Hutang-Piutang Pekerja yang Diperhitungkan dari Upah PHK

LEGAL OPINION
Question: Bila ada karyawan di kantor yang masih punya hutang pada perusahaan, atau bahkan pernah membuat rugi perusahaan seperti menggelapkan uang perusahaan, ketika dirinya kemudian di-PHK, apa karyawan bersangkutan masih berhak menuntut pesangon jika perusahaan sampai digugat karyawan yang diberhentikan itu? Rasanya kok kelewatan, sudah mencuri uang perusahaan, masih menggugat perusahaan saat di-PHK.
Brief Answer: Sampai saat ini belum ada keseragaman antar putusan Mahkamah Agung RI perihal permasalahan hukum demikian. Mayoritas putusan Mahkamah Agung RI perihal permohonan ganti-rugi Pengusaha yang dikompensasikan dari hak normatif mantan Pekerjanya, dinyatakan tidak dapat dicampur-aduk antara gugatan PHK dan gugatan ganti-rugi.
Namun tidak ada salahnya mencoba mengajukan gugatan balik (rekonpensi) ketika sang mantan Pekerja yang telah merugikan perusahaan mencoba menggugat tempatnya dulu bekerja, agar kerugian Pengusaha dapat dikompensasikan dari hak-hak normatif yang diminta sang Pekerja dalam gugatannya.
Perihal mantan Pekerja yang telah menggelapkan uang perusahaan kemudian menggugat Pengusaha ketika di-putus hubungan kerja (PHK), sejatinya akan merusak reputasi nama sang mantan Pekerja itu sendiri, terlebih bila Pengusaha melakukan gugatan balik menghadapi ulah sang Pekerja yang mencoba mengajukan gugatan.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi guna memudahkan pemahaman, untuk itu SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 204 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 11 Mei 2016, perkara antara:
- PT. WIN JAYA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
1. RIZAL PALILATI; 2. STEFANUS BUISANG, selaku Para Termohon Kasasi dahulu Para Penggugat.
Para Penggugat mulai bekerja pada Tergugat dengan Jabatan sebagai Team Leader sejak Tanggal 9 Februari 2007 sampai dengan 10 Desember 2014. Pada bulan September 2014 diadakan pemeriksaan di PT Win Jaya Gorontalo.
Pada saat pemeriksaan, ditemukan adanya selisih dalam kas perusahaan sehingga sebagai Team Leader para Penggugat harus bertanggung jawab atas terjadinya selisih tersebut. Setelah menemukan selisih dalam kas perusahaan, maka gaji para Penggugat tidak dibayarkan pada Bulan September, Oktober, November, dan Desember.
Walaupun sudah tidak menerima Upah, para Penggugat terus bekerja sampai dengan tanggal 10 Desember 2014. Dikarenakan ada indikasi pemakaian uang di Perusahaan, maka Tergugat melaporkan para Penggugat ke pihak kepolisian.
Tanggal 10 Desember 2015, Para Penggugat ditahan atas laporan dari Tergugat. Selama ditahan, Tergugat tidak pernah memberikan bantuan kepada keluarga Para Penggugat sesuai dengan ketentuan Pasal 160 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Masing-masing Penggugat mempunyai 2 orang tanggungan. Para Penggugat kemudian merujuk kaedah Pasal 169 ayat (1) huruf (c) UU No. 13 Tahun 2003, yang memiliki norma:
“Pekerja/Buruh dapat mengajukan Permohonan pemutusan hubungan kerja kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal pengusaha melakukan perbuatan sebagai berikut: c. tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih.”
Berdasarkan norma tersebut diatas, maka Para Penggugat menuntut untuk mendapat uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan normal. Disamping itu, oleh karena Para Penggugat tidak menerima gaji sejak September 2014 sampai dengan Desember 2014, maka Penggugat menuntut gaji tersebut dibayarkan.
Demikian juga untuk hak Penggugat selama ditahan atas laporan Tergugat, sesuai dengan Pasal 160 UU No. 13 Tahun 2003 berupa bantuan untuk keluarga dengan 2 orang tanggungan sebesar 35% dari upah. Penggugat mendalilkan pula, karena perihal PHK belum diputusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka Tergugat harus membayar upah kepada Penggugat sejak diberhentikan bulan Maret 2015 sampai dengan gugatan mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Terhadap gugatan kedua Pekerja tersebut, Pengadilan Hubungan Industrial Gorontalo kemudian menjatuhkan putusan Nomor 27/Pdt.Sus-PHI/2015/PN Gto, tanggal 19 November 2015, dengan amar sebagai berikut:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menghukum Tergugat untuk membayar hak-hak Normatif Penggugat sesuai dengan pasal 160 ayat (1) huruf b, ayat (7) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 yang rinciannya sebagai berikut:
Untuk Penggugat 1:
- Bantuan Kepada Keluarga: 2 orang tanggungan 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah Rp5.000.000,- dari Bulan Januari 2015 s.d. Februari 2015 = Sejumlah = Rp 3.500.000,-
- Uang Penghargaan Masa Kerja: 2 Bulan x Rp5.000.000,- = Rp10.000.000,-
- Uang penggantian Hak: 15% dari uang penghargaan masa kerja = Rp 1.500.000,-
Jumlah = Rp15.000.000,- (lima belas juta Rupiah);
- Menghukum Tergugat untuk membayar Gaji yang belum dibayarkan sejak bulan September 2014 s.d. bulan November 2014 sebesar Rp15.000.000,-;
Untuk Penggugat 2:
- Bantuan Kepada Keluarga: 2 orang tanggungan 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah Rp.4.750.000,- dari bulan Januari s/d Bulan Februari 2015 Sejumlah, = Rp 3.325.000,-
- Uang Penghargaan Masa Kerja: 2 X Rp4.750.000,- = Rp 9.500.000,-
- Uang Penggantian Hak: 15% dari uang penghargaan mmasa kerja = Rp 1.425.000,-
Jumlah = Rp14.250.000,- (empat belas juta dua ratus lima puluh ribu Rupiah)
- Menghukum Tergugat Untuk membayar Gaji yang belum dibayarkan sejak bulan September 2014 s.d. November 2014 sebesar Rp14.250.000,-;
3. Membebankan biaya perkara pada Negara;
4. Menolak Gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
Pihak Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan yakni Penggugat saat melakukan perundingan Bipatrit, Mediasi, dan Replik mengakui akan mengganti uang perusahaan senilai Rp 260.000.000,- yang telah dipakai oleh Penggugat.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah, Ganti Rugi dapat dimintakan oleh Pengusaha dari Buruh, bila terjadi kerusakan barang atau kerugian lainnya baik milik Pengusaha maupun milik pihak ketiga oleh Buruh karena kesengajaan atau kelalaian. Disamping itu, Penggugat masih mempunyai Pinjaman Pribadi kepada Tergugat, yakni:
- Penggugat I sebesar Rp 7.451.860,- dan
- Penggugat II sebesar Rp 27.042.000,-.
Dengan demikian berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang perlindungan Upah, disebutkan bahwa pada waktu terjadinya pemutusan hubungan kerja, seluruh hutang-piutang Pekerja dapat diperhitungkan dengan upah Pekerja bersangkutan. Dimana terhadapnya, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Gorontalo tidak salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan ketentuan Pasal 160 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 karena Para Penggugat telah terbukti melakukan tindak pidana;
- Bahwa Judex Facti telah benar menerapkan hukum acara perdata karena dalam jawaban Tergugat tidak secara jelas mengajukan gugatan rekonvensi sehingga tuntutan kompensasi atas hak-hak Tergugat tidak dapat dipertimbangkan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Gorontalo dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: PIMPINAN PT. WIN JAYA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: PIMPINAN PT. WIN JAYA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.