Tanggung Renteng Dokter dan Rumah Sakit

LEGAL OPINION
Vicarious Liability Rumah Sakit
Question: Memang, pada awalnya keluarga kami memilih rumah sakit itu karena melihat nama besar dokternya. Namun kemudian ketika terjadi pelayanan pengobatan yang tidak layak, apa pihak rumah sakit bisa berkelit dari tanggung jawab, dengan mengatakan bahwa rumah sakit tidak bertanggung jawab atas salah penanganan dokter maupun perawat yang berpraktik di tempat itu?
Brief Answer: Rumah Sakit bertanggungjawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit—berdasarkan kewajiban lembaga untuk membina, mengawasi, mengayomi, serta menertibkan setiap tenaga medisnya.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi konkret berikut SHIETRA & PARTNERS harapkan dapat mencerminkan, sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Medan sengketa medik register Nomor 417/Pdt.G/2012/PN.Mdn tanggal 27 Maret 2013, perkara antara:
- MARIANI SIHOMBING, sebagai Penggugat; melawan
1. dr. HOTMA PARTOGI PASARIBU, SpOG, selanjutnya disebut sebagai Tergugat I;
2. PIMPINAN RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH, selaku Tergugat II;
3. dr. PAULUS DAMANIK, SpOG, sebagai Turut Tergugat.
Tergugat I sebagai Dokter Spesialis Kandungan, dinilai tidak secara benar dan kurang hati-hati melakukan tindakan operasi pengangkatan rahim Penggugat tanpa lebih dahulu melakukan observasi dan penelitian secara mendalam terhadap kondisi fisik Penggugat yang mengakibatkan Penggugat cacat seumur hidup.
Sementara terhadap Tergugat II, selaku institusi Rumah Sakit, telah melakukan kerja sama dengan Tergugat I berupa penyediaan fasilitas operasi tanpa melakukan pengawasan atau setidak-tidaknya memberikan informasi yang benar kepada Tergugat I maupun kepada Penggugat, sehingga mengakibatkan Penggugat menderita cacat untuk seumur hidupnya.
Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat dalam bantahannya, masing-masing menyangkal gugatan Penggugat, dan menyatakan bahwa perbuatan Tergugat I dan Tergugat II bukanlah merupakan perbuatan melawan hukum, melainkan hanya merupakan pelanggaran administrasi.
Dalam sanggahannya, pihak Tergugat juga menyatakan bahwa gugatan Penggugat tidak didukung oleh logika medis dan logika hukum yang benar, bahkan Penggugat telah menggeneralisasi setiap adverse event sebagai malpraktek.
Dimana terhadapnya, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa setelah menelaah gugatan Penggugat dan  jawab-menjawab kedua belah pihak, maka persoalan pokok dalam perkara ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
“Apakah Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum, sehingga merugikan Penggugat?
“Menimbang, bahwa terlebih dahulu dipertimbangkan apakah Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum?
“Menimbang, bahwa Pasal 1365 KUHPerdata menentukan sebagai berikut: ‘Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian tersebut, mengganti kerugian.’
“Menimbang, bahwa Pasal 1366 KUHPerdata menentukan sebagai berikut: ‘Setiap orang bertanggungjawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya.’
“Menimbang, bahwa dengan demikian suatu perbuatan merupakan perbuatan melawan hukum apabila memenuhi syarat atau kriteria sebagai berikut:
1. Perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum;
2. Adanya kesalahan;
3. Adanya kerugian yang ditimbulkan;
4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian;
“Menimbang, bahwa sesuai dengan perkembangan ilmu hukum dan yurisprudensi, kriteria perbuatan melawan hukum telah mengalami perubahan, sehingga tidak saja melanggar perundang-undangan (dalam arti sempit), tetapi juga melanggar hukum tidak tertulis (dalam arti luas), sehingga terdapat 4 (empat) kriteria perbuatan melawan hukum, yaitu:
1. Bertentangan dengan kewajiban si pelaku, atau
2. Melanggar hak subyektif orang lain, atau
3. Melanggar kaidah tata susila, atau
4. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap harta benda orang lain;
“Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya telah menuntut Tergugat I selaku dokter agar dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan atau tindakan medis harus mempedomani etika kedokteran yang telah ditetapkan dan harus bekerja secara profesional serta harus mempedomani kaidah-kaidah hukum yang berlaku, agar pelayanan kesehatan atau tindakan medis yang dilakukannya tidak melanggar etik kedokteran dan kaidah profesi serta kaidah hukum yang berlaku;
“Menimbang, bahwa seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi (vide Pasal 2 Kode Etik Kedokteran Indonesia jo. Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran);
“Menimbang, bahwa dengan demikian perlu dipertimbangkan apakah Tergugat I selaku dokter dalam melakukan pelayanan kesehatan atau tindakan medis terhadap Penggugat selaku pasien tersebut telah sesuai dengan standar profesinya?
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat maupun saksi-saksi yang diajukan oleh Tergugat I, Tergugat II dan Turut Tergugat, ternyata Tergugat I selaku dokter yang merawat dan menangani Penggugat (pasien) telah melakukan tindakan medis berupa operasi pengangkatan rahim tanpa terlebih dahulu melakukan tindakan kuretase, sehingga tindakan Tergugat I tersebut mengakibatkan Penggugat mengalami gangguan pada kantong kemih;
“Menimbang, bahwa atas tindakan Tergugat I tersebut, kemudian keluarga Penggugat menyampaikan pengaduan, sehingga dilakukan pemeriksaan di Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dan selanjutnya Majelis Pemeriksa Disiplin berpendapat bahwa Teradu (Tergugat I) seharusnya melakukan kuretase diagnostik sebelum melakukan operasi histerektomi. Jika Pasien (Penggugat) menolak tindakan kuretase, maka Teradu (Tergugat I) harus menolak permintaan Pasien untuk dioperasi langsung;
“Menimbang, bahwa sesuai dengan bukti P-1 (sama dengan bukti T.I/T.II-1) dan bukti P-2, Majelis Pemeriksa Disiplin pada MKDKI memutuskan sebagai berikut :
1. Terhadap Teradu, dokter Hotma Partogi Pasaribu, spesialis obstetric ginekologi ditemukan pelanggaran disiplin profesi kedokteran yaitu pada butir 6 Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 17/KKI/Kep/VIII/2006 tentang Pedoman Penegakan Disiplin Profesi Kedokteran, yang berbunyi: ‘Dalam penatalaksanaan pasien, melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggungjawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau pemaaf yang sah, sehingga dapat membahayakan pasien, dalam hal ini tidak melakukan tindakan yang tepat terhadap keadaan yang memerlukan intervensi.’
2. Menjatuhkan sanksi terhadap Teradu, dokter Hotma Partogi Pasaribu spesialis obstetri ginekologi berdasarkan point 1 di atas, berupa:
- Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi selama 2 bulan.
- Keputusan ini diberlakukan sejak diterbitkannya penetapan pelaksanaan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
3. Bahwa pelanggaran Teradu pada butir 1 diatas tidak diartikan sebagai “culpa” (lalai), maupun “opzet” (sengaja), juga bukan merupakan pelanggaran dalam arti “opzet bij mogelijkheid” (keinsyafan akan kemungkinan) dan melawan hukum, baik dalam Hukum Pidana (wederechtelijk) maupun Hukum Perdata (onrechtmatigedaad) dalam pengertian malpraktik kedokteran secara hukum. “Pelanggaran” tersebut terbatas pada Norma Disiplin Adminstratif, sehingga tidak serta merta dapat diartikan sebagai “Pelanggaran” maupun “Perbuatan Melawan Hukum” yang memerlukan persyaratan luas berupa “Professional Competency of Experts” dan “Geographic Competency of Experts” .
4. Memerintahkan agar seluruh alat bukti tetap berada di dalam berkas pemeriksaan.
5. Memberikan salinan keputusan ini hanya kepada Teradu dan Konsil Kedokteran Indonesia.
“Menimbang, bahwa meskipun Putusan MKDKI menyatakan bahwa ditemukan pelanggaran disiplin profesi kedokteran, sehingga tindakan Tergugat I merupakan pelanggaran pada norma disiplin administratif, namun tindakan Tergugat I tersebut bertentangan dengan asas ketelitian dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki oleh seorang dokter sesuai standar profesinya, yaitu melakukan yang seharusnya tidak dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggungjawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar atau alasan pemaaf;
“Menimbang, bahwa selain itu berdasarkan keterangan ahli DR. SABIR ALWI, SH, MH menyatakan Tergugat I terbukti tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan. Operasi pengangkatan rahim terhadap Penggugat yang dilakukan oleh Tergugat I seharusnya melalui tahapan-tahapan yang telah ditetapkan sesuai standar profesi kedokteran. Meskipun Penggugat minta dilakukan operasi pengangkatan rahim, namun seharusnya Tergugat I meyakinkan Penggugat bahwa terlebih dahulu harus dilakukan tindakan kuretase, tetapi ternyata Tergugat I melakukan operasi pengangkatan rahim, sehingga dalam hal ini Tergugat I tidak melakukan salah satu tahapan, yaitu tindakan kuretase;
“Menimbang, bahwa dengan demikian, meskipun telah ada instruksi dokter yang menganjurkan agar Penggugat terlebih dahulu dilakukan kuretase, namun Penggugat tidak bersedia dilakukan tindakan kuretase dan Penggugat minta langsung dilakukan operasi pengangkatan rahim (bukti T.I/T.II-3 dan bukti T.I/T/II-4) dan telah ada persetujuan tindakan medis dari suami Penggugat (bukti T.I/T.II-5), akan tetapi Tergugat I melakukan operasi pengangkatan rahim tanpa terlebih dahulu melakukan tindakan kuretase, hal tersebut tidak sesuai dengan standar profesi kedokteran;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan tersebut, maka perbuatan Tergugat I yang telah melakukan operasi pengangkatan rahim tanpa terlebih dahulu melakukan kuretase, sehingga mengakibatkan Penggugat mengalami gangguan pada kantong kemih atau mengakibatkan hal yang tidak diharapkan, perbuatan Tergugat I tersebut dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa perbuatan Tergugat I tersebut dilakukan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan sebagai tempat Tergugat I bekerja, sehingga terdapat hubungan kerja antara Tergugat I dengan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tersebut;
“Menimbang, bahwa rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan atau penyedia jasa medis mempunyai kewajiban-kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, antara lain berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminatif dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, selain itu juga berkewajiban membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit sebagai acuan dalam melayani pasien;
“Menimbang, bahwa Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, menentukan sebagai berikut: ‘Rumah Sakit bertanggungjawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.’
“Menimbang, bahwa selain itu berdasarkan doktrin respondeat superior dan sesuai dengan perkembangan hukum kesehatan serta kecanggihan teknologi kedokteran, maka rumah sakit tidak dapat melepaskan diri dari tanggungjawab pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, termasuk tenaga medis, yang bekerja di rumah sakit tersebut, sepanjang hal tersebut merupakan tugasnya;
“Menimbang, bahwa mengenai tanggungjawab dalam hukum perdata, rumah sakit sebagai badan hukum bertanggungjawab atas tindakan orang-orang yang bekerja di dalamnya (respondeat superior) sebagaimana diatur dalam Pasal 1365, Pasal 1366, dan Pasal 1367 KUHPerdata;
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat I telah dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum, sedangkan Tergugat I sebagai tenaga kesehatan telah melakukan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan, maka Tergugat II harus bertanggungjawab pula atas perbuatan Tergugat I, sehingga Tergugat II harus pula bertanggungjawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan tersebut, maka Tergugat I dan Tergugat II harus dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang, bahwa selanjutnya dipertimbangkan mengenai petitum gugatan Penggugat yang menuntut agar Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng dihukum membayar kerugian materiil maupun immateriil yang dialami Penggugat;
“Menimbang, bahwa sesuai dengan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat, yaitu saksi Maryam Girsang, saksi Sangapan Ronald Hotmala Sinambela dan saksi Parbuntian Sinambela, menerangkan bahwa operasi pengangkatan rahim tersebut telah mengakibatkan Penggugat mengalami gangguan pada kantong kemih, sehingga Penggugat harus menjalani pengobatan atau perawatan berikutnya, bahkan pada tubuh Penggugat telah dipasang selang / kateter silikon untuk menyalurkan air kencing;
“Menimbang, bahwa selain itu berdasarkan keterangan saksi dokter Sumiardi Karakata, SpOG, sebagai dokter yang merawat dan yang melakukan penggantian selang/kateter, menerangkan bahwa Penggugat telah menjalani operasi dan pada tubuh Penggugat telah dipasang selang sebagai saluran pembuangan air kencing, sifatnya permanen, selang tersebut harus diganti secara rutin, dalam tenggang waktu maksimal 2 (dua) bulan, jika selang tidak diganti akan menimbulkan resiko dan setiap melakukan penggantian selang ke dokter memerlukan biaya Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);
“Menimbang, bahwa oleh karena Tergugat I dan Tergugat II telah dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum, maka Tergugat I dan Tergugat II harus dibebani membayar ganti kerugian kepada Penggugat;
“Menimbang, bahwa untuk menentukan ganti kerugian materiil tersebut haruslah dibuktikan adanya kerugian yang nyata dan jumlahnya yang pasti;
“Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh Penggugat, yaitu bukti P-3 s/d P-9, bukti P-11 s/d P-21, bukti P-24 s/d P-26, bukti P-31, bukti P-33 s/d P-35 dan bukti P-41, ternyata telah ada pengeluaran biaya-biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan Penggugat serta biaya-biaya lainnya;
“Menimbang, bahwa namun demikian, berdasarkan keterangan saksi ... selaku anak kandung Penggugat dan keterangan saksi ...  selaku suami Penggugat, masing-masing menerangkan bahwa biaya-biaya tersebut telah ditanggung sebagian oleh keluarga Penggugat dan sebagian lagi telah ditanggung oleh perusahaan tempat kerja suami Penggugat yaitu PLN, sedangkan tidak ada rincian yang jelas dan pasti mengenai jumlah biaya-biaya yang ditanggung oleh keluarga Penggugat maupun yang ditanggung oleh perusahaan tempat kerja suami Penggugat, yaitu PLN;
“Menimbang, bahwa mengenai tuntutan pembayaran ganti kerugian yang akan dikeluarkan atau biaya yang belum dikeluarkan oleh Penggugat, oleh karena jumlahnya belum jelas dan belum pasti, maka hal tersebut tidaklah dapat dibebankan kepada Tergugat I dan Tergugat II;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana diuraikan tersebut, maka tuntutan ganti kerugian materiil yang diajukan oleh Penggugat tidak beralasan menurut hukum dan oleh karena itu harus ditolak;
“Menimbang, bahwa berikutnya dipertimbangkan mengenai pembayaran ganti kerugian immateriil yang dituntut oleh Penggugat terhadap Tergugat I dan Tergugat II;
“Menimbang, bahwa untuk menentukan kerugian immateriil tersebut tidaklah ada kriteria yang jelas dan pasti, tetapi dapat didasarkan pada keadaan-keadaan Penggugat sesudah Penggugat menjalani operasi pengangkatan rahim yang mengakibatkan gangguan pada kantong kemih;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat dan bukti P-42 berupa foto kateter silikon yang dipasang di sebelah kiri dan kanan tubuh Penggugat serta setelah Majelis Hakim melihat secara langsung kateter yang ada pada tubuh Penggugat tersebut, maka keadaan Penggugat yang demikian itu dapat mengakibatkan kurang nyaman pada diri Penggugat dan dapat mengurangi rasa percaya diri serta dapat mengganggu aktifitas Penggugat sehari-hari sebagai guru maupun sebagai ibu rumah tangga;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keadaan-keadaan Penggugat tersebut, maka cukup layak dan pantas apabila jumlah ganti kerugian immateriil yang harus dibayar oleh Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng kepada Penggugat ditetapkan sebesar Rp. 200.000.000 ,- (dua ratus juta rupiah);
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan tersebut, maka gugatan Penggugat dapat dikabulkan untuk sebagian dan ditolak untuk selebihnya;
“Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat dikabulkan sebagian, sedangkan Tergugat I dan Tergugat II berada di pihak yang kalah, maka biaya perkara ini harus dibebankan secara tanggung renteng kepada Tergugat I dan Tergugat II;
“Menimbang, bahwa terkait dengan Turut Tergugat sebagai dokter yang dalam tahap awal telah memberikan pelayanan kesehatan terhadap Penggugat juga harus menggunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan Penggugat sebagai pasiennya, sehingga sesuai dengan Pasal 10 Kode Etik Kedokteran Indonesia, dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut;
“Menimbang, bahwa dengan demikian, maka Turut Tergugat yang telah merujuk Penggugat untuk melakukan pemeriksaan atau pengobatan kepada Tergugat I dan Tergugat II, harus dihukum untuk mematuhi isi putusan ini;
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum;
3. Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum Keputusan Majelis Kehormatan Disipiln Kedokteran Indonesia Nomor 24/P/MKDKI/VIII/2009 tanggal 31 Maret 2011;
4. Menyatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum Keputusan Majelis Pemeriksa Disiplin (MPD) yang dibacakan pada tanggal 28 Oktober 2011;
5. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng membayar ganti kerugian immateriil kepada Penggugat sebesar Rp. 200.000.000 ,- (dua ratus juta rupiah);
6. Menghukum Turut Tergugat untuk mematuhi isi putusan ini;
7. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 928.500,-;
8. Menolak gugatan Penggugat untuk selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.