Tak Hadir Saat Bipartit, Dianggap Menolak Berunding

LEGAL OPINION
Question: Kalau secara urutan kan, prosedurnya perundingan bipartit dulu, baru bisa perundingan tripartit sebelum bersengketa di PHI (Pengadilan Hubungan Industrial). Sementara untuk mengajak pihak perusahaan untuk mau mengadakan bipartit ataupun tanda-tangan berita acara perundingan, tidak pernah mau mereka. Apa boleh dan tidak berisiko, bila langsung tripartit karena tidak kooperatifnya pihak perusahaan atas permohonan perundingan bipartit yang diajukan kawan-kawan pekerja?
Brief Answer: Setidaknya diupayakan dahulu, ajakan melakukan perundingan bipartit, bila tiada respon ataupun itikad baik dari salah satu pihak, maka demi rasionalisasi, PHI akan memaknai bahwa pihak yang tidak hadir dalam perundingan bipartit dianggap menolak untuk berunding, sehingga pihak yang merasa dirugikan dapat langsung memohon pencatatan perselisihan pada lembaga yang berwenang dibidang ketenagakerjaan guna perundingan tripartit sebelum berlanjut pada proses gugat-menggugat di PHI.
Bahkan, dalam beberapa putusan Mahkamah Agung RI, tren-nya ialah, pengadilan hanya mensyaratkan berita acara / risalah perundingan Tripartit dan Anjuran Mediator pada Disnaker sebagai prasyarat mutlak mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian sengketa hubungan industrial, sehingga tidak lagi bergantung pada itikad baik pihak-pihak yang belum tentu akan kooperatif dalam perundingan Bipartit.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS akan merujuk pada putusan Pengadilan Hubungan Industrial Bandung sengketa ketenagakerjaan register Nomor 152/Pdt.Sus-PHI/2015/PN/BDG. tanggal 16 Desember 2015, perkara antara:
- PT. IMC TEKNO INDONESIA, sebagai Penggugat; melawan
1. DADANG SARIPUDIN; 2. YUSRI ASHADI; 3. DENIS SURYA SAPUTRA; 4. DEDI SUPRIADI, warga negara Indonesia; 5. ESA JUARSA; 6. TOTO SOHAEBUL T., selaku Para Tergugat.
Penggugat adalah perusahaan PMA yang bergerak dibidang usaha plastik injection moulding, dimana Para Tergugat merupakan pegawai. Dimana terhadap gugatan pihak Pengusaha, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Penggugat dalam gugatannya pada pokoknya telah mendalilkan hal-hal sebagai berikut:
“Menimbang, Bahwa para Tergugat dalam Konvensi di-putuskan hubungan kerjanya karena melakukan aksi mogok kerja spontan (mogok kerja tidak sah / ilegal) pada 23 April 2012, mogok nasional 30 November 2013 sehingga Penggugat mengalami kerugian materiil dan immateriil karena tidak dapat melakukan proses produksi, dengan demikian mogok kerja yang dilakukan para Tergugat melanggar pasal 137 UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dan Kepmennaker RI No. 232 Tahun 2003 Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 6 yang berbunyi mogok kerja yang dilakukan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dikualifikasikan sebagai mangkir;
“Menimbang, Bahwa mogok kerja yang dilakukan oleh para Tergugat dalam Konvensi dengan melanggar hukum merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Perusahaan periode 2014-2015 Pasal 17 angka 4 menolak perintah yang layak dan Pasal 18 angka 6 membujuk teman sekerja atau pengasutan untuk melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sanksinya adalah pemutusan hubungan kerja;
“Menimbang, bahwa para Tergugat selalu datang di halaman depan perusahaan sehingga menimbulkan ketidak-nyamanan Penggugat untuk melakukan usaha, sehingga Penggugat mempunyai itikad baik yaitu pada tanggal 25 November 2014 mencabut surat Pemutusaan Hubungan Kerja oleh karenanya status hubungan kerja sejak tanggal 25 November 2014 belum terputus namun setelah dicabut surat putusan Pemutusan Hubungan Kerja tersebut para Tergugat tetap tidak masuk bekerja malah pada tanggal 18 Desember 2014 para Terggugat melakukan unjuk rasa di depan perusahaan dengan membawa pekerja dari luar perusahaan dan hal itu dilakukan berulang ulang kali serta meneriaki pekerja lain yang bermaksud untuk bekerja, yang merupakan tindakan intimidasi pekerja yang mau bekerja hal ini melanggar Pasal 18 angka 5 Peraturan Perusahaan tahun 2014-2015;
“Menimbang, bahwa Penggugat melakukan itikad baik dengan melakukan pemanggilan kepada para Tergugat sebanyak 3 kali yaitu pada tanggal 3, 5 dan tanggal 8 Desember 2014 akan tetapi para Tergugat tidak mau hadir, Penggugat berupaya mengajak para Tergugat untuk melakukan bipartit sebanyak 2 kali yaitu melalui surat panggilan tertanggal 2 Desember 2014 dan tanggal 6 Desember 2014 dan oleh karena para Tergugat tidak hadir maka panggilan dilakukan melalui surat kabar spirit karawang sebanyak 2 kali yaitu pada tanggal 13 Maret dan 17 Maret 2015;
“Menimbang, bahwa itikad baik Penggugat tidak ditanggapi dengan baik oleh para Tergugat maka berdasarkan Pasal 168 ayat 1 UU No 13 tahun 2003 pekerja yang mangkir selama 5 hari kerja/lebih berturut turut tanpa keterangan secara tertulis dan dilengkapi dengan bukti yang sah dan setelah dipanggil oleh Pengusaha dua kali secara patut dan tertulis dapat diputuskan hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri jo. Peraturan Perusahaan Pasal 43 ayat 2 huruf b periode 2014-2015.
“Menimbang, bahwa atas gugatan Penggugat tersebut didalam jawabannya para Tergugat telah membantah dalil-dalil gugatan Penggugat dengan mengemukakan hal-hal yang pada pokoknya sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa, unjuk rasa yang dilakukan bukan pada tanggal 23 April 2012 melainkan pada tanggal 23 April 2013 yang dilakukan karena terkait pelanggaran Perjanjian Kerja yang dilakukan oleh PT. IMC Tekno Indonesia yang didasarkan pada UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum dan unjuk rasa pada tanggal 23 April 2013 tersebut telah mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam Perjanjian Bersama yang isinya antara lain bahwa Perusahaan tidak melakukan tindakan balasan diskriminasi dan intimidasi dalam bentuk apapun pasca kegiatan unjuk rasa tanggal 23 April 2013 baik pemotongan upah, demosi, mutasi, PHK dan lain–lain;
“Menimbang, bahwa para Tergugat diberikan surat pemutusan hubungan kerja oleh Penggugat dengan alasan bukan karena mogok kerja / unjuk rasa yang dilakukan oleh para Tergugat melainkan mengenai telah terjadi pelanggaran Pasal 18 Ayat 2 dan Ayat 6 Peraturan Perusahaan PT. IMC Tekno Indonesia yaitu mengenai pelanggaran berat dan mengenai PUK SPAMK FSPMI PT. IMC Tekno Indonesia serta menganggap semua kesepakatan yang telah ditandatangani dengan PUK SPAMK FSPMI PT. IMC Tekno Indonesia batal demi hukum.
“Menimbang, bahwa pada tanggal 25 November 2014 tidak pernah ada surat pencabutan pemutusan hubungan kerja yang diberikan kepada para Tergugat, faktanya yang diberikan adalah surat perihal permohonan berunding;
“Menimbang, bahwa pada tanggal 24 November 2014 PUK telah melayangkan surat permohonan berunding untuk membahas pemutusan hubungan kerja yang terjadi akan tetapi Penggugat tidak menanggapinya sehingga pemutusan hubungan kerja secara sewenang-wenang tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah tindakan yang melanggar hukum yaitu Pasal 155 ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 bahwa pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 Ayat 3 batal demi hukum maka berdasarkan Pasal 155 Ayat 2 UU No. 13 tahun 2003 baik Pengusaha dan pekerja harus tetap menjalankan kewajibannya artinya Penggugat harus tetap membayar upah beserta hak-hak lainnya yang diterima para Tergugat sedangkan kewajiban para Tergugat sejak di-putuskan hubungan kerjanya secara sepihak tidak diperbolehkan untuk masuk bekerja dan upah para Tergugat yang belum dibayarkan adalah bulan Desember 2014 dan bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2015;
“Menimbang, bahwa setelah meneliti seluruh isi gugatan Penggugat dan jawaban dan para Tergugat yang diajukan oleh kedua belah pihak secara seksama, maka persoalan yang paling pokok dan fundamental yang harus dipertimbangkan adalah tentang ‘Apakah Pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh Penggugat terhadap Para Tergugat dengan dikualifikasikan mengundurkan diri, dapat dibenarkan menurut hukum’?
“Menimbang, bahwa dari dalil - dalil gugatan Penggugat serta dalil dalil bantahan para Tergugat sebagaimana yang disebutkan diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa pemutusan hubungan kerja yang dilakukan Penggugat terhadap Para Tergugat dengan alasan Para Tergugat telah melakukan mogok kerja ilegal pada tanggal 23 April 2012 dan 30 November 2013 sehingga merugikan Penggugat, tidaklah relevan lagi untuk dipertimbangkan, mengingat pemutusan hubungan kerja tersebut oleh Penggugat telah dicabut sebagaimana terbukti berupa surat pencabutan pemutusaan hubungan kerja (Bukti P/TR-3, P/TR - 4.1 sampai dengan Bukti P/TR- 2.12 yang ditujukan kepada Para Tergugat dan pengumuman No. ... yang berbunyi sebagai berikut:
1. Perusahaan sudah menerbitkan surat pencabutan PHK terhadap 6 orang yaitu
1. DADANG SARIPUDIN, (TERGUGAT 1)
2. YUSRI ASHADI, (TERGUGAT 2)
3. DENIS SURYASAPUTRA, (TERGUGAT 3)
4. DEDI SUPRIADI, (TERGUGAT 4)
5. ESA JUARSA, (TERGUGAT 5)
6. TOTO SOHAEBUL.T, (TERGUGAT 6)
2. Dengan diterbitkannya surat tersebut perusahaan meminta kepada Pekerja tersebut diatas untuk hadir bekerja. Pengumuman ini berlaku sejak tanggal 25 Nopember 2014 apabila ada kekeliruan dikemudian hari maka akan dilakukan perubahan sebagaimana mestinya.’
“Menimbang, bahwa sekalipun surat pencabutan pemutusan hubungan kerja tersebut dibantah oleh Para Tergugat yang menyatakan bahwa surat pencabutan pemutusan hubungan kerja tersebut tidak diterima oleh Para Tergugat, namun demikian penolakan Para Tergugat untuk menerima surat Pencabutan pemutusan hubungan kerja dengan alasan agar surat tersebut diserahkan kepada Pimpinan cabang SPAMK FSPMI sebagaimana diperkuat keterangan saksi Penggugat Sdr. Karel Parlindungan yang pada pokoknya ‘membenarkan’ Para Tergugat menolak untuk menandatangani surat tanda terima adalah sikap yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum, mengingat apabila Para Tergugat masih berkeinginan untuk melanjutkan pekerjaannya seharusnya hal itu dapat diterima dengan baik, oleh karenanya dalil Para Tergugat yang mendalilkan bahwa tidak mengetahui adanya pencabutan Pemutusan hubungan kerja harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum;
“Menimbang, bahwa oleh karena pemutusan hubungan kerja telah dinyatakan dicabut sebagaimana diterangkan diatas untuk itu Majelis Hakim akan mempertimbangkan: ‘Apakah setelah pencabutan surat pemutusan hubungan kerja tersebut dapat ditindak-lanjuti atau diterima baik oleh para pihak sebagai langkah upaya agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja’?
“Menimbang, bahwa setelah surat pencabutan tersebut sebagaimana telah diumumkan berdasarkan Bukti P/TR- 3 berupa Surat Pengumuman yang dikeluarkan pada tanggal 25 Nopember 2014 dalam point 2 disebutkan bahwa perusahaan meminta kepada Para Tergugat untuk hadir bekerja;
“Menimbang, bahwa terhadap bukti T/PR-19 berupa permohonan perundingan yang ditujukan kepada Pimpinan PT. IMC Tekno Indonesia yang ditandatangan pada tanggal 24 Nopember 2014 untuk diadakan perundingan pada hari rabu, tanggal 27 Nopember 2014 guna menyelesaikan permasalahan pemutusan hubungan kerja, Majelis Hakim berpendapat bahwa surat permohonan berunding yang ditandatangani pada tanggal 24 Nopember 2014 untuk dilakukan perundingan pada tanggal 27 Nopember 2014 tidaklah relevan lagi, mengingat pada tanggal 25 Nopember 2014 Para Tergugat sudah dicabut surat pemutusan hubungan kerjanya sebagaimana telah Majelis hakim pertimbangkan diatas, oleh karenanya yang disikapi oleh Para Tergugat adalah menindak lanjuti himbauan dari Penggugat untuk masuk bekerja kembali bukan dengan cara mengirim surat untuk melakukan perundingan mengenai pemutusan hubungan kerja karena pemutusan hubungan kerja telah dicabut oleh Penggugat oleh karena setelah tanggal pengumuman 25 Nopember 2014 Para Tergugat tidak juga melakukan pekerjaannya, bahkan Para Tergugat telah mengabaikan panggilan Penggugat untuk datang pada hari Rabu tanggal 3 Desember 2014 Bukti P/TR-9.1 s/d Bukti P/TR-9.18 dan panggilan kedua pada hari Jumat tanggal 5 Desember 2014 Bukti P/TR-10.1 s/d Bukti P/TR-10.18, serta panggilan ketiga pada hari Senin tanggal 8 Desember 2014 yang kemudian disikapi oleh Para Tergugat dengan mengirimkan surat permohonan untuk bermusyawarah tertanggal 8 Desember 2014 untuk diadakan pertemuan pada hari selasa tanggal 9 Desember 2014 (Bukti T/PR-50) dan Surat permohonan bermusyawarah tertanggal 12 Desember 2014 untuk diadakan pertemuan pada hari Selasa tanggal 9 Desember 2014 (Bukti T/PR-51);
“Bahwa sikap Para Tergugat yang tidak memenuhi panggilan Penggugat yang kemudian disikapi dengan mengirimkan kembali surat permohonan untuk bermusyawarah adalah sikap yang tidak dibenarkan menurut hukum, mengingat pekerja dalam hal ini Para Tergugat merupakan pihak yang berkepentingan terhadap kelangsungan hubungan kerjanya oleh karenanya Para Tergugat-lah yang wajib untuk memenuhi panggilan Penggugat, oleh karenanya Para Tergugat tidak memenuhi panggilan Penggugat sebagaimana telah majelis hakim pertimbangkan diatas;
“Menimbang, bahwa pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 25 Nopember 2014 telah dicabut dan para Tergugat setelah dicabutnya surat pemutusan hubungan kerja tidak juga menjalankan kewajibannya untuk bekerja dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan bahwa para Tergugat tidak menunjukkan itikad baiknya sebagaimana ketentuan Pasal 151 ayat (1) UU No.13 Tabun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
“Menimbang, bahwa oleh karena Penggugat telah pula melakukan pemanggilan sebanyak 3 kali yaitu pada tanggal 3, 5, dan tanggal 8 Desember 2014 sebagaimana yang telah dipertimbangkan diatas Majelis Hakim berpendapat bahwa dengan telah dicabutkan surat pemutusan hubungan kerja Para Tergugat tidak menjalankan kewajibannya lebih dari lima hari berturut-turut dan juga telah dilakukan pemanggilan sebanyak 3 kali maka berdasarkan ketentuan pasal 168 ayat 1 UU No. 13 tahun 2003 Para Tergugat dikualifikasikan mengundurkan diri;
“Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas dan faktanya hubungan kerja antara Penggugat dengan para Tergugat sudah tidak harmonis lagi, dan apabila tetap dipertahankan justru akan menimbulkan ketidak-pastian, maka cukup beralasan bagi Majelis Hakim untuk menyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dan para Tergugat dapat dikabulkan dengan kualifikasi mengundurkan diri masing-masing sebagai berikut:
1. Dadang Saripudin, (Tergugat 1) dinyatakan mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 13 Januari 2015;
2. Yusri Ashadi, (Tergugat 2) dinyatakan mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 03 Februari 2015;
3. Denis Surya Saputra, (Tergugat 3) dinyatakan mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 03 Februari 2015;
4. Dedi Supriadi, (Tergugat 4) dinyatakan mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 03 Februari 2013;
5. Esa Juarsa, (Tergugat 5) dinyatakan mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 13 Januari 2015;
6. Toto Sohaebul.T, (Tergugat 6) dinyatakan mengundurkan diri terhitung sejak tanggal 05 Desember 2014;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 168 ayat (3) UU No. 13 tahum 2003 Para Tergugat yang diputus hubungan kerjanya dengan dikualifikasikan mengundurkan diri berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat 4 dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanannya diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama;
“Menimbang, bahwa terhadap Para Tergugat yang telah dikualifikasi mengundurkan diri serta berdasarkan Pasal 156 ayat 4 berhak atas cuti tahun yang belum diambil atau belum gugur, biaya ongkos pulang Para Tergugat ketempat dimana para Terggugat diterima bekerja serta biaya penggantian hak, terhadap hak-hak tersebut oleh karena dalam persidangan tidak dapat terungkap adanya fakta-fakta dan merupakan bukti berapa banyak sisa cuti Para Tergugat yang belum diambil atau belum gugur serta dimana Para Tergugat diterima bekerja maka Majelis Hakim berpendapat bahwa hal itu tidak dapat dipertimbangkan karena tidak cukup bukti mengenai hal itu oleh karenanya mengenai uang cuti tahunan dan biaya penggantian ongkos pulang sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 156 ayat 4 A dan B tidak dapat dipertimbangkan untuk dikabulkan. [Note SHIETRA & PARTNERS: Beban pembuktian untuk sisa cuti tahunan maupun ongkos biaya pemulangan, semestinya dibebankan kepada pihak Pengusaha, karena tidak mungkin kalangan Pekerja dapat membuktikan.]
“Menimbang, bahwa sedangkan mengenai uang penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan sebesar 15 % dari uang pesangon dan penghargaan masa kerja sebagaimana diatur dalam pasal 156 ayat 4 C Majelis Hakim berpendapat bahwa Para Terggugat berhak atas uang penggantian perumahan, pengobatan dan perawatan sebesar 15 %;
“Menimbang, bahwa peraturan perusahaan PT. IMC Tekno Indonesia Pasal 43 ayat 2 B yang menyebutkan bahwa pekerja yang dikualifikasikan mengundurkan diri maka kepada pekerja / buruh diberikan uang pisah, yang besarnya ditetapkan sebagai berikut:
a. Masa Kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 10 tahun diberikan 50 % dari upah pekerja / buruh;
b. Masa kerja 10 tahun atau lebih diberikan 1 bulan upah;
“Menimbang, bahwa oleh karena uang pisah telah diatur dalam peraturan perusahaan PT. IMC Tekno Indonesia maka Para Tergugat berhak atas uang pisah;
“Menimbang, bahwa Sdr. Denis Surya Saputra, Sdr. Deni Supriadi dan Sdr. Toto Sohaebul. T Tidak mendapatkan uang pisah karena masa kerjanya belum memenuhi syarat untuk mendapatkan uang pisah sebagaimana diatur dalam peraturan perusahaan PT. IMC Tekno Indonesia pasal 43 ayat 2 B;
“Menimbang, bahwa oleh karena telah dinyatakan putus hubungan kerja antara Penggugat dan para Tergugat masing-masing sebagai berikut Sdr. ... , dinyatakan mengundurkan diri terhitung sejak tanggal ... , Sdr.Yusri Ashadi, ... , maka Majelis Hakim berpendapat bahwa sejak saat itu berakhir pula hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan demikian untuk selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 93 ayat (1) berlakulah azas no work no pay yaitu upah tidak dibayar apabila pekerja / buruh tidak melakukan pekerjaan;
“Menimbang, bahwa mengenai dalil gugatan Penggugat tidak dilengkapi risalah bipartit hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 6 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 2 Tahun 2004 yang wajib dilampirkan berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat 1 dan wajib mengembalikan berkasnya kepada instansi yang bertanggung-jawab dibidang ketenagakerjaan untuk dilengkapi, oleh karena itu gugatan tidak memenuhi syarat untuk diajukan, Majelis Hakim berpendapat bahwa dalam perkara aquo telah dilakukan perundingan secara bipartit sesuai dengan ketentuan UU No. 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 3 ayat 1, melalui pemanggilan ajakan bipartit terhadap Para Tergugat dengan melakukan pemanggilan secara tertulis masing–masing tertanggal 2 Desember 2014 untuk bipartit pertama pada tanggal 10 Desember 2014 dan melalui surat masing-masing tertanggal 6 Desember 2014 untuk dilakukan bipartit ke 2 pada tanggal 12 Desember 2014 akan tetapi Para Tergugat tidak pernah hadir dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemanggilan yang dilakukan oleh Penggugat agar Para Tergugat hadir pada tanggal 10 dan 12 Desember 2014 untuk dilakukan perundingan haruslah dinyatakan terbukti kebenarannya mengingat hal itu dalam Kesimpulan Para Tergugat telah diakui bahwa pemanggilan pemanggilan yang dilakukan untuk melakukan bipartit dan Tripartit tidak direspon oleh Para Tergugat dikarenakan pemanggilan ditujukan secara Pribadi kepada masing-masing Para Tergugat tidak ditujukan kepada Serikat Pekerja yang mana dalam hukum acara perdata apabila dalil lawan diakui maka hal itu merupakan bukti yang sempurna oleh karenanya tentang adanya ajakan perundingan bipartit pada tanggal 10 dan 12 desember 2014 sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat haruslah dinyatakan terbukti kebenarannya;
“Menimbang, bahwa oleh karena itu dalil Para Tergugat yang mendalilkan bahwa panggilan harus ditujukan kepada serikat pekerja dengan mendasarkan kepada Pasal 151 ayat 2 UU No. 13 tahun 2003 tidaklah cukup alasan mengingat Pasal 151 ayat 2 haruslah dimaknai bahwa setiap pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh Pengusaha dan serikat pekerja / serikat buruh atau dengan pekerja / buruh apabila pekerja / buruh tidak menjadi anggota serikat pekerja / serikat buruh adalah dalam konteks perundingan, bukan mengenai keabsahan surat panggilan yang ditunjukan langsung kepada Para Tergugat secara Pribadi.
“Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim berpendapat bahwa pemanggilan yang telah dilakukan oleh Penggugat untuk perundingan bipartit dapat dibenarkan menurut hukum mengingat apabila Surat panggilan itu oleh Para Tergugat diterima kemudian Para Tergugat menyerahkan surat panggilan tersebut kepada pengurus serikat pekerja / serikat buruh untuk mewakili kepentingan Para Tergugat dalam melakukan perundingan dengan Penggugat, oleh karena Para Tergugat telah dipanggil secara patut yaitu melalui surat panggilan sebagaimana Bukti P/TR-12.1 s/d P/TR-12.18 dan Bukti P/TR-13. 1 s/d P/TR-13 .18, dengan demikian Majelis hakim berpendapat bahwa Para Tergugat yang tidak memenuhi panggilan untuk bipartit dianggap menolak untuk dilakukan perundingan dengan demikian langkah Penggugat melanjutkan perselisihan dengan mengajukan permintaan mediasi dapat dibenarkan menurut hukum oleh karenanya terhadap dalil Para Tergugat yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat prematur karena tidak ada risalah bipartit harus dinyatakan ditolak;
M E N G A D I L I :
DALAM POKOK PERKARA:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian,
2) Menyatakan hubungan kerja antara Penggugat dengan Para Tergugat putus yaitu Sdr. Dadang Saripudini terhitung sejak tanggal 13 Januari 2015, Sdr. Yusri Ashadi terhitung sejak tanggal 03 Februari 2015; Sdr.Denis Surya Saputra, terhitung sejak tanggal 03 Februari 2015, Sdr. Dedi Supriadi terhitung sejak tanggal 03 Februari 2013, Sdr. Esa Juarsa terhitung sejak tanggal 13 Januari 2015, Sdr. Toto Sohaebul.T terhitung sejak tanggal 05 Desember 2014 karena dikualifikasikan mengundurkan diri;
3) Memerintah kepada Penggugat untuk membayar uang penggantian hak dan atau uang pisah seluruhnya sebesar Rp 34.138.407,- (Tiga puluh empat juta seratus tiga puluh delapan ribu empat ratus tujuh rupiah) kepada masing-masing Tergugat dengan perincian sebagai berikut : ...
4). Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.