Penyertaan Modal Vs. Menghimpun Dana, Konteks Koperasi

LEGAL OPINION
Lintas Sektoral Undang-Undang Perbankan, Menjerat Badan Hukum Koperasi
Question: Koperasi kan, tunduknya pada undang-undang koperasi. Apa benar beritanya bahwa pengurus koperasi bisa kena pidana berdasarkan pasal yang ada di undang-undang perbankan? Kok dari kegiatan koperasi, bisa kenanya undang-undang perbankan? Sebenarnya bagaimana aturan hukumnya jika koperasi mau mencari modal untuk usaha yang legal dan aman sesuai hukum?
Brief Answer: Meski memiliki judul “Undang-Undang tentang Perbankan”, namun bila ditilik dari substansi norma maupun best practice peradilan, undang-undang tersebut bersikap lintas sektor—dalam arti dapat menjerat siapa saja yang melakukan kegiatan “menghimpun dana dari masyarakat umum” yang menyerupai praktik dunia perbankan.
Yang murni merupakan kegiatan Koperasi, ialah penyertaan modal dari masyarakat umum non anggota, tanpa perlu izin dari otoritas perbankan, karena murni semata tunduk pada Undang-Undang tentang Koperasi. “Penyertaan modal”, artinya beban resiko menjadi tanggung jawab bersama antara “pemodal” (investor) dan pihak Koperasi.
Akan tetapi, ketika yang terjadi ialah menghimpun dana dengan janji imbal hasil tetap tertentu, maka kegiatan demikian tunduk pada Undang-Undang tentang Perbankan—karena yang kemudian terjadi ialah relasi antara pihak penghimpun dana dan pihak “nasabah”. Kata kuncinya menjalani usaha secara legal dan valid, ialah: TAAT ASAS.
Sekalipun betul bahwa Koperasi adalah badan hukum, namun yang perlu dipahami ialah bahwa praktik peradilan selama ini telah memberlakukan konsep “pidana penyalahgunaan badan hukum”, sehingga setiap subjek hukum orang perorangan pelaku penyalahgunaan Koperasi, tetap dapat diancam dan dijerat pemidanaan.
Badan hukum Koperasi dapat ditutup izin operasionalnya sebagai sanksi administrasi, dan disaat bersamaan para pengurusnya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum, baik secara pidana maupun perdata.
Hendaknya pula dari segi ancaman vonis yang dapat terjadi, tidak disepelekan, karena dalam praktik atas perkara serupa, Majelis Hakim tidak akan sungkan menjatuhkan amar putusan pidana penjara hingga belasan tahun bagi para pelaku yang menghimpun dana dari masyarakat tanpa izin dari otoritas.
Hendaknya lembaga Koperasi tidak disalahgunakan untuk menjadi alat bisnis yang melanggar asas Koperasi. Bila memang memiliki niat utama untuk menghimpun modal usaha dari masyarakat umum, maka badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas dapat menjadi sarana yang sahih untuk menjadi Perseroan Terbuka (Tbk.).
Hendaknya juga lembaga Bank Umum maupun Bank Pekreditan Rakyat tidak dijadikan sebagai alat untuk menghimpun dana “murah” dari masyarakat, untuk membiayai berbagai afiliasi usaha sang pemilik lembaga keuangan, karena pada asasnya lembaga penghimpun dana dari masyarakat, memiliki fungsi pendamping untuk menyalurkan kredit bagi masyarakat umum pula, bukan menjadi alat untuk mendapat dana segar yang “murah” bagi sang pemilik lembaga keuangan. Bersyukur bila dana simpanan dapat dikembalikan, jika tidak, maka dapat diberlakukan tindakan piercing the corporate veil terhadap beneficial owner lembaga keuangan bersangkutan.
PEMBAHASAN:
Salah satu kasus yang paling fenomenal ialah perihal Koperasi Cipaganti, yang ternyata hanya dijadikan sebagai “alat” oleh pemilik dari Cipaganti Group, sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Klas I A Khusus Bandung, perkara pidana register Nomor 198/Pid.B/2015/PN.Bdg. tanggal 15 Juli 2015, yang tampaknya tidak puas akan statusnya sebagai PT. Tbk., kemudian menyalahgunakan lembaga Koperasi untuk menghimpun dana segar dari masyarakat umum guna membiayai berbagai afiliasi usaha sang pemilik Cipaganti Group.
Terdakwa I Andianto Setiabudi merupakan pendiri usaha Cipaganti Group. Salah satu bagian dari Usaha Cipaganti Group adalah Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, yang didirikan pada tahun 2002 dan pendiriannya mendapat pengesahan dari Dinas Koperasi Pemerintah Kota Bandung.
Untuk pertama kalinya sejak berdirinya Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, yang menjadi pengurus Koperasi adalah: Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai Ketua, Terdakwa II Julia Sri Redjeki sebagai Sekretaris, Terdakwa III Yulinda Tjedrawati Setiawan sebagai Bendahara.
Koperasi Cipaganti didirikan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, dan setiap anggota wajib menyetor modal tetap pada Unit Simpan Pinjam Koperasi Primer minimal Rp.15.000.000,-.
Legiatan usaha yang dijalankan diatur dalam Anggaran Dasar, salah satunya ialah Unit Simpan Pinjam. Terdakwa I (Andianto Setiabudi) sebagai pendiri usaha Cipaganti Group ingin melakukan ekspansi usaha dalam berbagai bidang usaha dan membutuhkan modal untuk membiayai kegiatan grub usaha raksasanya.
Untuk merealisasi keinginannya itu, pada tahun 2007 Terdakwa I mengajak Terdakwa IV (Cece Kadarisman) yang menurut Terdakwa I berpengalaman dalam perencanaan dan pengelolaan usaha untuk bersama-sama memikirkan cara mendapatkan modal (dana) untuk keperluan pembiayaan pengembangan kegiatan usaha Cipaganti Group.
Untuk mewujudkan keinginannya itu Terdakwa I bersama dengan Terdakwa IV menemukan cara mendapatkan modal untuk pengembangan kegiatan usaha, yaitu dengan melibatkan anggota masyarakat (pemodal) di dalam kegiatan usaha tersebut. Selanjutnya, Terdakwa I bersama dengan Terdakwa IV menggunakan wadah Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai sarana untuk mendapatkan modal dari masyarakat.
Untuk mengenalkan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada kepada masyarakat luas, Terdakwa I sebagai pemilik Usaha Cipaganti dan sebagai Ketua Koperasi merekrut orang-orang dan kemudian melatihnya menjadi tenaga pemasaran (sales marketing) yang diberi tugas untuk menjelaskan dan menawarkan kepada masyarakat luas supaya ikut menanamkan modalnya ke Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.
Terdakwa I Andianto Setiabudi juga menerbitkan brosur-brosur yang isinya informasi tentang Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada serta bidang usaha yang dikelolanya. Brosur-brosur itu diedarkan oleh tenaga pemasaran kepada khalayak ramai dan disebarkan diberbagai tempat di kota-kota di Indonesia, tidak hanya saja di Bandung, Jakarta tetapi juga di kota-kota lain di luar Jawa.
Melalui penyampaian dari tenaga pemasaran serta informasi melalui brosur, Terdakwa I Andianto menawarkan kepada masyarakat untuk ikut didalam kegiatan usaha yang dikelola koperasi dengan cara menyertakan modalnya di Koperasi Cipaganti dan dijanjikan akan menerima pembagian keuntungan setiap bulan.
Untuk mendorong tenaga-tenaga pemasaran lebih aktif dan bersemangat memasarkan program yang dirancang oleh Terdakwa I Andianto Setiabudi dalam mendapatkan modal dari masyarkat, maka tenaga-tenaga pemasaran yang dapat meyakinkan masyarakat dan bersedia menyertakan modalnya kepada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada diberikan bonus (fee).
Fee sales marketing atau financial consultant ditentukan Terdakwa I, Terdakwa II dan Terdakwa III dan dibayarkan dari uang yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Guna menarik keinginan masyarakat supaya menanamkan modalnya ke Koperasi Cipaganti, di dalam brosur Terdakwa I membuat tabel pembagian keuntungan yang tetap yang akan diterima pemodal setiap bulan.
Di dalam brosur dan penjelasan dari tenaga pemasaran, disebutkan kegiatan-kegiatan usaha yang dijalankan Koperasi Cipaganti, yaitu bidang usaha transportasi, persewaan alat-alat berat, pertambangan batu bara, Stasiun Pom Bensin Umum (SPBU), perhotelan, pengangkutan dan lain sebagainya.
Anggota masyarakat yang ingin menanamkan uangnya ke Koperasi Cipaganti menyetorkannya ke dalam rekening-rekening Bank atas nama Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada. Anggota masyarakat yang sudah menyetor uangnya ke dalam rekening tersebut selanjutnya menghadap notaris yang sudah ditunjuk oleh koperasi untuk dibuatkan Akta Perjanjian Kerjasama Modal Penyertaan dan Pengelolaan Modal Usaha antara Koperasi Cipaganti yang diwakili oleh pengurus sebagai Pihak I dan Pemodal yang sudah menanamkan uangnya ke koperasi sebagai Pihak II, akta tersebut ditanda tangani oleh Notaris, Pengurus Koperasi dan Pemodal yang bersangkutan.
Di dalam akta perjanjian kerjasama modal penyertaan dan pengelolaan modal usaha tersebut disebutkan besarnya modal penyertaan, masa berlakunya modal penyertaan, pembagian keuntungan setara dengan bagi hasil, pengembalian modal penyertaan, pembatalan perjanjian, jaminan pihak kedua, jaminan pihak pertama, force majeur, penyelesaian perselisihan dan addendum.
Akta tersebut antara lain diperjanjikan: koperasi menjamin dan bertanggung jawab atas modal penyertaan dari mitra dan akan digunakan untuk pengembangan usaha koperasi sesuai dengan kehendak dari peruntukan yang diperjanjikan dan tidak akan digunakan untuk usaha-usaha lain yang bersifat spekulasi (untung-untungan) dan koperasi bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari usaha yang dikelolanya.
Dari sejak tahun 2007 sd April 2014 total jumlah anggota masyarakat yang menyetorkan modalnya ke dalam rekening koperasi sebanyak 23.193 orang dimana jumlah total modal yang dihimpun ke dalam rekening Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebesar Rp.4.779.976.704.333,-
Dalam kurun waktu 2007 sd 2013 modal anggota masyarakat yang sudah dikembalikan koperasi sejumlah Rp.1.515.288.083.333,- dengan jumlah akta penyertaan sebanyak 8.414 lembar. Koperasi mengembalikan modal tersebut kepada pemodal karena telah berakhirnya perjanjian kerjasama (jatuh tempo) atau pemodal meminta modalnya dikembalikan.
Namun, jumlah modal dari anggota masyarakat yang masih belum dapat dikembalikan koperasi adalah sebanyak Rp.3.264.688.621.000, dengan jumlah mitra sebanyak 8.738 orang dan jumlah akta penyertaan sebanyak 14.788 lembar.
Modal yang telah dihimpun oleh koperasi dari anggota masyarakat dipergunakan untuk membiayai atau mendukung kegiatan usaha yang dikelola oleh Terdakwa I Andianto Setiabudi, yakni: 1. PT. Cipaganti Global Transporindo; 2. PT. Cipaganti Citra Graha; 3 PT. Cipaganti Guna Persada; 4 PT. Cipaganti Heavy Equipment; 5 PT. Cipaganti Global Corporindo; 6 PT. Cipaganti Inti Development; 7 PT. Cipaganti Transindo.
Para terdakwa juga menjadi pengurus pada perusahaan-perusahaan tersebut diatas. Keuntungan setiap bulan yang diberikan kepada pemilik modal dibayar koperasi melalui rekening bank atas nama Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, diantaranya otoritas untuk menandatangani sebagian atau seluruh rekening-rekening tersebut diatas pada tahun 2007 sampai tahun 2012 adalah Terdakwa III Yulinda Tjendrawati Setiawan dan Terdakwa II Julia Sri Redjeki Setiabudi, sedangkan untuk tahun 2013 sampai tahun 2014 otoritas untuk menandatangani rekenging-rekening tersebut ada pada Terdakwa II Julia Sri Redjeki Setiabudi, Terdakwa III Yulinda Tjendrawati Setiawan dan Saksi SUSANTO HADI.
Seiring berjalannya waktu, mulai awal tahun 2013 Koperasi Cipaganti mengalami kesulitan membayarkan keuntungan kepada pemodal yang seharusnya diberikan setiap bulan. Koperasi juga kesulitan mengembalikan modal anggota masyarakat yang perjanjian kerjasamanya telah berakhir atau yang ingin mengakhiri kerjasamanya dengan koperasi.
Menurut Terdakwa I, Koperasi tidak dapat segera membayar keuntungan dan pengembalian modal itu karena modal yang diterima dari mitra tersebut sudah dipergunakan untuk mengelola berbagai bidang usaha koperasi yang masih tetap berlangsung.
Akibat Koperasi tidak membayar keuntungan yang menjadi hak para pemodal, menyebabkan pemilik modal mengakhiri perjanjian kerjasamanya dengan Koperasi dan meminta modalnya dikembalikan. Mengatasi kesulitan keuangan itu, Terdakwa I mendorong tenaga pemasaran untuk semakin gencar memasarkan kegiatan usaha Koperasi untuk menarik minat pemilik modal yang baru menanamkan modalnya ke Koperasi.
Para Terdakwa selaku pengurus koperasi tidak memberikan informasi yang jujur dan transparan kepada pemodal tentang keadaan, keberadan, kesulitan serta kemajuan yang dialami koperasi dalam menjalankan usahanya.
Karena tidak ada informasi dan laporan yang jujur serta transpran tentang keadaan keuangan serta perkembangan usaha Koperasi, menyebabkan masih ada anggota masyarakt yang tergiur menanamkan modalnya ke Koperasi, disaat koperasi mengalami kesulitan keuangan.
Ada pemilik modal yang menanamkan modalnya ke Koperasi tetapi tidak pernah mendapatkan pembagian keuntungan seperti diperjanjikan dan modalnya tidak dapat kembali. Akibat para pemilik modal tidak lagi mendapatkan pembagian keuntungan dari Koperasi dan bahkan modalnya tidak kembali, telah melaporkan para Terdakwa tersebut dalam kedudukannya sebagai pengurus koperasi ke pihak kepolisian, sebagiannya lagi mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Bandung dan sebagiannya lagi mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Dari laporan keuangan maupun dari keterangan para Terdakwa di depan persidangan, tidak ada catatan pemasukan uang ke dalam rekening Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, yang diperoleh sebagai hasil dari berbagai usaha koperasi seperti dimuat di dalam brosur.
Siapa yang tidak kenal Cipaganti Group, dimana pada tahun 2014 merupakan grub usaha yang tampak dari luar “berkembang pesat”, ternyata digerogoti “penyakit hukum” yang demikian akut. Dimana terhadap tuntutan Jaksa, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Para Terdakwa diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum ke depan persidangan dengan dakwaan yang disusun secara Kumulasi:
KESATU : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 46 (1) jo. Pasal 46 (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
DAN
KEDUA : Perbuatan para Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Menimbang, bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum disusun secara Kumulasi maka Majelis Hakim mempertimbangkan lebih dahulu dakwaan Kesatu tersebut;
“Menimbang, bahwa unsur-unsur dari dakwaan Kesatu : Pasal 46 (1) jo Pasal 46 (2) Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP, adalah:
1. Barang siapa;
2. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin dari pimpinan Bank Indonesia;
3. Melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan itu;
4. Melakukan beberapa kali perbuatan yang masing-masing perbuatan itu ada hubungannya satu sama lain sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut.
“Menimbang, bahwa bank adalah salah satu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi utama sebagai ‘penghimpun dan penyalur dana masyarakat’ (vide Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998). Pasal 1 angka 2 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 merumuskan pengertian ‘bank’, yaitu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
“Dari pengertian diatas, jelas bahwa bank berfungsi sebagai financial intermediary dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya yang lazim dilakukan bank dalam lalu lintas pembayaran.
“Dari pengertian tersebut diatas bank berfungsi sebagai badan usaha dan sebagai lembaga keuangan. Sebagai badan usaha, bank selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya, sedangkan sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja.
“Menimbang, bahwa ada lima fungsi pokok bank, dan salah satu fungsinya adalah ‘menghimpun dana’. Dana yang dihimpun oleh bank terutama berasal dari tiga sumber pokok, yaitu:
a. dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito, tabungan, dana endapan L/C, bank garansi, wesel, dan sebagainya;
b. dari lembaga penanam modal atau lembaga keuangan non bank, seperti dana pension, asuransi, koperasi, reksa dana, dan sebagainya;
c. dari dunia usaha dan masyarakat lain;
“Menimbang, bahwa pada prinsipnya setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri.
“Kewajiban untuk memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dikarenakan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapa pun, pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi berhubung kegiatan ini terkait dengan kepentingan masyarakat (nasabah) yang menyimpan dananya pada pihak bank. (lihat ketentuan perizinan pendirian bank Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998).
“Menimbang, bahwa dalam masyarakat terdapat pula jenis lembaga lainnya yang juga melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan atau semacam simpanan, misalnya yang dilakukan oleh Kantor Pos, Oleh Dana Pensiun, atau oleh Perusahaan Asuransi.
“Kegiatan-kegiatan lembaga tersebut tidak tercakup sebagai kegiatan usaha perbankan dan telah diatur dengan undang-undang tersendiri. Kegiatan lembaga-lembaga tersebut tidak cukup sebagai kegiatan usaha perbankan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 16 s/d Pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut, diatur dengan undang-undang tersendiri.
“Menimbang, bahwa Pasal 16 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menegaskan: ‘Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-Undang tersendiri.’
“Menimbang, bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada mulai berdiri pada tahun 2002 dan mendapat pengesahan dari Dinas Koperasi Pemerintah Kota Bandung tanggal 15 Februari 2002 dan sebagai Pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada ketika itu adalah Ketua Terdakwa I Andianto Setiabudi; Sekretaris Terdakwa II. Yulinda Tjendrawati Setiawan; Bendahara Terdakwa III Julia Sri Redjeki Setiabudi, dan selanjutnya pada tanggal tanggal 14 Juni 2012 terjadi perubahan Anggaran Dasar Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dengan Akta Notaris ... , Nomor 22, dan perubahan susunan pengurus, yaitu: Ketua: Julia Sri Redjeki Setiabudi (Terdakwa 2); Sekretaris I: Cece Kadarisman, SE (Terdakwa 4); Sekretaris II: Hendarlin Garniatin, SH; Bendahara: Yulinda Tjendrawati Setiawan (Terdakwa 3). PENGAWAS: Ketua: Andianto Setiabudi (Terdakwa 1);
“Selanjutnya lagi melalui rapat anggota Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada pada tanggal 28 Mei 2013 dilakukan perubahan Pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada Periode Tahun 2013 – 2018, yaitu:
Pengurus :
Ketua : H. Rohman Sunarya Saleh, SH.
Wakil Ketua : Julia Sri Redjeki Setiabudi (Terdakwa 2).
Sekretaris I : Cece Kadarisman (Terdakwa 4).
Sekretaris II : Wiwin Winardi.
Bendahara I : Yulinda Tjendrawati Setiawan (Terdakwa 3).
Bendahara II : Susanto Hadi.
Pengawas :
Ketua : Andianto Setiabudi (Terdakwa 1).
Sekretaris : Fitri Tania W.
Anggota : Rubijanto Setiabudi.
Anggota : Herly Hernawan Z.
“Menimbang, bahwa dalam kurun waktu periode tahun 2002 sejak berdirinya Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sampai dengan tahun 2014, masing-masing terdakwa tersebut berkedudukan sebagai pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.
“Menimbang, bahwa dalam kurun waktu periode sejak berdirinya Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada pada tahun 2002 sampai tahun 2012, sebagai Pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada adalah Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai Ketua, Terdakwa II Yulinda Tjendrawati Setiawan sebagai Sekretaris, Terdakwa III Julia Sri Redjeki sebagai Bendahara, dan sejak tanggal 14 Juni 2012 pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada adalah Terdakwa II Julia Sri Redjeki sebagai Ketua, Terdakwa IV Cece Kadarisman sebagai Sekretaris I, Terdakwa III Yulia Tjendrawati Setiawan sebagai Bendahara dan Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai Ketua Pengawas;
“Selanjutnya mulai sejak tanggal 28 Mei 2013 terjadi lagi perubahan pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, periode kepengurusan tahun 2013 sampai tahun 2018, yaitu Terdakwa II Julia Sri Redjeki Setiabudi sebagai Wakil Ketua, Terdakwa IV Cece Kadarisman sebagai Sekretaris I, Terdakwa III Yulinda Tjendrawati Setiawan sebagai Bendahara I, dan Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai Ketua Pengawas.
“Menimbang, bahwa dalam periode antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2014 sebagaimana dalam dakwaan Penutut Umum, para Terdakwa tersebut berkedudukan sebagai pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dan berdasarkan Pasal 30 ayat (2) jo. Pasal 34 Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian para Terdawa sebagai pengurus koperasi dapat diminta pertanggung jawaban secara hukum apabila tindakan mereka dalam mengelola koperasi menimbulkan kerugian;
“Menimbang, bahwa Apakah para terdakwa tersebut dalam kedudukannya sebagai pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dalam kurun waktu periode bulan Desember 2007 sampai dengan tahun 2014 telah melakukan kegiatan / perbuatan ‘menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan’?
“Menimbang, bahwa terlebih dahulu harus dimengerti apakah yang dimaksud dengan kegiatan ‘menghimpun dana dari masyarakat’?
“Menimbang, bahwa kegiatan ‘menghimpun dana dari masyarakat’ adalah kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan dunia perbankan. Pasal 6 (a) Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 menegaskan: Usaha Bank Umum meliputi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Ketentuan yang sama diatur dalam Pasal 13 (a) Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998:
‘Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi: menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.’
“Berarti dalam Undang-Undang Perbankan hanya ada 2 (dua) lembaga yang boleh melakukan kegiatan ‘menghimpun dana dari masyarakat’, yaitu Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Selanjutnya Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 mengatur tentang ‘perizinan’:
1. Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan Undang-undang tersendiri.
3. Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.’
“Menimbang, bahwa kegiatan ‘menghimpun dana dari masyarakat’ itu dapat juga dilakukan oleh pihak atau badan usaha selain Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, asalkan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat yang dilakukan oleh pihak atau badan usaha selain Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat itu telah diatur dalam undang-undang tersendiri.
“Bahwa Kantor Pos, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Umum Pegadaian, Pasar Modal, Perusahaan Penjaminan. dalam prakteknya melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, karena telah diatur dalam undang-undang tersendiri, akan tetapi kegiatan-kegiatan lembaga tersebut tidak tercakup dalam pengertian sebagai kegiatan usaha perbankan.
“Menimbang, bahwa ‘menghimpun dana dari masyarakat’ dalam konteks Undang-Undang perbankan adalah kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang dilakukan oleh Badan Usaha: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat karena telah mendapat izin usaha dari Bank Indonesia, dan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat oleh badan usaha selain Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat karena telah diatur dalam undang-undang tersendiri, seperti: Kantor Pos, Dana Pensiun, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Umum Pegadaian, Pasar Modal, Perusahaan Penjaminan.
“Menimbang, bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yang didirikan pada tahun 2002 dan disahkan keberadaannya oleh Dinas Koperasi Pemerintah Kota Bandung, mulai sejak bulan desember 2007 telah melakukan kegiatan berupa menerima penyertaan modal dari masyarakat (mitra) yang oleh pengurus koperasi telah menggunakan dana (modal) dari mitra tersebut untuk membiayai kegiatan usaha yang dikelola oleh Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.
“Menimbang, bahwa apakah kegiatan atau perbuatan Pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yang menerima penyertaan modal dari masyarakat (mitra) untuk kepentingan membiayai kegiatan usaha koperasi merupakan kegiatan dalam pengertian ‘menghimpun dana dari masyarakat’ sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 16 Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998?
“Menimbang, bahwa fakta hukum dalam perkara ini, Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada telah menerima modal dari pemodal yaitu masyarakat yang disebut dengan istilah mitra berupa penyertaan modal ke dalam usaha Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yang pengurusnya adalah para terdakwa. Penerimaan modal oleh Koperasi dari pemodal yang menyertakan modalnya ke dalam usaha kegiatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, semuanya dituangkan di dalam Akta Perjanjian Kerjasama modal penyertaan dan pengelolaan modal usaha yang dibuat dihadapan notaris;
“Menimbang, bahwa apakah undang-undang dan peraturan yang berlaku di Indonesia membolehkan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada menerima modal dana penyertaan dari masyarakat?
“Menimbang, bahwa Undang-Undang RI Nomor 25 Tahum 1992 Tentang Perkoperasian dalam Pasal 1 ayat (1) memberi pengertian mengenai Koperasi, adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian menegaskan mengenai Fungsi dan peran Koperasi, adalah:
a. membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan pada masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraa ekonomi dan sosialnya;
b. berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
c. memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya;
d. berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
“Menimbang, bahwa pengurus koperasi bertugas memenuhi fungsi dan peran koperasi. meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial dari anggota dengan menjalankan usaha-usaha koperasi. Pengurus koperasi untuk menjalankan usaha-usahanya tersebut membutuhkan modal. Modal koperasi bersumber dari: modal sendiri yang berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan serta hibah, modal pinjaman yang berasal dari anggota koperasi lainnya dan/atau anggotanya, bank dan keuangan lainnya serta penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya serta modal dari sumber lain yang sah. Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan. (vide Pasal 41 dan Pasal 42 Undang-Undang RI Nomor 25 Tahum 1992 Tentang Perkoperasian).
“Menimbang, bahwa mengenai usaha pemupukan modal Koperasi yang berasal dari modal penyertaan lebih lanjut diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1988 Tentang Modal Penyertaan Pada Koperasi. Mengenai apa dan bagaimana yang dimaksud dengan ‘Modal Penyertaan Pada Koperasi’ diberi pengertian pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998:
1. Modal Penyertaan adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang ditanamkan oleh Pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya.
2 Pemodal adalah pihak yang menanamkan modal penyertaan pada koperasi.
“Menimbang, bahwa Pengurus Koperasi untuk mengelola Koperasi dan menjalankan usaha-usaha Koperasi dapat menggunakan dan memperoleh modal yang berasal dari: modal sendiri, modal pinjaman dan modal penyertaan. Modal Penyertaan itu dapat berupa sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang berasal dari pemodal (masyarakat) yang bukan anggota koperasi.
“Menimbang, bahwa modal penyertaan itu berasal dari masyarakat diserahkan kepada Koperasi untuk dipergunakan dalam mengelola koperasi dan usaha-usaha koperasi.
“Menimbang, bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada mempunyai bidang usaha antara lain: transportasi, persewaan alat-alat berat, pertambangan batu bara, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), property dan perhotelan, dan untuk mengelola serta meningkatkan usaha-usaha tersebut pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada ic. Terdakwa I Andianto Setiabudi membutuhkan modal selain dari modal sendiri yang diperoleh dari simpanan pokok, simpanan wajib, dana cadangan, dan hibah.
“Terdakwa I Andianto Setiabudi bersama dengan Terdakwa IV Cece Kadarisman telah mengupayakan mendapatkan modal yang diperoleh dari masyarakat (pemodal) dalam bentuk ‘modal penyertaan’ dan telah dipergunakan untuk membiayai semua kegiatan usaha-usaha dari Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.
“Menimbang, bahwa dari pertimbangan sebagaimana di atas jelaslah bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada telah berbadan hukum, berhak dan dapat menghimpun dana dari masyarakat yang dalam istilah koperasi disebut ‘pemupukan modal’ yang berasal dari modal penyertaan yang ditanamkan oleh pemodal untuk menambah dan memperkuat struktur permodalan koperasi dalam meningkatkan kegiatan usahanya.
“Pemodal yang dimaksud di sini adalah pemilik modal. Pemilik modal itu bisa orang perorang atau sekelompok orang atau organisasi, perkumpulan atau badan usaha. Pemilik modal itu adalah individu-individu baik berdiri sendiri atau bersama-sama dalam organisasi, perkumpulan atau badan usaha, dan semuanya merupakan anggota masyarakat.
“Pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan yang ditanamkan oleh pemodal ke koperasi adalah modal yang dihimpun dari masyarakat.
“Menimbang, bahwa pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan yang dikelola koperasi harus dilakukan menurut ketentuan yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 yang mengatur secara khusus prosedur persyaratan hak dan kewajiban serta hal-hal yang harus dipedomani oleh koperasi serta pemilik modal manakala koperasi hendak menghimpun dana dari masyarakat. (vide Pasal 42 ayat (2) Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian).
“Menimbang, bahwa kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, oleh siapa pun, pada dasarnya merupakan kegiatan yang perlu diawasi berhubung kegiatan ini terkait dengan kepentingan masyarakat (nasabah) atau pemodal. Karena itulah Undang-Undang Perbankan mengatur supaya siapa pun yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat harus terlebih dahulu mendapat izin dari pimpinan bank Indonesia (vide Pasal 16 sapai dengan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998).
“Menimbang, bahwa kegiatan suatu badan usaha seperti halnya koperasi yang menghimpun dana dari masyarakat mempunyai implikasi pada masalah hak dan kewajiban dari pihak koperasi yang menerima dana serta hak dan kewajiban pemodal atau nasabah yang menyerahkan dana. Menghimpun dana dari masyarakat melalui modal penyertaan mengandung arti bahwa pemodal turut menanggung resiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkannya dalam koperasi (vide Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998).
“Penegasan dalam pasal 7 tersebut merupakan bagian yang menjadi ‘kewajiban’ pemilik modal. Pemilik modal yang menyertakan modalnya pada koperasi berhak memperoleh bagian keuntungan dari usaha yang dibiayai modal penyertaan (Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998). Penegasan dalam Pasal 8 tersebut merupakan bagian yang menjadi ‘hak’ pemilik modal.
“Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 dimaksudkan guna mempertegas kedudukan modal penyertaan pada koperasi dan memberikan kepastian hukum bagi pemodal dan koperasi. Peraturan Pemerintah ini mengatur prinsip-prinsip modal penyertaan yang meliputi sumber modal penyertaan, perjanjian sebagai dasar penyelenggaraannya, hak dan kewajiban, pengelolaan dan pengawasan, pengalihan modal penyertaan dan ketentuan peralihan.
“Koperasi juga mempunyai kewajiban untuk menyampaikan laporan berkala kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan koperasi.
“Menimbang, bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dalam kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat yang berasal dari penyertaan modal, tidak mengikuti petunjuk dan ketentuan yang dirumuskan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 tentang tanggung jawab atas resiko yang terjadi terhadap kerugian yang dibiayai modal penyertaan.
“Hal ini dapat diketahui dari Akta Perjanjian Kerjasama Modal Penyertaan dan Pengelolaan Modal Usaha antara koperasi dengan mitra (pemodal) Dalam akta perjanjian itu diperjanjikan bahwa koperasi menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang timbul sebagai akibat dari usaha yang dikelolanya dan tidak membebankan kerugian kepada mitra (pemodal). Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan didalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 dimana pemodal turut menanggung resiko dan bertanggung jawab terhadap kerugian usaha yang dialami oleh koperasi.
“Menimbang, bahwa ditiadakannya tanggung jawab mitra (pemodal) atas resiko dan kerugian terhadap usaha yang dijalankan atau dikelola koperasi, yang semestinya turut ditanggung oleh mitra (pemodal) menjadikan kegiatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dalam melakukan pemupukan modal yang berasal dari modal penyertaan dipandang sebagai kegiatan yang menghimpun dana dari masyarakat diluar ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Perkoperasian (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992) dan pedoman penyelenggaraan modal penyertaan pada koperasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998.
“Keadaan itu berarti Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dalam menghimpun dana dari masyarakat tidak tunduk pada ketentuan Undang-undang Perkoperasian dan peraturan penyelenggaraan modal penyertaan. Undang- Undang Perkoperasian, secara formal memberi hak / membolehkan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada menghimpun dana dari masyarakat melalui modal penyertaan pada koperasi tanpa mendapat izin dari pimpinan Bank Indonesia, namun dalam pelaksanaanya Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada tersebut tidak mengikuti ketentuan khusus yang mengatur bagaimana seharusnya menghimpun dana dari masyarakat melalui modal penyertaan.
“Menimbang, bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dalam usahanya menghimpun dana dari masyarakat telah menyimpang dari aturan tentang penyelenggaraan modal penyertaan yang diatur oleh Negara (i.c.Undang-Undang) dan prinsip-prinsip modal penyertaan yang ditentukan oleh Pemerintah (PP Nomor 33 Tahun 1998), sehingga kegiatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dalam menghimpun dana dari masyarkat melalui modal penyertaan harus dipandang sebagai kegiatan yang tidak lagi tunduk pada Undang-undang tersendiri (Pasal 42 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998).
“Menimbang, bahwa pada prinsipnya kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan hanya dilakukan oleh pihak yang telah memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau sebagai Bank Perkreditan Rakyat (lex generale), tetapi badan usaha seperti Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dapat menghimpun dana dari masyarakat tanpa memperoleh izin dari pimpinan Bank Indonesia karena diatur tersendiri oleh Undang-Undang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1998 (lex spesialis). Ketentuan khusus ini tidak berlaku manakala Koperasi di dalam menghimpun dana dari masyarakat menyimpangi aturan khusus tersebut.
“Menimbang, bahwa dalam persidangan juga diketahui Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dalam mengelola dana dari masyarakat (mitra) dalam kurun waktu 2007 sampai 2014 tidak menyampaikan laporan berkala kepada menteri yang bersangkutan (i.c.Menteri Koperasi) selaku menteri yang bertanggung jawab dalam pembinaan dan pengembangan koperasi.
“Menimbang, bahwa dengan fakta-fakta sebagaimana dipertimbangkan diatas maka perbuatan Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha yang telah melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat harus dipandang sebagai kegiatan badan usaha yang harus tunduk pada Undang-Undang Perbankan yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998.
“Menimbang, bahwa Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai badan usaha telah menghimpun dana dari masyarakat tanpa memperoleh izin dari Pimpinan Bank Indonesia (vide Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998);
“Menimbang, bahwa ditiadakannya beban tanggung jawab atas resiko terhadap kerugian usaha yang dialami oleh Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada kepada mitra (pemodal) menjadi salah satu faktor yang mendorong anggota masyarakat pemilik modal menanamkan modalnya kepada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada.
“Menimbang, bahwa adalah fakta sampai perkara ini disidangkan ada sebanyak kurang lebih 8.738 orang mitra (pemodal) yang masih menantikan kejelasan tentang modal mereka yang disertakan dalam kegiatan usaha Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, meskipun di dalam Akta Perjanjian Koperasi Kerjasama modal yang ditanda-tangani antara koperasi dengan mitra (pemodal), bahwa koperasi akan menanggung resiko yang terjadi dalam mengelola usaha dan akan mengembalikan modal kepada mitra (pemodal) secara penuh, namun dalam kenyataannya isi perjanjian itu tidak dapat dipenuhi oleh koperasi.
“Bahwa tidak adanya jaminan yang nyata dari koperasi untuk mengembalikan modal kepada mitra menimbulkan ketidakpastian bagi para mitra kapan dan bagaimana modalnya akan kembali.
“Menimbang, bahwa dari hal-hal yang dipertimbangkan diatas, Majelis berpendapat perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penyertaan modal dapat dipersamakan dengan kegiatan menghimpun dana yang dilakukan oleh badan usaha lain yang tunduk pada Undang-Undang Perbankan yang berlaku di Indonesia.
“Menimbang, bahwa Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai Pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada melakukan perbuatan menghimpun dana dari masyarakat tanpa memperoleh izin dari pimpinan Bank Indonesia.
“Menimbang, bahwa dengan demikian unsur kedua dari dakwaan Kesatu ‘menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia’ sudah terpenuhi.
“Menimbang, bahwa melalui cara-cara yang dilakukan oleh Terdakwa I bersama dengan Terdakwa IV tersebut diatas yang kemudian pada tahun 2012 menduduki jabatan Sekretaris I Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, akhirnya anggota masyarakat tergerak untuk menyertakan modalnya kepada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dan modal itu digunakan oleh Terdakwa I untuk membiayai kegiatan usaha Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada. Jabatan Terdakwa IV Cece Kadarisman sebagai Sekretaris I Koperasi Cipaganti Karya Guna Usaha berlangsung hingga tahun 2018.
“Menimbang, bahwa koperasi dalam menghimpun dana masyarakat melalui modal pernyataan, peranan dari Terdakwa I Andianto Setiabudi dalam kapasitasnya sebagai pendiri dan pemilik usaha Cipaganti grup dan sebagai ketua koperasi pada saat itu sangat dominan. Dari tahun 2007 sampai dengan 2014 tercatat sebanyak 23.192 akte perjanjian kerjasama yang ditanda tangani antara koperasi dengan mitra (pemilik modal) dengan total modal yang dihimpun sebanyak Rp.4.779.976.704.333,-.
“Dengan fakta-fakta sebagaimana diuraikan diatas maka rumusan delik dalam pasal dakwaan Kesatu dari Penuntut Umum tersebut terpenuhi secara materil dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa I Andianto Setiabudi sebagai ‘orang yang melakukan’ (pleger).
“Menimbang, bahwa Terdakwa II Julia Sri Redjeki dan Terdakwa III Yulinda Tjendrawati Setiawan adalah masing-masing sebagai pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada mulai sejak koperasi berdiri dari tahun 2002 sampai tahun 2012 dan antara tahun 2013 sampai tahun 2018. Terdakwa II Julia Sri Redjeki dan Terdakwa III Yulinda Tjendrawati Setiawan yang menandatangani rekening-rekening pengeluaran atas nama Koperasi;
“Menimbang, bahwa Terdakwa II Julia Sri Redjeki Setiabudi dan Tergugat III Yulia Tjendrawati Setiawan menduduki jabatan sebagai pengurus koperasi hanyalah atas hunjukan dari Terdakwa I Andianto Setiabudi yang mempunyai kewenangan luas dan penuh dalam usaha Cipaganti group. Terdakwa II Julia Sri Redjeki Setiabudi dan Terdakwa III Yulinda Tjendrawati Setiawan tidak mengetahui alokasi penggunaan modal yang berasal dari mitra yang disertakan ke koperasi.
“Terdakwa I Andianto Setiabudi, Terdakwa II Julia Sri Redjeki Setiabudi, Terdakwa III Yulinda Tjendrawati Setiawan dan Terdakwa IV Cece Kadarisman secara bersama-sama sebagai pengurus Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dapat diminta pertanggung jawaban secara hukum dalam tindakan mereka mengelola Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (vide Pasal 30 ayat (2) Jo Pasal 34 Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian).
“Menimbang, bahwa dengan demikian unsur ‘melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan’ dalam dakwaan Kesatu sudah terpenuhi;
“Menimbang, perbuatan yang dilakukan Para Terdakwa dengan membuat perjanjian kerjasama penyertaan modal antara Koperasi Cipaganti Guna Persada dengan para Mitra dilakukan dengan cara yang sama dengan masing-masing mitra dalam kurun waktu Desember tahun 2007 sampai dengan tanggal 30 April 2014, padahal kegiatan menghimpun dana tersebut tidak sesuai ketentuan Undang-Undang Perbankan yang mengharuskan adanya ijin dari Pimpinan Bank Indonesia dan dengan demikian perbuatan yang dilakukan para Terdakwa menjadi beberapa perbuatan yang mempunyai hubungan sedemikian rupa, sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut;
“Menimbang, bahwa semua unsur dari pasal dakwaan Kesatu sudah terpenuhi, dengan demikian perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti;
“Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim mempertimbangkan dakwaan Kedua dari Penuntut Umum;
“Menimbang, bahwa konstruksi dakwaan Penuntut Umum adalah dakwaan kumulatif dengan demikian masing-masing dakwaan dari Penuntut Umum haruslah dipertimbangkan;
“Menimbang, bahwa dakwaan Kedua Penuntut Umum kepada para Terdakwa, yaitu : Para terdakwa melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 378 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mencermati dakwaan Kedua Penuntut Umum yang merumuskan perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa dan atas perbuatannya itu terdakwa didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 378 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Menimbang, bahwa setelah mencermati dakwaan Kedua tersebut, uraian perbuatan yang dirumuskan sama persis dengan yang diuraikan dalam dakwaan Kesatu, tentang tindak pidana apa yang dilakukan, siapa yang melakukan tindak pidana, dimana tindak pidana dilakukan (locus delicti), bilamana/kapan tindak pidana dilakukan (tempus delicti), bagaimana tindak pidana itu dilakukan, akibat yang ditimbulkan tindak pidana tersebut, apakah yang mendorong para terdakwa melakukan tindak pidana tersebut sama persis dengan uraian yang dirumuskan dalam dakwaan Kesatu.
“Menimbang, bahwa perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa yang dirumuskan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu telah dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dan dinyatakan telah terbukti, tetapi perbuatan yang sama persis seperti itu lagi didakwakan Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kedua.
“Menimbang, bahwa terhadap satu perbuatan yang dinyatakan terbukti sebagai perbuatan pidana, hanya boleh dikenakan satu penghukuman (pidana).
“Menimbang, bahwa karena perbuatan yang didakwakan kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kedua adalah sama seperti perbuatan yang didakwakan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu dan perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan Kesatu itu telah dinyatakan telah terbukti, maka Majelis Hakim berpendapat dakwaan Kedua dari Penuntut Umum kepada para Terdakwa dalam perkara aquo tidak perlu lagi dipertimbangkan.
“Menimbang, bahwa konstruksi surat dakwaan yang disusun Penuntut Umum dalam perkara aquo adalah bentuk dakwaan Kumulasi, namun setelah Majelis Hakim mencermati uraian perbuatan yang dilakukan para Terdakwa yang disusun Penuntut Umum dalam surat dakwaan serta setelah mendengar keterangan para saksi, pendapat para ahli dan keterangan para terdakwa, Majelis Hakim berpendapat konstruksi surat dakwaan yang disusun Penuntut Umum dalam perkara aquo harus dibaca sebagai susunan dakwaan Alternatif.
“Bahwa setelah mencermati dakwaan Penuntut Umum serta dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa yang telah menjadi fakta hukum dalam perkara aquo, Majelis Hakim berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh para Terdakwa sebagaimana diuraikan Penuntut Umum dalam surat dakwaan adalah memenuhi unsur dakwaan Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu.
“Menimbang, bahwa oleh karena Majelis Hakim memandang dakwaan Penuntut Umum dalam perkara aquo sebagai dakwaan Alternatif, maka dengan terpenuhinya perbuatan para Terdakwa tersebut dalam dakwaan Kesatu, maka terhadap dakwaan Kedua atau dakwaan Ketiga dari Penuntut Umum dalam perkara aquo Majelis Hakim tidak perlu lagi mempertimbangkannya.
“Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan-perbuatan yang didakwakan kepada para Terdakwa dalam dakwaan Kesatu telah terbukti maka atas perbuatannya tersebut para Terdakwa harus dinyatakan bersalah;
“Menimbang, bahwa khusus mengenai bukti-bukti sebagaimana diajukan Penuntut Umum dalam tuntutan pidana dengan nomor urut :
1. 1 (satu) unit kendaraan merk ... , type ... , Jenis Mobil Bus, Model Bus, Tahun pembuatan 2011, Nomor Rangka ... , Nomor Mesin: ... , warna putih kombinasi, Tahun Registrasi 2011, Nomor Registrasi : ... , atas nama pemilik PT. CIPAGANTI CITRA GRAHA, berikut STNK asli dan kunci kontak kendaraan;.
2. 1 (satu) unit kendaraan merk ... ;
3. ...
14. 1 (satu) unit Excavator Merk ...  Warna kuning No. Identifikasi ... , Nomor lambung/EX 75 berikut kunci;
15. 1 (satu) unit Excavator Merk ... Warna kuning No. Identifikasi ... , Nomor lambung/EX 68 berikut kunci;
“Oleh karena barang-barang bukti sebagaimana terurai dalam angka 1 sampai dengan angka 15 tersebut di atas, setelah diteliti oleh Majelis Hakim adalah merupakan kendaraan dan alat-alat berat yang digunakan sebagai sarana dalam mengelola kegiatan usaha Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada dan sumber pembiayaannya berasal dari uang para mitra, maka dipandang adil dan bermanfaat apabila barang-barang bukti sebagaimana tersebut di atas dikembalikan kepada Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada sebagai asset yang dapat disita dikemudian hari untuk digunakan membayar/mengembalikan uang para mitra;
“Menimbang, bahwa dengan telah dinyatakan para Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia, maka para Terdakwa harus dipertanggungjawabkan atas kesalahannya tersebut;
“Menimbang, bahwa sebelum Majelis menjatuhkan putusan, perlu terlebih dahulu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan Terdakwa sebagai berikut:
Yang memberatkan:
- Perbuatan para Terdakwa telah meresahkan dan merugikan orang banyak;
- Perbuatan para Terdakwa mengurangi sikap percaya masyarakat kepada lembaga koperasi.
Yang meringankan:
- Para Terdakwa bersikap sopan di persidangan;
- Para Terdakwa belum pernah dihukum;
- Para Terdakwa memiliki keluarga yang masih membutuhkan tanggung jawab dan perhatian dari para Terdakwa;
“Menimbang, bahwa oleh karena perbuatan yang didakwakan dalam dakwaan Kesatu kepada para Terdakwa telah terbukti, dan selama dalam proses pemeriksaan perkara ini tidak ditemukan adanya alasan-alasan yang dapat menghapuskan sifat pidana dari perbuatannya tersebut berupa alasan pembenar maupun alasan pemaaf dalam diri para Terdakwa, maka kepada para Terdakwa tersebut harus dijatuhi hukuman pidana yang setimpal dengan kesalahannya;
“Menimbang, bahwa hukuman pidana yang akan dijatuhkan Majelis Hakim kepada masing-masing para Terdakwa disesuaikan dengan perbuatan dan tanggung jawabnya dalam mengelola usaha-usaha Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, sehingga hukuman pidana yang akan dijatuhkan kepada masing-masing Terdakwa akan berbeda;
“Menimbang, bahwa hukuman pidana yang akan dijatuhkan kepada para Terdakwa terkait dengan perbuatannya tersebut haruslah mempertimbangkan sisi keadilan bagi para Terdakwa dan kerugian yang dialami oleh para mitra yang telah menyertakan modalnya ke Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada, maka menurut Majelis Hakim hukuman pidana yang dijatuhkan kepada para Terdakwa dalam perkara aquo memenuhi rasa keadilan bagi para Terdakwa maupun kepada para mitra;
“Mengingat dan memperhatikan pasal 46 ayat (1) jo. Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan:
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan Terdakwa 1. ANDIANTO SETIABUDI, Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI, Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN, dan Terdakwa 4. CECE KADARISMAN, S.E. tersebut diatas, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ‘secara bersama-sama menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia yang dilakukan secara berlanjut’;
2. Menjatuhkan pidana penjara oleh karena itu kepada:
- Terdakwa 1. ANDIANTO SETIABUDI selama 18 (delapan belas) tahun;
- Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI selama 8 (delapan) tahun;
- Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN selama 6 (enam) tahun;
- Terdakwa 4. CECE KADARISMAN, S.E. selama 10 (sepuluh) tahun;
3. Menjatuhkan pidana denda kepada :
- Terdakwa 1. ANDIANTO SETIABUDI sebesar Rp.150.000.000.000,- (seratus lima puluh milyar rupiah) subsidair 2 (dua) tahun kurungan;
- Terdakwa 2. JULIA SRI REDJEKI sebesar Rp.15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan;
- Terdakwa 3. YULINDA TJENDRAWATI SETIAWAN sebesar Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) subsidair 6 (enam) bulan kurungan;
- Terdakwa 4. CECE KADARISMAN, S.E., sebesar Rp.15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah) subsidair 1 (satu) tahun kurungan;
4. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani oleh Para Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
5. Memerintahkan Para Terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.