PHK Akibat Mengancam dan Mengintimidasi Rekan Kerja

LEGAL OPINION
Question: Ada pegawai lain yang suka mengintimidasi saya di kantor. Apa bisa, seorang pegawai meminta agar perusahaan memecat pegawai yang suka mem-bully pegawai lain?
Brief Answer: Bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK), namun tidak bisa terjadi secara serta-merta. Biasanya, pihak Pengusaha memiliki Peraturan Perusahaan yang mengatur perihal larangan segala bentuk ancaman ataupun intimidasi terhadap rekan sekerja, baik didalam maupun diluar lingkungan perusahaan.
Namun setiap Pekerja dapat saja meminta Pengusaha agar memberikan teguran kepada Pekerja yang melakukan intimidasi demikian. Ketika berbagai bentuk intimidasi terus terjadi, maka Pengusaha memiliki hak untuk menggugat PHK terhadap Pekerja bersangkutan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Sehingga, dengan kata lain, kewenangan tetap ada di tangan Pengusaha. Meski demikian, manajerial perusahaan yang baik, biasanya tidak akan membiarkan bibit-bibit onar membuat kegaduhan di lingkungan pabrik ataupun kantor, guna tetap menjaga kondusifitas lingkungan kerja.
PEMBAHASAN:
Terdapat sebuah ilustrasi, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 212 K/Pdt.Sus-PHI/2014 tanggal 28 Mei 2014, perkara antara:
- THOMAS LESOMAR, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- PT. AIRFAST AVIATION FACILITIES COMPANY, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Tergugat merupakan karyawan yang telah bekerja pada Penggugat sejak tahun 1996, dengan jabatan terakhir sebagai Fireman Crew. Antara Penggugat dan para pekerja, termasuk juga Tergugat, telah menyetujui dan menandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Edisi IX Tahun 2011—2013 maupun Pedoman Hubungan Industrial Edisi Tahun 2011—2013 P'T. Airfast Aviation Facilities Company.
Bermula dari adanya laporan Dugaan Pelanggaran pada tanggal 30 Januari 2012, dilaporkan bahwa pada tanggal 29 Januari 2012, dengan tuduhan bahwa Tergugat telah melakukan pelanggaran kerja berupa mengancam dan/atau mengintimidasi secara fisik dan non fisik teman sekerja di area lingkungan Perusahaan.
Pihak perusahaan menilai, pelanggaran kerja yang dilakukan oleh Tergugat, merupakan pelanggaran keamanan dan ketertiban yang dikategorikan sebagai pelanggaran berat dengan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19.20, dan Pasal 19.19 Pedoman Hubungan Industrial PT. Airfast Aviation Facilities Company, yang memiliki pengaturan:
- Pasal 19.20: “Mengancam dan atau mengintimidasi secara fisik teman sekerja atau orang lain di Iingkungan Perusahaan, sanksinya adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).”
- Pasal 19.19: “Mengancam dan atau mengintimidasi secara non fisik teman sekerja atau orang lain dilingkungan Perusahaan, sanksinya adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).”
Sebelumnya, Tergugat pernah melakukan berbagai pelanggaran kerja, dan untuk itu Penggugat sudah beberapa kali memberikan tindakan pembinaan kepada Tergugat, berupa:
1. 19 November 2007: Pelanggaran Tata Tertib Kerja dengan Surat Peringatan I;
2. 11 Agustus 2009: Pelanggaran Keselamatan Kerja dengan Surat Peringatan III;
3. 24 Februari 2011: Pelanggaran Absensi / Tata Tertib Kerja dengan Surat Peringatan III.
Pada tanggal 24 Februari 2011, selain memberikan surat Peringatan III, Penggugat juga melakukan skorsing atau pembebas-tugasan sementara terhadap Tergugat, namun Penggugat masih tetap memberi kesempatan kepada Tergugat untuk memperbaiki sikap dengan mempekerjakan kembali Tergugat, dikarenakan Tergugat telah membuat Surat Pernyataan tertanggal 24 Februari 2011 yang pada pokoknya Tergugat mengakui telah melakukan pelanggaran kerja tersebut dan berjanji tidak akan melakukan pelanggaran kerja dikemudian hari. Apalagi Tergugat kembali melakukan pelanggaran kerja, maka Tergugat bersedia untuk diputuskan Hubungan Kerjanya.
Walaupun Penggugat sudah berkali-kali memberikan pembinaan kepada Tergugat dengan harapan agar Tergugat memperbaiki sikap, namun Tergugat tidak juga menunjukkan perbaikan diri, dimana Tergugat kembali melakukan pelanggaran kerja pada tanggal 29 Januari 2012, berupa perbuatan mengancam dan atau mengintimidasi secara fisik dan non fisik teman sekerja di lingkungan Perusahaan.
Ketentuan Pasal 25 ayat (1) Pedoman Hubungan Industrial PT. Airfast Aviation Facilities Company Edisi III Tahun 2011—2013 mengatur: “Pekeja dapat dibebas-tugaskan sementara untuk kasus Pelanggaran yang memerlukan Investigasi.
Oleh karena Tergugat melakukan pelanggaran kerja yang masuk dalam kategori pelanggaran berat dan memerlukan proses pemeriksaan (Investigasi), maka pada tanggal 30 Januari 2012 Penggugat melakukan scorsing atau pembebas-tugasan Tergugat untuk sementara waktu terhitung sejak tanggal 30 Januari 2012 sampai dengan adanya pemberitahuan lebih lanjut dari Penggugat, dengan tetap membayar hak-hak normatif Tergugat.
Penggugat dan Tergugat kemudian melakukan Perundingan secara Bipartit, namun tidak tercapai kesepakatan, sehingga pada tanggal 22 Juni 2012 Penggugat telah mencatatkan Perselisihan tersebut ke Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Mimika untuk dilakukan upaya penyelesaian perselisihan secara Tripartit melalui Mediasi.
Namun Mediasi oleh Disnaker juga menemui kegagalan karena tidak tercapai kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat, sehingga Mediator kemudian menerbitkan Anjuran tertulis tanggal 2 Oktober 2012, dengan substansi yang menganjurkan agar Penggugat mempekerjakan kembali Tergugat dengan diberikan Surat Peringatan ke-III dan surat pernyataan untuk tidak melakukan pelanggaran kerja.
Penggugat memberikan Jawaban, yang pada pokoknya menyatakan menolak Anjuran Mediator, dengan alasan karena Tergugat sudah pernah beberapa kali diberikan surat peringatan atas sejumlah pelanggaran kerja yang dilakukannya. Mengingat pula, Tergugat telah membuat surat pernyataan yang pada pokoknya Tergugat mengakui telah melakukan pelanggaran kerja dan berjanji tidak akan melakukan pelanggaran kerja dikemudian hari. Apabila Tergugat kembali lagi melakukan pelanggaran kerja, maka Tergugat bersedia untuk diputuskan Hubungan Kerjanya.
Mengingat Penggugat sebelumnya sudah memberikan pembinaan sebagai bagian dari tindakan disiplin kepada Tergugat, namun Tergugat telah nyata-nyata kembali melakukan Pelanggaran Keamanan dan Ketertiban yang dikategorikan sebagai pelanggaran berat, sehingga Penggugat dengan demikian mengajukan gugatan PHK terhadap Tergugat.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial kelas 1A Jayapura kemudian menjatuhkan putusan Nomor 02/G/2013/PHI.JPR. tanggal 3 April 2013, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan laporan pelanggaran pada tanggal 30 Januari 2012, dilaporkan bahwa pada tanggal 29 Januari 2013 Tergugat telah melakukan pelanggaran kerja yakni mengancam, mengintimidasi teman sekerja di lingkungan perusahaan (Bukti P-6);
“Menimbang, bahwa pelanggaran kerja yang dilakukan Tergugat merupakan pelanggaran Keamanan dan Ketertiban yang dikatagorikan sebagai pelanggaran berat dengan sanksi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 19.20 dan Pasal 19.19 Pedoman Hubungan Industrial PT. Airfast Aviation Facilites Company Edisi III Tahun 2011—2013, dalam ketentuan pasal 19.20 tersebut menyatakan bahwa mengancam dan atau mengintimidasi secara fisik teman sekerja atau orang lain di lingkungan Perusahaan, sanksinya adalah Pemutusan Hubungan Kerja, kemudian dalam ketentuan Pasal 19. 19 menyatakan bahwa mengancam dan atau mengintimidasi secara non fisik teman sekerja atau orang lain di lingkungan Perusahaan, sanksinya adalah Pemutusan Hubungan Kerja (Bukti P-7, P-8, P-9);
“Menimbang, bahwa dalam surat pernyataan Tergugat tertanggal 24 Februari 2011, Tergugat telah menyatakan dan hal mana atas surat pernyataan tersebut telah dibenarkan dan tidak dibantah oleh Tergugat sehingga mempunyai kekuatan yang mengikat terhadap Tergugat serta memilik pembuktian yang sempurna, maka dengan pengakuan Tergugat dihubungkan dengan bukti surat Penggugat yang bertanda P-22 sampai dengan P-26 telah dapat membuktikan bahwa benar Tergugat telah melakukan perbuatan sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat;
“Menimbang, Bahwa pokok permasalahan yang digugat Penggugat adalah Pemutusan Hubungan Kerja karena Tergugat telah melakukan pelanggaran kerja yakni mengancam dan atau mengintimidasi secara fisik dan non fisik teman sekerja di area Iingkungan Perusahaan;
“Menimbang, bahwa pada saat Tergugat melakukan pelanggaran kerja yang terakhir pada tanggal 30 Januari 2012 berdasarkan bukti P-11 sampai dengan P-14, atas pelanggaran absensi/tata tertib kerja, dan selain Penggugat memberikan surat peringatan ke 3 (tiga), Penggugat juga melakukan scorsing terhadap Tergugat, Penggugat masih memberi kesempatan kepada Tergugat untuk memperbaiki sikapnya dengan mepekerjakan kembali Tergugat dengan syarat Tergugat membuat surat pemyataan tertanggal 24 Februari 2011, yang pada pokoknya Tergugat telah melakukan pelanggaran kerja dan berjanji tidak akan melakukan pelanggaran kerja dikemudian hari, apabila Tergugat dikemudian melakukan pelanggaran kerja maka Tergugat bersedia diputus hubungan kerja;
“Menimbang, bahwa walaupun Penggugat telah berkali-kali memberi tindakan pembinaan kepada Tergugat sebagai bentuk pembinaan dengan harapan Tergugat dapat memperbaiki sikap, perilaku serta kinerjanya supaya lebih baik namun Tergugat tidak memperbaikinya, hinggah Tergugat kembali melakukan pelanggaran kerja mengancam teman sekerja di lingkungan Perusahaan yang sanksinya PHK;
MENGADILI :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Pengadilan hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Kelas IA Jayapura berwenang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan pelanggaran kerja, yakni mengancam dan atau mengintimidasi secara fisik dan non fisik teman sekerja atau orang lain di Lingkungan Perusahaan;
4. Menyatakan Tergugat telah melanggar ketentuan Pasal 19.20, dan Pasal 19.19 Pedoman Hubungan Industrial PT. Airfast Aviation Facilities Company Edisi III Tahun 2011—2013;
5. Mengijinkan Penggugat untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap Tergugat sehubungan dengan pelanggaran kerja yang dilakukan oleh Tergugat tersebut;
6. Menghukum Penggugat untuk membayar sisa upah dan hak-hak Tergugat yang masih ada pada Penggugat yaitu sebesar Rp 12.033.453,00 (dua belas juta tiga puluh tiga ribu empat ratus lima puluh tiga rupiah) sebelum dipotong pajak, dengan rincian sebagai berikut:
1. Uang Pisah Rp 6.224.200,00
2. Sisa hak-hak Rp 5.809.253,00
Nilai keseluruhan hak sebelum dipotong pajak Rp 12.033.453,00
7. Membebankan seluruh biaya yang timbul dalam perkara ini kepada Negara.”
Sang Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi bahwa pelanggaran kerja perkara ini, “mengancam dan mengintimidasi”, masih dalam tahap “laporan”, serta pelanggaran sebelumnya hanyalah berupa pelanggaran absensi sehingga surat peringatan ke-3 yang diterima Tergugat bukanlah dalam konteks pelanggaran kembali terhadap perbuatan intimidasi. Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 27 Mei 2013 dan kontra memori kasasi tanggal 20 Juli 2013 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jayapura tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa terbukti Tergugat melakukan kesalahan berat oleh karena itu harus di-PHK;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jayapura dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: THOMAS LESOMAR tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: THOMAS LESOMAR tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.