LEGAL OPINION
Question: Bila terjadi fraud di dalam internal lembaga keuangan, sehingga nasabah mengalami kerugian, apa pihak manajemen lembaga itu bisa lepas tanggung jawab terhadap nasabahnya, dengan beralasan bahwa oknum pegawainya yang melakukan fraud telah dipecat dan dipidana penjara?
Brief Answer: Dipidananya pegawai suatu badan hukum, adalah suatu bentuk pengalihan isu oleh lembaga penyedia jasa terhadap konsumen atau nasabahnya. Bagaimana pun, hubungan hukum antara nasabah dengan lembaga berbentuk badan hukum, tidak memiliki sangkut paut dengan internal affair badan hukum penyedia jasa.
Oleh karenanya, badan hukum tersebut tetap dapat dimintakan pertanggungjawaban, baik dengan kriteria wanprestasi maupun perbuatan melawan hukum, atas setiap bentuk kerugian yang dialami nasabah ataupun konsumennya.
Adalah tanggung jawab setiap pengusaha untuk tidak lalai mengawasi dan mengontrol setiap pekerjanya, sehingga konsumen / nasabah selaku pihak ketiga, tidak dapat dibebani resiko tanggung jawab demikian. Sangat tidak etis bila beban tanggung jawab kontrol dan pengawasan demikian justru dibebankan sebagai resiko pihak nasabah / konsumen.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut menjadi rujukan SHIETRA & PARTNERS, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa jasa keuangan register Nomor 1111 K/Pdt/2013 tanggal 12 Februari 2014, perkara antara:
- PT. BANK MEGA,Tbk., sebagai Pemohon Kasasi dahulu Tergugat; melawan
- PT. ELNUSA ,Tbk., selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Bermula ketika Tergugat menawarkan produk Mega Deposito Berjangka kepada Penggugat. Atas penawaran produk deposito tersebut, Penggugat tertarik, kemudian melakukan penempatan deposito berjangka pada Tergugat.
Dari seluruh penempatan deposito Penggugat pada Tergugat dengan jumlah total sebesar Rp161.000.000.000,00; Penggugat hanya pernah melakukan 1 kali pencairan dana deposito yaitu sebesar Rp50.000.000.000,00 untuk deposito yang jatuh tempo pada tanggal 8 Maret 2010 KCP Bekasi–Jababeka. Sehingga sisa dana deposito Penggugat pada Tergugat yang masih belum dicairkan adalah sebesar Rp111.000.000.000,00.
Penggugat baru mengetahui permasalahan terkait dengan penempatan deposito di KCP Bekasi-Jababeka ketika pada tanggal 19 April 2011 pihak Direktorat Reskrimsus Polda Metro mendatangi Kantor Penggugat dan memberikan informasi bahwa deposito berjangka Penggugat pada Tergugat bermasalah.
Berdasarkan informasi tersebut, Penggugat bersama pihak Direktorat Reskrimsus Polda Metro pada tanggal 19 April 2011 mendatangi KCP Bekasi- Jababeka untuk melakukan konfirmasi dan pencairan atas deposito berjangka milik Penggugat sejumlah Rp111.000.000.000,00.
Penggugat merasa sangat terkejut ketika Branch Manager KCP Bekasi-Jababeka memberikan informasi bahwa penempatan deposito Penggugat tersebut sudah tidak ada karena telah dicairkan. Dengan demikian Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum, karena tindakan Tergugat dinilai bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 37 B ayat (1) UU Perbankan: “Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.” Tergugat tidak menjamin keamanan dana deposito berjangka milik Penggugat, karena ternyata tanpa sepengetahuan Penggugat, dana dicairkan oleh Branch Manager KCP Bekasi-Jababeka untuk kepentingan pihak lain.
Dengan tidak dapatnya Tergugat menjamin keamanan dana deposito berjangka yang disimpan, mengakibatkan deposito berjangka milik Penggugat telah dicairkan tanpa seijin dan sepengetahuan Penggugat, maka Tergugat bertanggung jawab untuk menjamin pengembalian dana tersebut kepada Penggugat. Sampai saat ini pengembalian dana milik Penggugat tersebut tidak dilakukan oleh Tergugat.
Dikarenakan pencairan dana deposito berjangka yang disimpan oleh Penggugat pada Tergugat dilakukan oleh pejabat Tergugat dan terjadi dalam lingkup kegiatan operasional Tergugat, maka hal demikian merupakan resiko operasional Tergugat sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (9) PBI 11/ 25 /PBI/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, yang mengatur:
“Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.”
Dengan demikian tindakan mencairkan dana deposito berjangka milik Penggugat oleh Branch Manager KCP Bekasi-Jababeka yang dilakukan dengan tanpa sepengetahuan Penggugat dan dilakukan dalam lingkup operasional bank, merupakan resiko operasional bank yang sepenuhnya merupakan tanggung-jawab bank dalam menjamin dana nasabah.
Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) UU Perbankan, yang mengatur:
(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(3) Dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
Terjadinya pencairan dana deposito berjangka milik Penggugat sebesar Rp111.000.000.000,00 pada KCP Bekasi-Jababeka yang dilakukan dengan tanpa perintah dan sepengetahuan Penggugat karena didasarkan pada dokumen-dokumen yang tidak pernah ditandatangani oleh pejabat Penggugat yang berwenang untuk memerintahkan pencairan deposito, menunjukkan bahwa Tergugat memang tidak menerapkan Customer Due Diligence dengan baik.
Dalam melaksanakan fungsinya, bank wajib menjalankan sistim pengendalian intern guna mengurangi dampak keuangan atau kerugian, penyimpangan termasuk kecurangan atau fraud, dan pelanggaran aspek kehati-hatian sebagaimana diatur dalam Standar Pedoman Sistem Pengendalian Intern Bagi Bank Umum.
Dengan menerapkan sistim pengendalian intern yang baik, Tergugat seharusnya telah dapat mendeteksi secara dini atas adanya pencairan dana deposito berjangka milik Penggugat yang nilainya tidak sedikit, yakni sebesar Rp111.000.000.000,00 yang ternyata dilakukan tanpa perintah dan sepengetahuan Penggugat, sehingga menjadi relevan ketika dikaitkan dengan norma Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
“Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”
Setelah terbitnya yurisprudensi Hoge Raad tertanggal 31 Januari 1919, NJ 1919 hal. 161, W. 10365 (putusan Lindenbaum-Cohen Arrest), maka yang dimaksud perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad) ialah: membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu (melalaikan sesuatu) yang: (a) melanggar hak orang lain; (b) bertentangan dengan kewajiban hukum (rechsplicht) dari yang melakukan perbuatan itu; (c) bertentangan baik dengan kesusilaan maupun azas-azas pergaulan kemasyarakatan mengenai penghormatan diri orang lain atau barang orang lain.
Sehingga dengan demikian unsur-unsur “perbuatan melawan hukum” terdiri dari:
(i) Perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga mencakup perbuatan yang melanggar hak orang lain, bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku, bertentangan dengan prinsip kehati-hatian dan bertentangan dengan norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
(ii) Perbuatan sebagaimana dimaksud diatas mengandung kesalahan;
(iii) Mengakibatkan kerugian; dan
(iv) Terdapat hubungan sebab-akibat antara “kesalahan” dengan “kerugian”.
Dengan demikian korelasi “perbuatan melawan hukum” terkait dengan pencairan dana deposito berjangka milik Penggugat:
(i) Branch Manager KCP Bekasi-Jababeka mencairkan deposito milik Penggugat dengan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari pejabat yang berwenang dari Penggugat;
(ii) Branch Manager KCP Bekasi-Jababeka telah mencairkan deposito milik Penggugat berdasarkan dokumen-dokumen yang tanda tangannya non identik;
(iii) Tergugat gagal untuk mendeteksi secara dini adanya penyimpangan atau kecurangan/fraud dalam pencairan dana deposito berjangka milik Penggugat yang dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Penggugat.
Penggugat dengan demikian merujuk pulak kaedah Pasal 1367 KUHPerdata:
(1) Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada dibawah pengawasannya;
(3) Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya.”
Branch Manager KCP Bekasi-Jababeka adalah pekerja yang bekerja pada Tergugat yang bertindak untuk dan atas nama Tergugat, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 1367 KUHPerdata tersebut, maka Tergugat bertanggung jawab atas perbuatan Branch Manager yang telah menimbulkan kerugian bagi Penggugat. Lebih tegas lagi, terdapat pengaturan norma Pasal 1366 KUHPerdata:
“Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kekurang hati-hatinya.”
Akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan Tergugat, mengakibatkan Penggugat tidak dapat mencairkan dana deposito berjangka miliknya yang ditempatkan pada KCP Bekasi-Jababeka Tergugat, sebesar Rp111.000.000.000,00. Dengan tidak dapat dicairkannya dana deposito berjangka milik Penggugat, mengakibatkan kerugian bagi Penggugat.
Sementara itu pihak Tergugat berkilah, bahwa pihak yang telah dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana ”Korupsi” atas deposito tersebut adalah Santun Nainggolan (Direktur Keuangan PT. Elnusa, Tbk.), Itman Harry Basuki (eks Pimpinan Cabang PT. Bank Mega, Tbk.), Ivan CH Litta (Direktur PT. Discovery Indonesia dan PT. Harvestindo), Andy Gunawan (Direktur PT. Discovery Indonesia), Richard Latief, dan Tengku Zulham.
Para Terpidana juga telah dihukum untuk membayar ganti rugi atau uang pengganti kepada negara cq. PT. Elnusa, Tbk., dimana berbagai harta para terpidana dinyatakan pengadilan untuk dirampas guna mengganti kerugian Penggugat, sehingga menjadi overlaping dengan gugatan ini yang bila dikabulkan juga akan berdampak dobelisasi klaim kerugian.
Terhadap gugatan sang nasabah, Pengadilan Negeri dalam putusannya membuat pertimbangan hukum, sebagai berikut:
“Menimbang bahwa selanjutnya terhadap eksepsi Tergugat yang menyatakan bahwa gugatan penggugat error in persona karena seharusnya yang digugat adalah bukan Tergugat, akan tetapi gugatan Penggugat a quo haruslah ditujukan kepada PT. Discovery Indonesia (PT. DI) dan PT. Harvestindo Asset Management (PT. HAM), dengan alasan deposito milik Penggugat tersebut telah ditransfer ke PT. DI dan PT. HAM yang ada pada Tergugat, dalam hal ini majelis berpendapat bahwa hubungan hukum yang terjadi dalam penempatan Deposito tersebut hanyalah terletak pada hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat yang dalam hal ini Kantor Bank Mega Cabang pembantu Bekasi Jababeka, yang menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 dan angka 4 peraturan BI No. 11/1/PBI/2009 menjadi tanggung jawab Tergugat, sehingga dengan demikian oleh karena hubungan hukum tersebut terjadi terbatas antara Penggugat dengan Tergugat maka telah tepat dan benar apabila gugatan Penggugat tersebut ditujukan kepada Tergugat tanpa melibatkan pihak lain;
“... dalam hal ini majelis berpendapat bahwa dalam perkara a quo adalah tentang adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat berupa pencairan deposito berjangka milik Penggugat kepada pihak lain secara melawan hukum tanpa sepengetahuan pihak Penggugat yang mengakibatkan kerugian pihak Penggugat dan hubungan hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat adalah bersifat keperdataan berupa Perjanjian Penempatan Deposito oleh Penggugat ditempat Tergugat, sehingga untuk mengembalikan kerugian tersebut Penggugat dapat langsung mengajukan gugatan secara perdata pada pengadilan tanpa harus menunggu adanya perkara pidana. Dan terlepas dari pertimbangan tersebut dengan dijatuhkannya putusan pidana terhadap para Terdakwa tidaklah menyebabkan atau menghilangkan tanggung jawab secara perdata yang harus dipikul oleh Tergugat.”
Pihak Tergugat mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok keberatan terhadap putusan Pengadilan Negeri yang telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi, yang menyatakan bahwa hubungan hukum yang terjadi antara PT. Bank Mega, Tbk. dengan PT. Elnusa, Tbk., adalah berupa adanya hubungan hukum bersifat keperdataan berupa “Perjanjian” penempatan deposito, maka sudah seharusnya gugatan yang diajukan Penggugat, adalah gugatan tentang “wanprestasi” (contractual liabilities) sesuai kaedah Pasal 1243 KUHPerdata. Sementara itu faktanya gugatan Penggugat justru adalah gugatan tentang Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan kaedah Pasal 1365 KUHPerdata.
Tergugat mendalilkan pula, gugatan semestinya diajukan terhadap para terpidana, bukan kepada Tergugat—suatu dalil yang menimbulkan kesan mencoba melepas tanggung jawab—dengan dalil, oleh karena dalam Putusan Pidana Korupsi tersebut sama sekali tidak menempatkan PT. Bank Mega, Tbk., sebagai pihak yang harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian Penggugat, maka Tergugat merasa tidak terikat oleh pertanggungjawaban majikan (vicarious liability) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1367 KUHPerdata.
Dimana terhadap dalil-dalil Tergugat, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena putusan Judex Facti dalam hal ini Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah tepat dan benar yaitu mengabulkan gugatan untuk sebagian, oleh karena Penggugat berdasarkan alat bukti yang diajukan dalam persidangan berupa surat bertanda P-1 sampai dnegan P-70 dan keterangan 1 (satu) saksi dapat membuktikan dalil gugatannya yaitu bahwa Tergugat mencairkan deposito milik Penggugat sebesar Rp111.000.000.000,00 (seratus sebelas miliar rupiah) dan terjadinya perubahan dari deposito berjangka menjadi deposito in call adalah tanpa persetujuan/instruksi sah Penggugat kepada pihak ketiga in casu PT. Discovery Indonesia dan PT. Harvestindo Asset Management, sehingga telah benar Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum;
“Bahwa keamanan deposito Penggugat pada Tergugat adalah tanggung jawab Tergugat sebagai sebuah perusahan, sehingga hukuman secara pidana terhadap karyawan Tergugat atas kesalahan pribadinya karena tindak pidana yang dilakukannya, tidak menghapuskan tanggung jawab Tergugat sebagai badan hukum;
“Menimbang,bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Jakarta dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi PT. BANK MEGA,Tbk tersebut harus ditolak;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BANK MEGA,Tbk Tersebut.”
Note SHIETRA & PARTNERS:
Perkara diatas sekaligus menjadi contoh konkret, betapa karakteristik gugatan “wanprestasi” dan “perbuatan melawan hukum” tidaklah demikian terpisah secara hakiki. Hubungan perdata “kontraktual”, dapat melahirkan kualifikasi “perbuatan melawan hukum” (tortious liabilities) ketika berjalannya hubungan perikatan kontraktual dijalankan dengan itikad tidak patut dan melanggar norma-norma kaedah hukum positif yang berlaku.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.