Pekerja Tanda-Tangani Surat PHK, Artinya Setuju

LEGAL OPINION
Question: Seberapa fatalkah bagi seorang karyawan bila bersedia menandatangani surat pemutusan hubungan kerja?
Brief Answer: Akan dimaknai oleh hukum sebagai kesepakatan putusnya hubungan industrial, sekalipun dahulu pernah terjadi pelanggaran status pekerja oleh pihak Pengusaha (semisal jenis pekerjaan tetap bukan penunjang yang diikat PKWT), sehingga tidak dapat lagi disinggung perihal tuntutan agar dapat kembali bekerja ataupun perihal Upah Proses.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut dapat SHIETRA & PARTNERS jadikan sebagai cerminan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 772 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 13 Oktober 2016, perkara antara:
- PT. BORMINDO NUSANTARA, sebagai Pemohon Kasasi, dahulu selaku Tergugat; melawan
- FRANKLIN HORAS MUSTAFA, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Penggugat telah bekerja pada Tergugat sejak tahun 2012 dengan jabatan elektrik, diawali dengan kontrak kerja pertama dengan jangka waktu 3 bulan, dan kontrak kedua diperpanjangan selama 6 bulan dan kontrak ketiga diperpanjang lagi selama satu tahun yaitu terakhir tanggal 24 September 2014 dimana surat kontrak kerja tidak pernah diberikan pada Penggugat.
Pada tanggal 5 September 2014, Penggugat mengalami kecelakaan kerja di tempat kerja lokasi PT. Chevron Pasifik Indonesia (PT. CPI). Setelah mengalami kecelakaan, Penggugat dibawa ke rumah sakit Thursina meski peraturan di lingkungan PT. CPI mengharuskan agar Penggugat dibawa ke rumah sakit PT. CPI.
Hal tersebut telah Penggugat pertanyakan kepada pimpinan, akan tetapi Pimpinan di Lokasi tidak menyetujuinya dengan alasan “kecelakaan tersebut jangan sampai diketahui oleh PT CPI.” Setelah Penggugat dibawa ke rumah sakit Thursina kemudian dibawa lagi ke Rumah Sakit Permata Hati untuk di-ronsen dan diketahui bahwa Penggugat mengalami keretakan di tulang leher, akan tetapi pihak rumah sakit Thursina menyuruh Penggugat pulang dan malam harinya setelah di rumah Penggugat tidak dapat melakukan aktifitas.
Tanggal 6 September 2014, orang tua Penggugat memberitahukan kepada saudara yang bekerja di PT. Chevron Pacifik Indonesia dan menceritakan kejadian kecelakaan kerja yang dialami oleh Penggugat dan tidak dirujuk oleh Tergugat ke rumah sakit PT. CPI.
Barulah, Penggugat dibawa oleh Tergugat ke rumah sakit PT. CPI dan pihak Tergugat menyatakan kepada saudara Penggugat yang bekerja di PT. CPI akan tetap membayar upah Penggugat selama sakit. selanjutnya Penggugat menjalani operasi, dan disarankan oleh dokter untuk istirahat.
Namun, pada Nopember 2014 Tergugat hanya memberikan basis dan bulan berikutnya Penggugat tidak lagi menerima upah dari Tergugat. Pada Januari 2015, Penggugat mendatanggi pihak Tergugat untuk mempertanyakan upah yang tidak diberikan pada bulan Desember 2014 dan pertanyaan tersebut tidak ditanggapi oleh Tergugat.
Pada tanggal 17 Januari 2015, Penggugat dipanggil oleh pihak Tergugat untuk menyelesaikan upah dan tanggal 18 Januari 2015 Tergugat memberikan surat keterangan habis masa kerja dalam kontrak. Penggugat keberatan, karena menurutnya hubungan kerja antara Penggugat dengan Tergugat demi hukum telah berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWTT).
Selama sakit, Penggugat juga tidak mendapatkan upah dari Tergugat sesuai kaedah dari Pasal 93 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Oleh sebab Penggugat di-PHK dalam keadaan sakit. maka Penggugat menuntut kompensasi sesuai Pasal 172 UU No. 13 Tahun 2003.
Terhadap gugatan sang Pekerja, Pengadilan Hubungan Industrial Pekanbaru kemudian menjatuhkan putusan Nomor 13/Pdt.Sus-PHI/2016/PN.Pbr., tanggal 14 April 2016, dengan amar sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Mengabulkan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh Tergugat kepada Penggugat;
3. Memerintahkan Tergugat untuk membayar kepada Penggugat sebagai berikut:
- Pesangon Rp 2.510.000,00 x 4 x 2 = Rp20.080.000,00
- Uang Penghargaan Masa Kerja = Rp 2.510.000,00 x 2 = Rp5.020.000,00
- Uang Pengobatan & Perumahan 15% x Rp 25.100.000,00 = Rp3.765.000,00
Total Keseluruhan = Rp 28.865.000,00.
4. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat upah proses sebesar Rp40.160.000,00;
5. Mewajibkan Tergugat untuk membayarkan THR Tahun 2015 sebesar Rp2.510.000,00;
6. Membebankan biaya perkara kepada Negara;
7. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Pengusaha mengajukan upaya hukum kasasi, dengan mendalilkan bahwa pengakhiran hubungan kerja, telah disetujui dan diterima oleh Termohon Kasasi sebagaimana tercantum dalam surat PHK yang ditandatangani oleh Penggugat sehingga tidak dapat dikatakan bahwa Pengusaha melanggar ketentuan Pasal 151 Ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003, karena mengenai PHK telah dicapai persetujuan dengan Penggugat.
Dimana terhadap argumentasi pihak Pengusaha, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 26 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 6 Juni 2016, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru telah salah menerapkan hukum;
“Bahwa Termohon Kasasi/Penggugat bekerja dengan Pemohon Kasasi/Tergugat diawali dengan ditandatanganinya kontrak pertama dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan, dan kontrak kedua diperpanjang selama 6 (enam) bulan dan kontrak ketiga diperpanjang lagi selama 1 (satu) tahun yang berakhir pada tanggal 24 September 2014;
“Bahwa Pemohon Kasasi mengakhiri hubungan kerja dengan Penggugat melalui surat Nomor BN-DIII.1/73/I/2015 tanggal 17 Januari 2015 yang diketahui dan ditandatangani oleh Penggugat sebagai bukti bahwa Penggugat telah menerima pemutusan hubungan kerja tersebut (bukti T-11);
“Bahwa gugatan Penggugat/Termohon Kasasi diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru pada tanggal 12 Februari 2016;
“Bahwa sesuai dengan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 gugatan Termohon Kasasi/Penggugat telah lewat waktu;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BORMINDO NUSANTARA tersebut dan membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 13/Pdt.Sus.PHI/2016/PN.Pbr tanggal 14 April 2016 selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;
M E N G A D I L I :
1. Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT. BORMINDO NUSANTARA tersebut;
2. Membatalkan Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 13/Pdt.Sus.PHI/2016/PN.Pbr tanggal 14 April 2016;
MENGADILI SENDIRI
Dalam Pokok Perkara
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.