Kantor Cabang Bukanlah Entitas Hukum yang Berdiri Terpisah dari Kantor Pusat

LEGAL OPINION
Question: Kalau hubungan bisnis selama ini dengan pihak rekanan yang adalah kantor cabang suatu perusahaan, lalu kantor cabang tersebut kemudian cidera janji terhadap kami, maka yang bisa kami mintakan tanggung jawab adalah direktur kantor pusat perusahaan rekanan kami itu, atau hanya dapat meminta tanggung jawab dari kepala kantor cabang yang selama ini terlibat bisnis dengan kami?
Brief Answer: Sama saja. Pada prinsipnya, berdasarkan berbagai yurisprudensi yang ada, Kantor Cabang merupakan “perpanjangan tangan” belaka dari suatu badan hukum korporasi. Artinya, baik “kantor cabang” maupun “kantor perwakilan”, bukanlah suatu subjek hukum yang terpisah berdiri sendiri dari badan hukum “kantor pusat”.
Kecuali, bila itu adalah merek dagang suatu francise (usaha waralaba) yang bisa jadi berbeda badan hukum antara francisee dan pihak francisor. Dengan kata lain, menggugat “kantor cabang”, secara langsung tidak langsung mengakibatkan “kantor pusat” turut bertanggung jawab dan dapat dieksekusi untuk melaksanakan isi putusan pengadilan.
Atau, secara seketika menggugat “kantor pusat” tanpa perlu menyertakan “kantor cabang”—karena “kantor cabang” sejatinya hanya perpanjangan tangan dari “kantor pusat”, bukan badan hukum yang berdiri sendiri. Dengan kata lain, hak dan kewajiban “kantor pusat” dan “kantor cabang”, saling melebur.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, secara analogi dapat kita tarik kaedah serupa sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 497 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 27 Juli 2016, perkara antara:
- INDOFOOD cq. PT INDOMARCO ADI PRIMA, cq. DIREKTUR UTAMA PT INDOMARCO ADI PRIMA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- HAFID UMAR, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat adalah karyawan Tergugat pada perusahaan PT. Indomarco Adi Prima Labuan Pandeglang sejak tahun 2001 sampai dengan diputus hubungan kerjanya oleh Tergugat per tanggal 1 Mei 2015, dengan masa kerja 13 tahun 10 bulan.
Pada tanggal 28 April 2015, Penggugat di mutasikan ke Cabang Tangerang. Namun setelah itu pada tanggal 1 Mei 2015, Penggugat di-putus hubungan kerjanya (PHK) dengan hanya berpedoman kepada Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Ditegaskan dalam Pasal 155 Ayat (1)Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003, Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 Ayat (3), batal demi hukum.
Sejak tanggal 1 Mei 2015 sampai dengan Bulan Agustus 2015 Tergugat tidak membayarkan upah/gaji kepada Penggugat, padahal PHK belum sah secara hukum. Mediator Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Pandeglang kemudian menerbitkan anjuran tertulis terkait sengketa Penggugat dan Tergugat, yang menganjurkan sebagai berikut:
Hak yang harus diterima oleh saudara Hafid Umar/Godown Keeper adalah:
1. Uang Pesangon 2 X 9 X Rp2.880.000,00 = Rp51.840.000,00;
2. Uang Penghargaan Masa Kerja 1 X 10 X Rp2.880.000,00 = Rp28.800.000,00;
3. Uang Penggantian Hak Perumahan, Pengobatan dan Perawatan 15% X Rp80.640.000,00 = Rp12.096.000,00;
4. Hak Cuti yang belum diambil Rp2.880.000,00 : 25 X 12 = Rp 1.382.400,00;
5. Gaji bulan Juni 2015 1 bln X Rp3.470.000,00 = Rp 3.470.000,00;
Jumlah yang harus diterima = Rp97.588.400,00.”
Penggugat menerima anjuran Mediator Disnaker, namun Tergugat menolak dan tidak melaksanakan anjuran tersebut, maka Penggugat mengajukan gugatan PHK. Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Serang kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 48/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Srg, tanggal 27 Januari 2015 yang amarnya sebagai berikut:
“Menimbang, maka Majelis berpendapat bahwa Penggugat telah melakukan serangkaian pelanggaran disiplin kerja dalam menjalankan tugas melakukan serangkaian pelanggaran disiplin kerja dalam menjalankan tugas yang telah diatur dalam Pasal 65 ayat (2) huruf e dan y PKB PT. Indomarco Adi Prima yang mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana Pasal 161 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan;
“Menimbang bahwa sebagaimana bukti-bukti yang telah dipertimbangkan diatas, Penggugat telah melakukan serangkaian pelanggaran-pelanggaran dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, hal ini merupakan pelanggaran indisipliner dalam menjalankan tugas, dengan demikian alasan PHK terhadap Penggugat karena telah melakukan kesalahan/pelanggaran yang dikategorikan pelanggaran/kesalahan displin kerja, dengan demikian pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Tergugat terhadap Penggugat adalah dikualifikasikan pemutusan hubungan kerja, dengan demikian petitum kedua yang menyatakan menurut hukum antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi pemutusan hubungan kerja dengan demikian tuntutan Penggugat pada petitum dua (2) ini harus dikabulkan;
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dan Tergugat berakhir sejak tanggal 24 Juni 2015;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar uang kompensasi kepada Penggugat berupa uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebesar Rp46.368.000,00 (empat puluh enam juta tiga ratus enam puluh delapan ribu rupiah);
4. Menghukum Tergugat untuk membayar upah selama proses PHK kepada Penggugat dari bulan Mei sampai dengan Juni 2015 sebesar = RpRp5.760.000,00 (lima juta tujuh ratus enam puluh ribu rupiah);
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi bahwa gugatan oleh Penggugat terdapat kekurangan pihak, karena Tergugat tidak mengeluarkan surat PHK atas nama Penggugat, akan tetapi yang menerbitkannya ialah kantor cabang Tangerang PT. Indomarco Adi Prima. Dengan demikian putusan PHI tidak menyebutkan kantor cabang Tergugat.
Sang Pengusaha merujuk pada kaedah Pasal 126 Ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003 juncto Pasal 28 Ayat 1 Kepmen Nomor Kep-48/MEN/IV/2004 yang mengatur: “Pengusaha serikat pekerja/serikat buruh dan pekerja/buruh wajib melaksanakan ketentuan yang ada dalam Perjanjian Kerja Bersama.”
Sementara itu Pasal 65 ayat (2) PKB mengatur, “ikut serta membantu memberikan peluang dan atau turut andil dalam tindakan pencurian, penggelapan barang milik perusahaan, korupsi atau tindakan manipulasi lainnya sehingga dapat merugikan perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung baik saat itu juga atau dikemudian hari”; dan Pasal 65 ayat (3) PKB yang mengatur, “Pengusaha mempunyai hak untuk menjatuhkan sanksi pemutusan hubungan kerja dengan alasan mendesak kepada pekerja yang melakukan kesalahan sebagaimana telah disebutkan pada ayat 2 (dua) diatas, bagi pekerja tersebut tidak berhak atas uang pesangon, dan penghargaan masa kerja tetapi berhak atas uang pisah.”
Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 19 Februari 2016 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang ternyata Judex Facti tidak salah menerapkan hukum dan dan telah memberikan pertimbangan yang cukup, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa gugatan Penggugat tidak kurang pihak, dan tidak terbukti ada skorsing terhadap Penggugat, oleh karena pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Penggugat oleh Tergugat disebabkan Penggugat melakukan pelanggaran sistim operasional prosedur (SOP) kerja sehingga patut dan adil diterapkan ketentuan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) juncto ketentuan Pasal 161 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, maka Penggugat berhak atas kompensasi, sehingga sudah tepat dan benar pertimbangan Judex Facti dalam memberikan hak-haknya kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi INDOFOOD cq. PT. INDOMARCO ADI PRIMA, cq. DIREKTUR UTAMA PT. INDOMARCO ADI PRIMA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi INDOFOOD cq. PT. INDOMARCO ADI PRIMA, cq. DIREKTUR UTAMA PT. INDOMARCO ADI PRIMA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.