berbagai perusahaan PMA.)
Dengan demikian, alasan tidak adanya pembayaran dalam jual-beli asset Tergugat–I, karena Tergugat-I harus membayar utang kepada Perusahaan Induknya, jelas melanggar prinsip dan ketentuan dalam Pasal 1132 KUH Perdata.
Selain itu utang Tergugat-I kepada Perusahaan Induknya tersebut belum jelas asal-usulnya karena utang tersebut tidak terverifikasi dalam Perjanjian Perdamaian Tergugat-I di Pengadilan Niaga Medan. Akibatnya, utang Tergugat-I yang belum dilunasi yang terdapat dalam Perjanjian Perdamaian yang di Homologasi Pengadilan Niaga berikut utang kepada karyawan Tergugat-I, tidak akan terbayar lagi, dan hal demikian jelas sangat merugikan Para Kreditur dari Tergugat–I.
Dalam Perjanjian jual-beli asset Tergugat antara Tergugat-I dengan Tergugat-II, harga jual-beli aset tidak melalui Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) / Appraisal, melainkan hanya ditentukan oleh kesepakatan antara Tergugat-I dengan Tergugat-II sehingga tidak dapat dipastikan akurasi kebenaran harga tersebut apakah sudah sesuai dengan harga pasar atau tidak.
Yang lebih mengejutkan, surat jual-beli seluruh asset Tergugat senilai USD. 1.405.358,13,-, yang menjadi pihak penjual (Tergugat-I) dan pihak pembeli (Tergugat–II) masing-masing ditanda-tangani oleh orang yang sama, karena pimpinan dari Tergugat-I dan pimpinan dari Tergugat-II adalah orang yang sama, yakni:
- CHEW FOOK SIN: adalah Direktur PT. Heat Exchangers Indonesia (Tergugat I) dan juga Direktur PT. KPE Industries (Tergugat II);
- LEE SWEE ENG: adalah Komisaris PT. Heat Exchangers Indonesia (Tergugat I) dan juga Komisaris PT. KPE Industries (Tergugat II).
Dalam Perjanjian jual-beli asset, pihak Penjual (Tergugat-I) ditanda-tangani oleh CHEW FOOK SIN sebagai Direktur Tergugat-I dan LEE SWEE ENG sebagai Komisaris Tergugat-I, sementara dari pihak pembeli ditanda-tangani oleh CHEW FOOK SIN sebagai Direktur Tergugat-II dan LEE SWEE ENG sebagai Komisaris Tergugat–II. Artinya, jual-beli dilakukan oleh orang yang sama.
Keganjilan ini akan kian jelas dalam PURCHASE ORDER Tergugat-I diwakili dan ditanda-tangani oleh orang yang sama yang mewakili Tergugat-I, sekaligus mewakili Tergugat-II. Selanjutnya dokumen tersebut dibuat dua kali pada tanggal yang berbeda, yaitu pada tanggal 14 Desember 2014 dan 10 Januari 2015.
Lebih ironis lagi bahwa ternyata pihak pihak yang diberi wewenang untuk menanda-tangani pengeluaran dana dari Tergugat-I dan Tergugat-II adalah orang orang yang sama. Dengan demikian bukan lagi sekadar indikasi rekayasa dan itikad buruk untuk terjadinya percampuran dana-dana Tergugat-I menjadi dana Tergugat–II, demikian pula sebaliknya.
Selain itu, terjadi pelanggaran kewenangan, karena Lee Swee Eng sebagai Komisaris Tergugat-I dan Tergugat-II turut mengurusi pengeluaran dana dana Tergugat-I dan Tergugat-II, yang seharusnya berfungsi menjadi pengawas dalam posisi Komisaris dalam satu perusahaan.
Selain yang tersebut diatas, Project Tergugat-I maupun Tergugat-II dikerjakan oleh karyawan yang sama, yaitu karyawan Tergugat-I dan karyawan yang diangkat secara bersama oleh Tergugat-I maupun Tergugat-II. Selanjutnya Surat Keterangan Domisili Usaha serta Surat Tanda Daftar Perusahaan Tergugat–I maupun Tergugat–II, adalah atas nama orang yang sama, yakni Tergugat-III dan Tergugat–V.
Pengalihan kekayaan antar badan hukum yang dimiliki dan dikendalikan oleh orang yang sama tersebut diatas, sengaja dirancang untuk memanipulasi Para Kreditur Tergugat–I, agar Tergugat-I dapat menghindar dari kewajibannya untuk membayar utang termasuk yang sudah di HOMOLOGASI oleh Pengadilan Niaga sekalipun.
Gugatan yang diajukan Kurator, dengan demikian memenuhi unsur-unsur Actio Pauliana dalam Kepailitan, dengan rincian:
I. Penjualan Asset dilakukan Para Tergugat dengan itikad buruk untuk menghindar dari kewajiban membayar dan melunasi seluruh utang-utangnya;
II. Hasil penjualan asset Tergugat-I kepada Tergugat-II tanpa pembayaran dana yang masuk ke dalam Kas / Rekening Tergugat–I;
III. Harga Penjualan Asset tidak ditentukan melalui Appraisal;
IV. Surat Jual-Beli cacat Hukum dan penuh Rekayasa;
V. Tergugat-I dan Tergugat-II merupakan dua Badan Hukum, yang direkayasa menjadi sama;
VI. Para Tergugat mengetahui tindakannya melawan hukum dan merugikan kreditur;
VII. Para Tergugat dimiliki oleh owner yang sama.
Lebih lanjut, unsur-unsur Gugatan Actio Pauliana menurut Undang-Undang Kepailitan adalah sebagai berikut:
I. Terpenuhinya unsur “untuk kepentingan harta pailit”;
II. Terpenuhinya unsur “diajukan pembatalan oleh Kurator (Penggugat)”;
III. Terpenuhinya unsur “atas perbuatan hukum yang dilakukan Debitor (Tergugat-I) dan pihak dengan siapa perbuatan hukum tersebut dilakukan (Tergugat-II) mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Para Kreditor”;
IV. Terpenuhinya unsur “atas perbuatan yang dilakukan Debitor (Tergugat-I) dalam waktu 1 (satu) tahun sebelum Putusan Pailit”;
V. Terpenuhinya unsur “diajukan di Pengadilan Niaga dalam Lingkungan Peradilan Umum di daerah tempat kedudukan hukum Debitor”.
Dimana terhadapnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan yang menarik untuk disimak, sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa dalam Posita Gugatan Penggugat telah diuraikan peristiwa hukum yang melandasi Gugatan yakni adanya perbuatan Tergugat–I Debitor PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) yang telah mengalihkan dengan cara menjual Asset (Boedel Pailit) kepada Tergugat–II dan mentransfer dana hasil Penjualan Boedel Pailit kepada Tergugat – VII dalam kurun waktu 1 (satu) tahun sebelum Pernyataan Pailit diucapkan, dan dalam Posita Gugatan Penggugat tersebut juga telah diuraikan landasan hukum Gugatan yakni perbuatan tersebut oleh Penggugat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum yang telah menimbulkan kerugian bagi Para Kreditor Tergugat–I, dan oleh Penggugat perbuatan tersebut melanggar ketentuan Pasal dan Pasal 41 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU dan hal–hal yang dituntut dalam Petitum Gugatan telah diuraikan dalam Posita Gugatan, maka essensi Gugatan Penggugat adalah pembatalan perbuatan Tergugat–I Debitor PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit), yang telah melakukan perbuatan mengalihakan dengan cara menjual Asset (Boedel Pailit) kepada Tergugat–II dan mentransfer dana (penjualan) Boedel Pailit kepada Tergugat–VII, oleh Penggugat dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon pada pokoknya adalah tentang Pembatalan Perbuatan Hukum Debitor yang telah dinyatakan Pailit dimana perbuatan tersebut merugikan Kreditor sebagaimana ditentukan didalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Pasal 41, Pasal 42 dan Pasal 47 ayat (1);
“Menimbang, bahwa dari Gugatan Penggugat dapat disimpulkan pokok pikiran Gugatan bahwa, adanya jual beli atas asset Tergugat-I kepada Tergugat-II dan adanya Transfer dana milik Tergugat-I kepada Tergugat-VII dimana Tergugat-I, Tergugat–II dan Tergugat-VII adalah merupakan badan hukum yang berada dalam satu grup;
“Menimbang, bahwa dari Jawaban Tergugat-II, V, VI, Turut Tergugat–I, Turut Tergugat–II, dan dari Jawaban Tergugat-III, Tergugat-IV, serta dari Jawaban Tergugat-VII, dapat disimpulkan pokok pikiran jawaban bahwa, alasan penjualan asset yang dilakukan oleh Tergugat-I kepada Tergugat-II dan Transfer dana dari Tergugat-I kepada Tergugat-VII adalah dilakukan agar supaya Tergugat-I tetap dapat beroperasi dan memenuhi kewajiban hutangnya kepada Para Kreditor Tergugat–I Debitor PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit);
“Menimbang, bahwa oleh karena telah diakui atau setidak-tidaknya tidak disangkal oleh Para Tergugat dan Turut Tergugat, maka menurut hukum harus dianggap terbukti hal-hal yaitu adanya jual beli senilai USD 1.405.358,13,- yang dilakukan antara Tergugat-I dengan Tergugat-II, atas:
- Plant and Equipment;
- Motor Vehicle;
- Furniture, Fitting and Computer;
- 5 (lima) unit mobil;
- Transfer Dana sebesar USD 562.452,00 dari Tergugat I kepada Tergugat VII;
“Menimbang bahwa setelah membaca dan mencermati dalil-dalil Gugatan Penggugat dan jawab–jinawab, dihubungkan dengan Pembuktian Penggugat dan Pembuktian Tergugat-II, V, VI, Turut Tergugat–I, Turut Tergugat–II, dan Pembuktian Tergugat–III, Tergugat–IV serta dari Pembuktian Tergugat-VII, maka dapat disimpulkan bahwa materi atau pokok masalah Gugatan Penggugat yang harus dibuktikan adalah, sebagai berikut:
1. Apakah Pengalihan berupa Penjualan Asset Tergugat-I (Boedel Pailit) kepada Tergugat-II dan tindakan transfer dana Tergugat-I kepada Tergugat–VII dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan terhadap Tergugat I;
2. Apakah Penjualan Asset Tergugat-I (Boedel Pailit) kepada Tergugat-II dan Transfer Dana dari Tergugat-I kepada Tergugat-VII dilakukan oleh badan hukum yang satu grup, sehingga dapat dikwalifisir sebagai perbuatan melawan hukum, yang telah mengakibatkan kerugian bagi Kreditor Tergugat–I, oleh karenanya itu Penggugat sebagai Kurator PT. Heat Exchangers Indonesia berhak mengajukan Gugatan aquo, dengan demikian
3. Apakah perbuatan Tergugat–I beserta Tergugat–II dan Tergugat–VII tersebut dapat dibatalkan;
“Menimbang bahwa oleh karena Penggugat telah diangkat sebagai Kurator atas PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit), maka segala tindakan hukum yang berkenaan dengan PT. Heat Exchangers Indonesia tersebut diwakili oleh Penggugat sebagai Kurator khususnya dalam mengurus dan membereskan harta pailit;
“Menimbang bahwa dari Bukti P-6.a, Foto Copy Surat Keputusan Direksi PT. HEI tentang Pembelian Aktiva Tetap oleh PT KPE Industries dari PT. HEI tanggal 30 Nopember 2014 yang ditanda-tangani tanggal 1 Desember 2014;
“Menimbang, bahwa Bukti P-7, Foto Copy Perjanjian Jual Beli Asset Tergugat-I berupa 5 (lima) unit kenderaan mobil, antara Tergugat-I selaku penjual kepada Tergugat-II selaku Pembeli tanggal 3 Desember 2014;
“Menimbang, ... terungkap fakta bahwa benar Transfer dana yang dilakukan oleh PT. HEI Ic. Tergugat-I kepada KNM PTY Ltd. (In casu Tergugat-VII) pada tanggal 17 April 2015 senilai USD.562.452,00;
“Menimbang bahwa berdasarkan Bukti P–1, Bukti P–4, Bukti P–5, Bukti P-6.a, Bukti P–6 b., Bukti P-15.a, Bukti P–15 b dan Bukti P-16 a, Bukti P–16 b, terungkap fakta bahwa benar pada tanggal 09 Juli 2015, Tergugat–I PT. Heat Exchangers Indonesia dinyatakan Pailit, namun pada bulan November 2014 atau sekitar 9 (sembilan) bulan sebelum Putusan Pailit, Tergugat-I telah mengalihkan seluruh assetnya kepada Tergugat-II, dan pada Bulan April 2015 Tergugat–I PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) telah melakukan transfer dana sebesar USD 562.452,00  dari PT. Heat Exchangers Indonesia kepada KNM Pty.Ltd. (Ic. Tergugat - VII);
“Menimbang berdasarkan hal–hal yang diuraikan diatas, terbukti tindakan penjualan asset Debitor pailit PT. Heat Exchangers Indonesia Ic. Tergugat-I kepada PT. KPE Industries Ic. Tergugat II dan Tindakan Transfer dana dari Tergugat-I kepada KNM Pty Ltd Ic. Tergugat VII, dilakukan masih dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan Pernyataan Pailit diucapkan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 42 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;
“Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan materi pokok masalah Gugatan Penggugat Ad.2. Apakah Penjualan Asset Tergugat-I (Boedel Pailit) kepada Tergugat-II dan Transfer Dana dari Tergugat-I kepada Tergugat–VII dilakukan oleh badan hukum yang satu grup, sehingga dapat dikwalifisir sebagai perbuatan melawan hukum, yang telah mengakibatkan kerugian bagi Kreditor Tergugat–I, oleh karenanya itu Penggugat sebagai Kurator PT. Heat Exchangers Indonesia berhak mengajukan Gugatan aquo;
“Menimbang bahwa didalam Pasal 41 UU No. 37 Tahun 2004 tidak diuraikan apa yang dimaksud dengan merugikan kepentingan Kreditor, didalam Pasal 41 Ayat (2) hanya disebutkan bahwa pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa pada saat perbuatan hukum dilakukan, Debitor dan pihak dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor;
“Menimbang bahwa dari dalil–dalil Gugatan Penggugat sebagai bukti jual-beli asset antara Tergugat-I dengan Tergugat-II dan Transfer dana dari Tergugat-I kepada Tergugat-VII telah merugikan Kepentingan Kreditor, Majelis Hakim berpendapat bahwa tidaklah mesti seluruhnya hal tersebut terbukti adanya, namun salah satu saja dalil tersebut terbukti maka hal yang dikemukakan sudah terbukti;
“Menimbang bahwa dari bukti P-1 dan bukti P-5 terungkap fakta bahwa sebelum Tergugat-I menjual asset kepada Tergugat-II, atau sebelum Tergugat-I melakukan transfer dana kepada Tergugat-VII, sebenarnya Tergugat-I telah mengetahui bahwa Tergugat-I memiliki kewajiban untuk melunasi utang-utangnya kepada para krediturnya sebagaimana perjanjian perdamaian PKPU yang telah dihomologasi oleh Pengadilan Niaga Medan pada tanggal 08 Juli 2014, diantaranya kewajiban kepada para krediturnya; Fabricat International Pte. Ltd., PT. Taka Asia Pacific, PT. Quality Supply;
“Menimbang bahwa berdasarkan bukti P-6.a.,b, (Surat keputusan Direksi PT. Heat Exchangers Indonesia tentang pembelian Aktiva Tetap oleh PT. KPE Inustries dari PT. Heat Exchangers Indonesia tanggal 30 November 2014) dan bukti P-15.a,b., P-16.a.b., (Purchase Order PT. KPE Industries I.c.Tergugat II No. 000571 untuk membeli asset PT. Heat Exchangers Indonesia I.c. Tergugat I senilai USD 1.405.358,13,- tertanggal 1 Desember 2014;
“Menimbang bahwa berdasarkan bukti P-9.a.,b, (bukti ransfer dana yang dilakukan oleh PT. Heat Exchangers Indonesia Ic. Tergugat I kepada KNM PTY Ltd. Ic. Tergugat VII pada tanggal 17 April 2015 senilai USD. 562.452,00;
“Menimbang bahwa menurut Penggugat bahwa Jual Beli atas Asset Tergugat–I kepada Tergugat-II dan Transfer dana dari Tergugat-I kepada Tergugat-VII yang dilakukan oleh Tergugat-Tergugat tersebut telah merugikan Kreditur, dengan dalil bahwa atas penjualan tersebut mengakibatkan Tergugat-I tidak dapat lagi melunasi utang kepada krediturnya dikarenakan dalam perjanjian penjualan seluruh asset Tergugat-I tidak ada dilakukan pembayaran kepada Tergugat-I, namun hasil penjualan tersebut langsung di set off kepada perusahaan induk KNM SDN Ic. Turut Tergugat-II;
“Menimbang bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan dalil jawaban Para Tergugat dan Turut Tergugat tentang penjualan / pengalihan Asset dengan cara set off, yaitu pembayaran tidak dilakukan kepada Tergugat-I namun dilakukan untuk pembayaran utang Tergugat-I kepada Tergugat-VII;
“Menimbang bahwa pengertian dan ketentuan tentang set off dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1425, 1426, 1427 KUH Perdata, yang berbunyi:
- Pasal 1425 KUHPerdata: ‘Jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini.’
- Pasal 1426 KUHPerdata: ‘Perjumpaan terjadi demi hukum bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang berutang dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya pada saat utang-utang itu besama-sama ada, bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama.’
- Pasal 1427 KUHPerdata: ‘Perjumpaan hanyalah terjadi antara dua utang yang kedua-duanya berpokok sejumlah utang, atau sesuatu jumlah barang yang dapat dihabiskan, dari jenis yang sama, dan yang kedua-duanya dapat ditetapkan serta ditagih seketika, ....dst.’
“Menimbang, bahwa mengenai frasa ‘perjumpaan terjadi demi hukum’ sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1462 KUHPerdata tersebut, Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian (hal.73) berpendapat bahwa perjumpaan utang atau kompensasi itu tidak terjadi secara otomatis, tetapi harus diajukan atau diminta oleh pihak yang berkepentingan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1425, 1426, 1427 KUHPerdata yang dikemukakan oleh Para Tergugat dan Turut Tergugat adalah tidak dapat dibenarkan dan tidak memenuhi syarat dan unsur adanya Set Off, sehingga pengalihan asset tersebut dapat diartikan sebagai suatu perbuatan jual beli bukan merupakan Set Off;
“Menimbang, bahwa transfer dana yang dilakukan oleh Tergugat-I kepada Tergugat-VII dengan dalih untuk membayar hutang Tergugat-I kepada Tergugat-VII berdasarkan keterangan Saksi Nigel Moris Womersley dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan bahwa, transfer dana yang dilakukan Tergugat-I kepada Tergugat VII tidak dilengkapi atau didukung oleh dokumen yang memadai;
“Menimbang, bahwa adanya jual beli Asset Tergugat-I dengan Tergugat-II dan Transfer Dana Tergugat-I kepada Tergugat-VII dengan dalih untuk mengurangi Hutang Tergugat-I kepada Krediturnya, Majelis berpendapat oleh karena Tergugat-I telah terikat melakukan kewajiban membayar / melunasi kepada Kreditornya berdasarkan Putusan PKPU Nomor 07/PKPU/2014/PN.Niaga.Mdn maka seharusnya kewajiban hutang tersebut harus dilakukan berdasarkan Prinsip Pari Pasu Pro Rata Parte yakni bahwa harta kekayaan tersebut merupakan jaminan bersama untuk para Kreditor dan hasilnya harus dibagikan secara Proporsional diantara mereka, kecuali jika antara Para Kreditor ada yang menurut Undang-Undang didahulukan dalam menerima pembayaran Tagihannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti P-5 (Putusan Homologasi Perdamaian Tergugai-I dengan Para Kreditornya oleh Pengadilan Niaga Medan No.07/PKPU/2014/PN.Niaga.Mdn tanggal 08 Juli 2014, serta keterangan saksi Nigel Maurice Womersley di persidangan terbukti PT. KPE Industries (Ic.Tergugat II) dan KNM Pty Ltd (Ic. Tergugat-VII) bukanlah merupakan bagian dari Kreditur Tergugat-I;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan oleh pihak Penggugat sebagaimana tersebut diatas dalam kaitannya satu sama lain yang ternyata bersesuaian, karenanya Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat dapat membuktikan dalilnya yaitu bahwa jual-beli yang dilakukan antara Tergugat-I dengan Tergugat-II dan transfer dana antara Tergugat-I kepada Tergugat-VII, berakibat Asset Tergugat-I menjadi tidak tersisa, sehingga menimbulkan kerugian bagi kreditornya;
“Menimbang, bahwa dasar Gugatan Penggugat juga adalah adanya jual beli dan transfer dana yang dilakukan oleh badan hukum yang merupakan satu group, maka harus dibuktikan terlebih dahulu apakah perbuatan hukum berupa jual beli dan transfer dana tersebut telah memenuhi unsur Pasal 42 huruf (f) UU RI Nomor 37 Tahun 2004, tentang Kepailitan Dan Kewajiban Penundaan Pembayaran Utang, menyatakan:
‘Apabila perbuatan hukum yang merugikan kreditor dilakukan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, sedangkan perbuatan tersebut tidak wajib dilakukan debitor, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, debitor dan pihak dengan perbuatan tersebut dilakukan dianggap mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2).’
“Menimbang, bahwa selanjutnya dalam ketentuan Pasal 42 Huruf (f) menyatakan:
‘dilakukan oleh debitor yang merupakan badan hukum dengan atau terhadap badan hukum lain dalam satu group dimana debitor adalah anggotanya.’
“Menimbang, bahwa dari Bukti P–2 a.b, Foto Copy Struktur Perusahaan KNM Group Berhad yang berpusat di 15.Jl. Dagang SB 4/1. Taman Sungai Besi Indah 43300, Seri Kembangan Selangor. Darul Ehsan, Malaysia, yang telah diberi materai secukupnya dan telah dilegalisir sesuai dengan aslinya, terungkap fakta bahwa Perusahaan KNM Group Berhad beserta Anak Perusahaannya dan Para Tergugat dan Para Turut Tergugat, merupakan bagian dari KNM tersebut;
“Menimbang, berdasarkan bukti P-6.a, b, P-12.a,b, P-15.a,b, P-16.a,b, dalam dokumen transaksi penjualan asset Tergugat-I kepada Tergugat-II masing-masing ditanda-tangani oleh orang yang sama yakni CHEW FOOK SIN adalah Direktur PT. Heat Exchanger Indonesia (Ic.Tergugat III) dan sebagai Direktur PT. KPE Industries (Ic. Tergugat V), LEE SWEE ENG sebagai Komisaris PT. Heat Exchangers Indonesia (Ic. Tergugat IV) dan juga sebagai Komisaris PT. KPE Industries (Ic. Tergugat VI);
“Menimbang, bahwa bukti P-23.a,b, Foto Copy Laporan Asset Tetap Tergugat-I Per Tanggal 30 November 2014, yang telah diberi materai secukupnya dan telah dilegalisir sesuai dengan aslinya, terungkap fakta bahwa dalam Tanda Daftar Perusahaan dan Surat Keterangan Domisili PT. Heat Exchangers Indonesia dan PT. KPE Industries adalah atas nama orang yang sama yakni CHEW FOOK SIN sebagai Direktur;
“Menimbang, bahwa dari keterangan Saksi Nigel Maurice Womersley dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan : Bahwa, Perusahaan KPE adalah group dari Australia yang terdiri dari Excenjer Indonesia, KPE adalah anak dari Perusahaan KNM; Bahwa, PT. KPE dan PT. HEI adalah bagian dari Group yang sama; Bahwa, PT. KPE dan PT. HEI berkantor di Gedung yang sama di kawasan Industri Terpadu Kabil (KITK) Jalan Hang Kesturi I Kav. A21, Batu Besar, Nongsa–Batam; Bahwa, PT.KPE dan PT.HE memiliki mesin-mesin serta alat-alat produksi lainnya serta peralatan kantor yang sama dan nomor Telpon yang sama; Bahwa, PT. KPE dan PT. HEI adalah satu Induk Perusahaan dengan PT.KNM, bahwa adanya Logo KNM pada sisi kanan atas Kartu namanya menunjukkan bahwa PT. Heat Exchangers Indonesia dan PT. KPE Industries adalah merupakan Member / Anggota dari KNM Grup, dan saksi menerangkan bahwa dirinya diangkat dan bekerja sekaligus di 2 (dua) Perusahaan yang sama yakni PT. Heat Exchangers Indonesia dan PT. KPE Industries sebagai General Manager; bahwa Direktur dan Komisaris dari PT. Heat Exchangers Indonesia dan PT.KPE Industries adalah orang yang sama yakni CHEW FOOK SIN Direktur dan LEE SWEE ENG sebagai Komisaris, dan pada saat terjadinya Pengalihan Asset PT. Heat Exchangers Indonesia kepada PT. KPE Industries dilakukan kedudukan kedua orang tersebut di kedua Perusahaan yang sama;
“Menimbang bahwa selanjutnya Saksi Nigel Maurice Womersley menerangkan uang hasil penjualan Asset Tergugat-I tidak ada masuk ke dalam Kas Perusahaan PT. Heat Exchangers Indonesia namun di transfer ke KNM CAPITAL SDN BHD (Ic. Turut Tergugat-II), maka dapat disimpulkan bahwa benar Jual beli Asset yang dilakukan antara Tergugat-I dengan Tergugat-II dan Transfer Dana dari Tergugat-I ke Tergugat-VII adalah merupakan Badan Hukum yang berada dalam 1 (satu) group;
“Menimbang bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 42 Huruf (f) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, Perbuatan Hukum yang merugikan Kreditor dalam hal perbuatan dilakukan oleh Debitor yang merupakan Badan Hukum dengan atau terhadap Badan Hukum lain dalam satu Grup dimana Debitor adalah anggotanya, adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum;
“Menimbang bahwa oleh karena tindakan Tergugat–I, II, III, IV, V, VI dan Tergugat–VII adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum yang menimbulkan kerugian bagi Para Kreditor Tergugat–I, maka Penggugat sebagai Kurator Debitor PT. Heart Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) berhak mengajukan Gugatan Actio Pauliana dalam perkara in casu;
“Dengan demikian sudah sepatutnya apabila Jual Beli Asset antara Tergugat-I dan Tergugat-II serta Transfer Dana Tergugat-I kepada Tergugat-VII dinyatakan batal demi hukum, sehingga tidak sah dan tidak mengikat;
“Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan–pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat telah dapat membuktikan materi pokok masalah Gugatan, dan sebaliknya dari keseluruhan pembuktian Tergugat–II, V, VI, Turut Tergugat–I, Turut Tergugat–II, yakni dari Bukti Bukti T.II–1 sampai dengan Bukti T.II–22 b, Bukti T.II-1, T.V-1, T.VI-1 dan Bukti T.II-2, T.V-2, T.VI-2 dan dari pembuktian Tergugat–III, IV berupa Bukti T-III, T-IV.1 serta dari pembuktian Tergugat–VII berupa Bukti T.VII-1a dan Bukti T.VII-1b ternyata belum dapat membuktikan dalil–dalil bantahannya, yang menyatakan bahwa penjualan atas Asset Tergugat-I kepada Tergugat–II dan adanya Transfer dana Tergugat-I kepada Tergugat-VII adalah dilakukan telah sesuai dengan kewenangannya guna memenuhi kewajiban pembayaran cicilan hutang Tergugat-I kepada Para Kreditor dan agar Tergugat-I dapat tetap beroperasional;
 “Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Gugatan Penggugat beralasan hukum untuk dikabulkan untuk seluruhnya;
M E N G A D I L I :
Dalam Pokok Perkara:
1. Menerima dan mengabulkan Gugatan Actio Pauliana dari Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan perbuatan hukum Tergugat-I, Tergugat-II, Tergugat-III, Tergugat-IV, Tergugat-V, Tergugat-VI, Tergugat-VII, yang dilakukan dalam jual beli asset Tergugat-I tersebut melawan hukum yang merugikan Para Kreditur dan tidak sah menurut hukum;
3. Menyatakan Surat Jual-Beli yang dibuat Tergugat-I dengan Tergugat-II batal demi hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat;
4. Menyatakan bahwa seluruh asset Tergugat-I yang dialihkan Tergugat-I kepada Tergugat-II senilai total USD. 1.405.358,13,- (Satu Juta Empat Ratus Lima ribu Tiga Ratus Lima Puluh Delapan Dollar Amerika tiga belas sen) terdiri dari:
a. Plant and Equipment;
b. Motor Vehicle;
c. Furniture, Fitting and Computer;
Yang berada dilokasi PT. Heat Exchangers Indonesia (dalam Pailit) berkedudukan di ... , adalah sah harta pailit Debitor PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) / Tergugat-I;
5. Menyatakan Pengalihan dana oleh Tergugat-I kepada Tergugat-VII KNM PTE LTD senilai USD 562.452.00,- (lima ratus enam puluh dua ribu empat ratus lima puluh dua dollar Amerika), tidak sah dan melawan hukum;
6. Menghukum Tergugat–VII KNM PTE LTD untuk menyerahkan kembali dana senilai USD.562.452,00 (lima ratus enam puluh dua ribu empat ratus lima puluh dua dollar Amerika) kepada Kurator (in casu Penggugat) sebagai boedel Pailit PT. Heat Exchangers Indonesia (Dalam Pailit) (In Casu Tergugat I);
7. Menghukum Tergugat Tergugat–I, II, III, IV, V, VI, VII, Turut Tergugat–I dan Turut Tergugat–II untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng yang sampai saat ini ditaksir sebesar Rp. 1.911.000,- (satu juta sembilan ratus sebelas ribu rupiah).”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.