Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum

LEGAL OPINION
Question: Melanggar kesepakatan, artinya ingkar janji atau juga bisa disebut sebagai perbuatan melawan hukum?
Brief Answer: Perlu dilihat corak karakter perkara. Sebagai contoh, seorang atlet telah mengikat kontrak dengan sebuah klub olahraga. Ketika sang atlet mengalami cedera dalam kompetisi ataupun latihan dibawah pengawasan organisasi yang menaunginya, namun tidak diberikan penanganan medis sebagaimana mestinya, maka sekalipun hal tersebut tidak diatur dalam kontrak antara sang atlet dan klubnya, sang atlet yang mengalami cacat permanen akibat tiada tindakan medis dari klub, dapat mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sebagai wujud dari perlindungan negara yang bersumber dari Pasal 1365 KUHPerdata—dimana dapat menuntut ganti-rugi materiel maupun immateriel (seperti karir yang rusak untuk seumur hidup). Contoh ilustrasi atlet demikian, adalah hubungan hukum kontraktual yang dapat menjelma PMH.
Sementara bila masalahnya adalah murni ingkar janji, dan tujuan diajukannya gugatan ialah agar pihak tergugat melaksanakan isi kesepakatan / prestasi yang dapat berupa: 1.) untuk melakukan sesuatu; 2.) untuk menyerahkan sesuatu; dan/atau 3.) untuk tidak melakukan sesuatu, maka yang dapat diajukan ialah gugatan Wanprestasi, bukan gugatan PMH, agar tidak dipandang sebagai mencampur-aduk konsepsi hukum perdata.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut SHIETRA & PARTNERS jadikan sebagai cerminan kegagalan untuk merumuskan tuntutan dan memilah permasalahan, sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur sengketa register Nomor 04/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Tim. tanggal 16 Juli 2013, perkara antara:
1. TONY PATRA, sebagai Penggugat I ;
2. KARTONO SUSANTO, sebagai Penggugat II ; melawan
- JIHAN MULKAN DJAYA, selaku Tergugat.
Para Penggugat adalah pengusaha, mendapat informasi bahwa Tergugat memiliki tanah dan bangunan pabrik yang akan dijual. Untuk itu, Para Penggugat menjumpai Tergugat, sehingga tercapailah kesepakatan secara lisan bahwa Tergugat akan menjual tanah dan bangunan pabrik tersebut kepada Para Penggugat, yang terbagi dalam 2 sertifikat hak atas tanah.
Pada Bulan Juni 2012, Penggugat dan Tergugat berjumpa dan menyepakati harga dari tanah dan bangunan pabrik adalah sebesar Rp. 11.500.000.000,-. Selanjutnya Penggugat menyerahkan uang muka sebagai tanda jadi sebesar Rp. 500.000.000,-.
Tergugat meminta supaya dalam tempo 1 minggu sejak pertemuan tersebut Penggugat harus menyerahkan uang sebesar Rp. 2.500.000.000,- sebagai pembayaran awal pembelian yang akan dipergunakan oleh Tergugat untuk membayar uang pesangon para karyawannya dan permintaan dari Tergugat tersebut disanggupi oleh Penggugat, dan atas segala perihal yang disepakati tersebut tertuang di dalam kwitansi tertanggal 02 Juni 2012 yang diserahkan oleh Tergugat kepada Penggugat.
Penggugat kemudian mempersiapkan segala hal yang diperlukan untuk pelunasan pembelian. Namun, pada tanggal 05 Juni 2012, Tergugat datang menemui Penggugat, dimana pada kesempatan tersebut secara sepihak Tergugat menyatakan membatalkan kesepakatan penjualan tanah dan bangunan pabrik dengan alasan pabrik tersebut akan terus dilanjutkan operasinya oleh Tergugat.
Terhadap pembatalan secara sepihak tersebut, Penggugat menyampaikan surat somasi kepada Tergugat. Bahkan, sekitar bulan November 2012, Penggugat mendapat informasi dari staff Tergugat bahwa tanah dan bangunan pabrik tersebut telah dijual oleh Tergugat kepada pihak ketiga.
Perbuatan tanpa itikad baik yang secara sepihak membatalkan penjualan tanah dan bangunan pabrik yang telah disepakatinya, bahkan menjual objek yang sudah diberikan uang panjar kepada pihak lain, adalah suatu Perbuatan Melawan Hukum dan menimbulkan kerugian kepada Penggugat, demikian Penggugat mendalilkan.
Dimana terhadap gugatan Penggugat, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang bahwa setelah Majelis Hakim mempelajari gugatan Para penggugat maka pada pokoknya Para Penggugat mendalilkan bahwa pada awalnya antara Para Penggugat dan Tergugat telah sepakat secara lisan pada bulan Mei 2012 bahwa Tergugat akan menjual tanah dan pabrik karbon aktif yang terletak di ... sebagaimana Sertifikat Hak Guna Bangunan No. 107 atas nama PT. SHINAM JAYA dan Sertifikat Hak Milik No. 275 atas nama WIYANTO OWEN NG., lalu pada pada hari sabtu tanggal 02 Juni 2012 terjadi kesepakatan bahwa harga tanah dan pabrik adalah sebesar Rp. 11.500.000.000,- dan Para Penggugat lansung menyerahkan Bilyet Giro sebesar Rp. 500.000.000,- dan Tergugat juga meminta supaya dalam tempo 1 minggu semenjak pertemuan tersebut Para Penggugat harus menyerahkan uang sebesar Rp. 2.500.000.000,-sebagai pembayaran awal pembelian tanah dan bangunan pabrik.
“Selanjutnya pada tanggal 05 Juni 2012, Tergugat secara sepihak membatalkan kesepakatan penjualan tanah dan bangunan pabrik tersebut dan atas pembatalan sepihak tersebut Para Penggugat telah melakukan somasi kepada Tergugat tersebut namun Tergugat tetap tidak mau melaksanakan kesepakatan sehingga dengan demikian Tergugat (dinilai) telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum Karena secara sepihak Tergugat menyatakan membatalkan penjualan tanah dan bangunan pabrik karena pabrik tersebut akan dilanjutkan operasinya;
“Menimbang bahwa atas gugatan Para Penggugat tersebut apakah merupakan perbuatan Melawan Hukum ataukah perbuatan Ingkar Janji (wanprestasi) terhadap hal tersebut dipertimbangkan sebagai berikut:
“Bahwa yang dimaksud dengan Wanprestasi adalah pelaksanaaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat;
“Menimbang bahwa pakatan akibat dari wanprestasi tersebut maka sesuai Pasal 1246 KUHPerdata ada ganti rugi yang bisa dituntut yaitu 1. Segala pengeluaran atau ongkos ongkos yang nyata nyata telah dikeluarkan oleh pihak. 2. Kerugian karena kerusakan barang barang kepunyaan salah satu pihak yang diakibatkan oleh pihak lain. 3. Bunga atau keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur apabila debetur lalai;
“Menimbang bahwa yang dimaksud dengan Perbuatan Melawan Hukum yaitu perbuatan yang melanggar hukum yang membawa kerugian kepada pihak lain, mewajibkan orang lain yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1365 KUHPerdata;
“Menimbang bahwa dalam gugatan Para Penggugat mendasarkan pada adanya kesepakatan secara lisan tentang jual beli tanah dan pabrik dan telah pula ada pembayaran uang sebesar Rp. 500.000 000,- dan selanjutnya secara sepihak Tergugat menyatakan membatalkan kesepakatan jual tanah dan pabrik tersebut dan dalam petitumnya Para Penggugat juga mohon supaya kesepakatan tersebut sah dan mengikat secara hukum serta supaya Tergugat mentaati kesepakatan untuk menjual tanah dan bangunan pabrik tersebut pada Para Penggugat;
“Menimbang bahwa oleh karena dasar gugatan Para Penggugat didasarkan pada kesepakatan dan adanya permintaan pemenuhan kesepakatan oleh Para Penggugat terhadap perjanjian tersebut maka menurut majelis hakim gugatan Para Penggugat tersebut seharusnya mengenai wanprestasi karena Para Penggugat mohon supaya Tergugat memenuhi prestasinya untuk melakukan penjualan tanah dan bangunan pabrik yang telah disepakatinya sehingga gugatan tersebut bukan perbuatan melawan hukum;
“Menimbang bahwa ternyata oleh karena gugatan Para Penggugat didasarkan pada Perbuatan Melawan Hukum maka gugatan Para Penggugat harus dinyatakan kabur sebab telah memcampuradukan antara wanprestasi dan perbuatan melawan hukum maka oleh karena itu majelis sependapat dengan eksepsi dari Tergugat;
“Menimbang bahwa oleh karena eksepsi dari Tergugat dinyatakan diterima maka pokok perkaranya tidak perlu dipertimbangkan lagi dan dinyatakan harus dinyatakan tidak dapat diterima;
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI :
- Menyatakan menerima eksepsi dari Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA :
- Menyatakan gugatan Para Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Veerklaard).”
Note SHIETRA & PARTNERS: Bila melihat pada kasus posisi diatas, sejatinya memang terdapat unsur PMH, sebagaimana fakta empiris bahwasannya objek tanah yang telah dijual, meski baru berupa uang panjar, namun kemudian dijual kepada pihak ketiga, tidak mungkin diatur sanksinya dalam kontrak jual-beli, sehingga bila kita menekankan / menggarisbawahi perbuatan tidak patut dari pihak penjual yang tetap menjual kepada pihak ketiga meski telah mendapat uang panjar, adalah sebentuk Perbuatan Melawan Hukum—bukan lagi sebatas wanprestasi. Ingat, hubungan kontraktual dapat melahirkan PMH sebagaimana ilustrasi kasus atlet sebagaimana penulis kemukakan sebelumnya.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.