Amar Putusan yang Mengandalkan Itikad Tergugat, Mubazir

LEGAL OPINION
Question: Penjual sudah dinyatakan kalah oleh hakim, tapi tidak juga mau diajak ke notaris untuk tanda-tangan akta jual beli tanah, padahal hakim sudah putuskan bahwa si penjual yang sudah terima uang pelunasan, dihukum buat akta jual beli kepada kami. Jadi gimana, apa harus kami seret itu orang?
Brief Answer: Dalam praktik, SHIETRA & PARTNERS banyak sekali menjumpai PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual-Beli) hak atas tanah yang meski telah diperjual-belikan secara lunas, pihak penjual tidak juga kooperatif untuk membuat AJB (Akta Jual-Beli) dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)—dengan 1001 alasan, tentunya.
Beragam motif yang melatarbelakangi perilaku penjual hak atas tanah demikian, salah satunya ialah memaksa pihak pembeli untuk mau menerima tawaran pembatalan dengan pengembalian harga jual-beli, sementara harga tanah telah melambung tinggi sejak PPJB pertama kali dilakukan, dengan tujuan untuk mendapat keuntungan, berupa dijualnya kembali objek tanah kepada pihak pembeli lain dengan harga yang jauh lebih tinggi. Itulah salah satu modus yang kerap perlu diwaspadai oleh pembeli hak atas tanah.
Dalam menyusun pokok permintaan dalam suatu gugatan (petitum), perlu dipertimbangkan satu faktor paling krusial, yakni: bagaimana jika pihak penjual yang digugat dan dihukum pengadilan untuk menindaklanjuti PPJB dengan membuat AJB bersama pihak pembeli, namun tidak juga kooperatif terhadap putusan pengadilan?
Adalah fatal, sebuah gugatan yang hanya meminta agar “Menghukum Tergugat untuk memenuhi kewajibannya menandatangani Akte Jual Beli (AJB) atau Surat Pelepasan Hak (SPH) atas kedua tanah disebutkan diatas di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).”—amar putusan semacam demikian, tidaklah memiliki daya eksekusi (non executeable).
Pada prinsipnya, hakim dalam perkara perdata tidak diperkenankan memutus melebihi apa yang diminta dalam gugatan (asas non ultra petitum). Berikut rumusan petitum paling ideal yang SHIETRA & PARTNERS rekomendasikan, agar pihak pembeli tidak lagi bergantung pada itikad baik pihak penjual, ialah sebagai berikut:
“Menghukum Tergugat untuk memenuhi kewajibannya menandatangani Akte Jual Beli (AJB) atau Surat Pelepasan Hak (SPH) atas Objek Tanah ... , di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang ditunjuk oleh Penggugat, dimana bila Tergugat tidak secara sukarela melaksanakan penghukuman ini, maka putusan ini berlaku sebagai surat kuasa mutlak untuk melakukan peralihan hak atas tanah objek sengketa kepada pihak Penggugat, untuk dialihkan hak kepemilikannya keatas nama Penggugat.”
PEMBAHASAN:
Salah satu ilustrasi konkret betapa rumusan pokok permintaan dalam gugatan (petitum) menjadi demikian vital, akan tampak ketidaksempurnaan penyusunan petitum sebagaimana tertuang dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa tanah register Nomor 3431 K/Pdt/2015 tanggal 12 April 2016, perkara antara:
1. JENNI KURNIATI; 2. M. HARRY SUBIYANTO, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat; melawan
- PT. SINAR TIMUR INDUSTRINDO, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat;
- DUDI SALAHUDIN, S.E., S.H., M.Kn., Notaris, selaku Turut Termohon Kasasi dahulu Turut Tergugat.
Dengan maksud pengembangan usaha, Penggugat membutuhkan lahan dan telah membeli beberapa lahan milik masyarakat, diantaranya;
a. Tanah milik adat, tercatat dalam Persil Nomor 29 Kohir nomor 2965 seluas 800 m2, terdaftar atas nama Andi Soewandi;
b. Tanah milik adat, tercatat dalam Persil Nomor 29 Kohir Nomor 860 seluas 5.000 m2, terdaftar atas nama Abung Muhtar Yani;
Tanggal 25 September 1986, Persil Nomor 29 Kohir No. 2965 atas nama Andi Soewandi, telah dijual kepada Sunardi dengan Akte Jual Beli Nomor 335 tahun 1986. Sementara tanah milik adat Persil Nomor 29 Kohir No. 860 atas nama Abung Muhtar Yani juga telah dijual kepada Sunardi dengan Akte Jual Beli Nomor 334 tahun 1986.
Tanggal 30 Agustus 1996, bapak Sunardi beserta istrinya Hery Suparty, meninggal dunia pada tanggal 5 Juni 2010 sehingga tanah jatuh kepada ahli warisnya, yaitu: Tergugat I dan Tergugat II, sesuai dengan pengakuan Tergugat I dan Tergugat II.
Sekitar tahun 2010 Penggugat berkeinginan untuk membeli kedua tanah tersebut dengan total seluas 5.800 m2 dan pada waktu itu Para Tergugat juga setuju untuk menjual kedua tanah dimaksud dengan kesepakatan awal bahwa harga tanah tersebut dijual sebesar Rp125.000,00 per m2.
Kesepakatan jual-beli tanah tersebut telah dibuat dalam suatu Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) di hadapan Notaris Dudi Salahudin (Turut Tergugat), sebagaimana PPJB Nomor 12 tahun 2010.
Pasal 1 PPJB, diatur bahwa Pihak Pertama (Para Tergugat) berjanji dan mengikat dirinya untuk menjual/mengoperkan/memindahkan hak atas bidang-bidang tanah kepada Pihak Kedua (Penggugat) sedangkan Pihak Kedua (Penggugat) berjanji dan mengikat dirinya untuk membeli/menerima pengoperan/pemindahan hak atas Tanah dari Pihak Pertama (Para Tergugat) dihadapan Pejabat yang berwenang.
Sesuai dengan Pasal 2 PPJB disebutkan pula, Jual-Beli ini telah setuju dan dimufakatkan bahwa Harga Jual Beli/Pengoperan/Pemindahan Hak atas bidang-bidang tanah tersebut, ditetapkan sebesar Rp725.000.000,00 dengan cara pembayaran sebagai berikut:
- Pembayaran uang muka sebesar Rp217.500.000,00 dibayarkan pada saat penandatanganan akta perjanjian ini kepada Pihak Pertama (Para Tergugat);
- Pelunasan sebesar kurang lebih sebesar Rp507.500.000,00 akan dibayarkan oleh Pihak Kedua (Penggugat) dengan jangka waktu 14 hari kerja sejak pembayaran pertama atau setelah mendapat hasil pengukuran resmi dari pihak yang berwenang dan langsung dibuatkan Akta Jual Beli dihadapan Pejabat yang berwenang.
Tanggal 25 Juni 2010, Penggugat telah menyerahkan uang sebesar Rp217.500.000,00 kepada Para Tergugat sebagaimana tertuang didalam Kwitansi (receipt) bermaterai cukup, tertanggal 25 Juni 2010, berbunyi: “untuk Pembayaran Uang Muka Pembelian Tanah seluas 5.800 m2, terletak di Desa Titisan Kecamatan Sukalarang, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat, sisanya sebesar Rp507.500.000,00 atau setelah mendapat hasil pengukuran resmi dari Badan Pertanahan Kabupaten Sukabumi.”
Selanjutnya pada tanggal 16 Juli 2010, Penggugat telah menyerahkan uang sebesar Rp507.500.000,00 sebagaimana tertuang di dalam Kwitansi bermaterai cukup, berbunyi: “untuk Pembayaran Pelunasan Penjualan Tanah seluas 5.800 m2 terletak di Desa Titisan Kecamatan Sukalarang Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.”
Berdasarkan masing-masing kwitansi tersebut, Penggugat telah menyelesaikan kewajibannya kepada Para Tergugat atas pembelian 2  bidang Tanah dimaksud, dengan total pembayaran seluruhnya sebesar Rp725.000.000,00 dan pada saat itu juga Para Tergugat telah menerima uang tersebut dari Penggugat.
Pada waktu itu Penggugat sempat mendapat informasi bahwa sebelum dilaksanakannya pembayaran dan/atau transaksi jual beli dan PPJB atas kedua tanah tersebut, Para Tergugat menyatakan bahwa tidak mau tau urusan biaya pajak, biaya notaris dan biaya-biaya operasional lain yang akan timbul dalam proses transaksi jual beli kedua tanah sehingga pada waktu itu dilakukan pembicaraan khusus.
Pada akhirnya terdapat titik temu dengan persetujuan bahwa Pihak Para Tergugat menerima harga bersih tanah tersebut sebesar Rp100.000,00 per m2 tanpa dibebankan biaya pajak, biaya Notaris/PPAT dan biaya-biaya lain yang timbul dalam transaksi jual beli.
Adapun masalah Pembicaraan Khusus dimaksud sama sekali tidak mempengaruhi dan/atau mengurangi kewajiban Penggugat kepada Para Tergugat, sebab Penggugat telah mengeluarkan sejumlah uang sebesar Rp725.000.000,00 sesuai dengan kewajiban Penggugat sebagai pembeli dan uang telah diterima oleh Para Tergugat sejak 3 tahun yang lampau.
Sejak PPJB dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak serta pelunasan pembayaran telah diterima oleh Para Tergugat, maka Para Tergugat berkewajiban untuk menandatangani Akte Jual Beli. Namun sejak dilakukannya pelunasan pembelian atas kedua bidang tanah sampai diajukannya gugatan ini ke Pengadilan, Para Tergugat tidak juga memenuhi kewajibannya untuk melaksanakan penandatanganan Akte Jual Beli yang sudah dipersiapkan oleh Turut Tergugat, malah Para Tergugat menghalangi Penggugat untuk menguasai objek tanah dengan memasang portal berupa besi sedangkan Penggugat telah membangun fasilitas jalan diatas kedua bidang tanah tersebut dan juga dipergunakan atau dilalui oleh masyarakat di sekitarnya.
Penggugat juga mendalilkan dalam surat gugatannya, apabila Para Tergugat tidak juga mengindahkan kewajiban menandatangani Akte Jual Beli, maka Penggugat memohon juga agar Pengadilan: “memerintahkan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sukabumi atau instansi terkait untuk melakukan peningkatan hak atas tanah tersebut dan/atau menerbitkan Sertifikat Hak Milik tanpa persetujuan dari Para Tergugat berdasarkan putusan atas perkara ini.”—Suatu rumusan kurang efektif, ketimbang meminta Majelis Hakim agar menyatakan amar putusan berlaku sebagai kuasa mutlak untuk AJB.
Memang, salah satu butir petitum yang diminta Penggugat ialah agar pengadilan memutuskan: “Menetapkan dan memerintahkan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sukabumi atau instansi terkait untuk menerbitkan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama PT. Sinar Timur Industrindo terhadap tanah persil Nomor 29 Kohir nomor 2965 seluas 800 m2 dan Persil Nomor 29 Kohir nomor 860 seluas 5.000 m2 yang terletak di ... , apabila Para Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya untuk menandatangani Surat Pelepasan Hak atau Akta Jual Beli kedua tanah tersebut dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah selama 30 hari sejak perkara ini mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Namun terhadap gugatan Penggugat, Pengadilan Negeri Cibadak kemudian menjatuhkan Putusan Nomor 22/Pdt.G/2013/PN.Cbd, tanggal 24 Juli 2014, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Bahwa Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 12 tanggal 25 Juni 2010 tersebut tidak dibacakan oleh Notaris (Turut Tergugat) kepada Penjual (Tergugat I dan Tergugat II) sehingga pihak Tergugat I dan Tergugat II tidak mengetahui secara jelas isi dari Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 12 tanggal 25 Juni 2010 tersebut, dan Notaris (Turut Tergugat) juga tidak memberi Salinan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 12 tanggal 25 Juni 2010 tersebut kepada Tergugat I dan Tergugat II dan baru 3 (tiga) tahun kemudian Tergugat I dan Tergugat II memperoleh Salinan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 12 tanggal 25 Juni 2010 tersebut dari Notaris (Turut Tergugat) setelah melalui berbagai cara dan upaya;
“Bahwa uang yang diterima oleh Tergugat I dan Tergugat II dari Penggugat sebesar Rp174.000.000,00 sesuai kwitansi (Receipt) dari PT. Sinar Timur Industrindo (Penggugat) tertanggal 25 Juni 2010, dan sebesar Rp406.000.000,00 dibayar setelah mendapat hasil ukur dari BPN Kabupaten Sukabumi, sehingga totalnya sebesar Rp580.000.000,00 bukan sebesar Rp725.000.000,00 sebagaimana yang didalilkan oleh penggugat;
MENGADILI :
Menolak gugatan Penggugat seluruhnya.”
Dalam tingkat banding atas permohonan Penggugat, putusan Pengadilan Negeri kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Bandung sebagaimana Putusan Nomor 40/Pdt/2015/PT.Bdg, tanggal 24 Maret 2015, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
I. Menerima permohonan banding dari Pembanding, semula Penggugat tersebut;
II. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Cibadak, tanggal 24 Juli 2014 Nomor 22/Pdt.G/2013/PN CBD yang dimohonkan banding tersebut;
Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sah dan mengikat akta perjanjian pengikatan jual beli Nomor 12 tanggal 25 Juni 2010 antara Pembanding, semula Penggugat dengan para Terbanding semula Tergugat I dan Tergugat II atas 2 (dua) bidang tanah sebagai berikut:
a) Tanah seluas 800 m2 persil Nomor 29 D I Kohir Nomor 2965 dengan batas-batas: ...  Terletak di ... ;
b) Tanah seluas 5000 m2 persil nomor 29 Kohir Nomor 860 D II dengan batas-batas: ... ; Terletak di ... ;
3. Menyatakan sah dan berharga kwitansi tanda pembayaran uang dari PT Sinar Timur Industrindo yang diterima oleh Yenny Kurniati atas 2 (dua) bidang tanah jumlah seluas 5800 m2 atas
- Tanah seluas 800 m2 persil Nomor 29 D I Kohir Nomor 2965 kwitansi tanggal 25 Juni 2010;
- Tanah seluas 5000 m2 persil Nomor 29 D II Kohir Nomor 860 kwitansi tanggal 16 Juli 2010;
4. Menyatakan para Tergugat telah melakukan ingkar janji (wanprestasi) yang mengakibatkan kerugian pihak Penggugat;
5. Menghukum para Terbanding semula Tergugat I dan Tergugat II untuk memenuhi kewajibannya menandatangani Akte Jual Beli (AJB) atau Surat Pelepasan Hak (SPH) atas kedua tanah disebutkan diatas dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);
6. Menghukum dan memerintah para Terbanding semula Tergugat I dan Tergugat II untuk mengosongkan dan menyerahkan kedua bidang tanah dimaksud kepada Pembanding, semula Penggugat;
7. Menghukum para Terbanding semula Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar uang paksa (Dwangsom) kepada Pembanding, semula Penggugat sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) untuk setiap harinya atas keterlambatan melaksanakan isi putusan ini, terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap;
8. Menghukum pula para Terbanding semula Tergugat I dan Tergugat II membayar biaya perkara;
9. Menolak untuk Selebihnya.”
Sejatinya, putusan korektif yang dijatuhkan Pengadilan Tinggi, tidak membawa dampak krusial bagi Penggugat, karena permintaan dalam gugatan agar pengadilan memerintahkan Kantor Pertanahan untuk menerbitkan sertifikat hak atas tanah atas nama Penggugat, tidak dikabulkan. Namun, petitum yang dirumuskan dalam gugatan tidak juga meminta agar amar putusan berlaku pula sebagai surat kuasa membuat AJB, sehingga yang semestinya lebih tepat mengajukan kasasi ialah pihak Penggugat.
Senyatanya hanya Tergugat yang mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa oleh karena Penggugat telah berhasil membuktikan dalil gugatannya, bahwa selaku pembeli objek sengketa berdasarkan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Nomor 12 Tanggal 25 Juni 2010, Penggugat telah membayar lunas harga objek sengketa kepada Tergugat I dan Tergugat II selaku penjual, sehingga tidak ditandatanganinya Akta Jual Beli dan Pelepasan Hak oleh Tergugat I dan Tergugat II merupakan tindakan ‘wanprestasi’, sebaliknya bantahan Tergugat I dan Tergugat II yang menyatakan bahwa harga objek sengketa yang telah dibayar (bukti P4 dan P5) oleh Penggugat tidak sesuai dengan yang diperjanjikan (bukti T.7) tidak dapat dibenarkan, karena bukti kwitansi (T.7) merupakan pernyataan dari si penerima uang (P1 dan P2) dengan menandatangani kwitansi tersebut, sehingga pernyataan yang terkandung dalam kwitansi tersebut tidak dapat dijadikan bukti oleh yang bersangkutan karena tidak mengikat kepada yang bersangkutan (penerima uang) akan tetapi hanya mengikat kepada pihak dari mana uang tersebut diterima, untuk itu bukti Tergugat I dan Tergugat II (T.7) harus dikesampingkan, sebagaimana pertimbangan Judex Facti (Pengadilan Tinggi) telah tepat dan benar serta tidak bertentangan dengan hukum;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, ternyata putusan Judex Facti/Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi 1. Jenni Kurniati, 2. M. Harry Subiyanto tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. JENNI KURNIATI, 2. M. HARRY SUBIYANTO tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.