LEGAL OPINION
Ketika Perkara Hutang-Piutang Menjelma Sanksi Pidana
Question: Di luar sana banyak diantara anggota masyarakat yang merasa dirinya sudah hebat, seakan kebal hukum, sehingga seenaknya melanggar hak-hak warga negara lain. Sebenarnya apa bisa dipidana, sikap-sikap sok hebat kebal hukum semacam itu, yang seolah menantang meski telah merugikan orang lain?
Brief Answer: Warga negara yang baik, tentunya dicerminkan dari sikap yang taat / patuh terhadap hukum, dengan tidak merugikan anggota masyarakat manapun. Ketika seseorang mempertunjukkan perilaku “menantang” hukum, yang dapat dimaknai sebagai bentuk itikad buruk yang tidak mencerminkan sikap seorang warga negara yang bertanggung-jawab, dapat berbuntut kriminalisasi pidana—meski sekalipun pokok permasalahannya ialah murni perkara perdata.
Pepatah sudah sejak lama mencoba mengingatkan: siapa suruh bermain api jika tidak ingin terbakar. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Namun, hukum tidak dibenarkan untuk membenarkan sikap-sikap yang baru akan menyesal dikemudian hari ketika segala sesuatu telah menjadi demikian “ter-lam-bat”.
Jika sudah jelas bersalah, maka akuilah bersalah dan berani menanggung konsekuensi sebagai sikap itikad baik yang diwujudkan lewat sebentuk tanggung jawab—bukan justru menantang hukum yang justru membuka ruang bagi penetrasi masuknya hukum pidana.
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut menjadi cerminan sempurna sikap “menggantang” hukum yang berujung buah yang pahit bernama “penjara”, sebagaimana SHIETRA & PARTNERS merujuk pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara perkara pidana register Nomor 1475/Pid.B/2014/PN.Jkt.Utr. tanggal 03 Maret 2015, dimana Terdakwa didakwa secara alternatif: penipuan atau penggelapan.
Berawal ketika Terdakwa selaku distributor barang alat rumah tangga memesan barang-barang plastik dengan nilai total Rp. 1.294.004.582,- dari GO KWEE HON dengan kesepakatan bahwa Terdakwa akan membayar barang tersebut sekitar 1,5 bulan sejak barang diterima, karena Terdakwa menyatakan akan membayar barang pesanan dengan tempo 1,5 bulan lalu GO KWEE HON mengirimkan barang kepada Terdakwa sesuai dengan pemesanan.
Setelah barang diterima, selanjutnya Terdakwa menjual kembali barang tersebut kepada orang lain, sehingga Terdakwa mendapatkan keuntungan dan Terdakwa telah melakukan pembayaran senilai Rp. 538.013.550,-. Namun sisa uang hasil penjualan yang Terdakwa terima dari usahanya tersebut, tidak Terdakwa jadikan sebagai dana pembayaran hutang kepada GO KWEE HON, melainkan Terdakwa gunakan untuk usaha milik Terdakwa, sehingga Terdakwa tidak dapat melakukan pembayaran kepada GO KWEE HON pada saat hutang-piutang telah jatuh tempo.
GO KWEE HON sudah sering meminta agar uang hasil penjualan Terdakwa berikan kepada GO KWEE HON namun sampai sekarang Terdakwa belum juga membayar hutangnya kepada GO KWEE HON. Akibat dari perbuatan Terdakwa, mengakibatkan GO KWEE HON mengalami kerugian sebesar Rp. 755.991.032,-
Dimana terhadap tuntutan Jaksa, terkesan bahwa perkara adalah murni sengketa perdata hutang-piutang. Namun fakta di persidangan berkata lain, dimana niat batin Terdakwa baru tampak saat pembuktian di hadapan hakim yang memeriksa perkara ini, dimana pada akhirnya Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa Terdakwa didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara Alternatif yaitu dakwaan Kesatu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 378 KUHP, atau dakwaan Kedua sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 372 KUHP;
“Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan disusun secara alternatif, maka Majelis Hakim dapat memilih dakwaan alternatif mana yang akan dipertimbangkan yang sekiranya berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan lebih memenuhi unsur-unsur dari pasal tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim akan mempertimbangkan tentang dakwaan alternatif Kedua yaitu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 372 KUHP, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:
1. Unsur Dengan Sengaja;
“Bahwa makna yang terkandung dalam unsur ini adalah adanya kesadaran dari si pelaku atas perbuatan yang dilakukannya dan akibat yang terjadi atas perbuatannya tersebut;
2. Unsur Melawan Hukum;
“Bahwa dalam unsur ini terkandung makna adanya suatu perbuatan, perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau bertentangan dengan norma-norma untuk bertingkah laku baik yang hidup dalam masyarakat atau bertentangan dengan kewajiban hukum sipelaku atau bertentangan dengan Hak Subyektif orang lain, yang mengakibatkan adanya kerugian, dan antara perbuatan dan kerugian tersebut ada hubungan kausa sebab akibat;
3. Unsur Memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan;
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa serta bukti surat yang diajukan dipersidangan, telah terungkap fakta hukum sebagai berikut:
- Bahwa benar tahun 2010 telah ada kesepakatan secara lisan antara Terdakwa dengan Saksi Korban, bahwa Terdakwa boleh mengambil barang-barang plastik dan pecah belah alatalat rumah tangga hasil produksi dari usaha Saksi Korban Go Kwee Hon untuk dijual kembali oleh Terdakwa, dan pembayaran atas harga barang-barang yang diambil tersebut dibayarkan oleh Terdakwa kepada Saksi Korban satu setengah bulan setelah pengambilan barang;
- Bahwa benar untuk pengambilan barang-barang yang dilakukan oleh Terdakwa sejak tahun 2010 sampai bulan September 2012, pembayaran atas harga barang-barang yang diambilnya tersebut berjalan lancar, pembayaran oleh Terdakwa kepada Saksi Korban dilakukan dalam waktu kurang lebih satu setengah bulan sejak pengambilan barang;
- Bahwa ternyata untuk pengambilan barang-barang yang dilakukan sejak bulan September 2012 sampai dengan tanggal 26 Desember 2012, sampai saat ini belum dibayar lunas oleh Terdakwa kepada Saksi Korban;
- Bahwa benar sebagaimana nota maupun surat jalan barang-barang yang diterima oleh terdakwa baik yang diambil oleh terdakwa sendiri maupun melalui istri terdakwa dan juga melalui karyawan Terdakwa;
- Bahwa benar keseluruhan barang-barang yang diambil dan dipesan oleh Terdakwa dan istri Terdakwa dari Saksi Korban sejak bulan September 2012 sampai dengan tanggal 26 Desember 2012 adalah senilai Rp. 1.294.004.582,-
- Bahwa benar Terdakwa telah membayar harga barang yang diambilnya tersebut sebesar Rp. 538.013.550,-;
- Bahwa benar sisa harga barang-barang yang masih harus dibayar oleh Terdakwa adalah senilai Rp. 755.991.032,-;
- Bahwa benar Terdakwa mempunyai usaha sendiri dengan nama ‘VIVIAN’;
“Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana terurai diatas, dari nota pengambilan barang dan surat jalan angka 1 sampai angka 20, maka seharusnya Terdakwa sudah membayar lunas harga barang-barang yang diambilnya dari Saksi Korban tersebut satu setengah bulan dari masing-masing pengambilan barang, namun kenyataannya sampai saat ini Terdakwa tidak melaksanakan pembayaran sisa harga barang tersebut kepada Saksi Korban;
“Menimbang, bahwa dari keterangan Terdakwa yang menerangkan bahwa Terdakwa mempunyai usaha sendiri dengan nama ‘VIVIAN’, bahwa untuk membangun dan mengembangkan usaha Terdakwa tersebut sudah pasti memerlukan modal, dikaitkan dengan keterangan dari Saksi Korban yang mengatakan bahwa uang hasil penjualan barang-barang yang diambil dari Saksi Korban yang harus dibayarkan oleh Terdakwa 1 ½ (satu setengah) bulan sejak pengambilan barang tersebut, oleh Terdakwa tidak dibayarkan kepada Saksi Korban tetapi dipergunakan untuk usaha Terdakwa sendiri tanpa sepengetahuan Saksi Korban;
“Menimbang, bahwa dari keterangan Saksi Korban diperoleh fakta bahwa Saksi Korban sudah beberapa kali menagih pembayaran sisa harga barang yang belum dibayar oleh Terdakwa, tetapi Terdakwa selalu mengatakan tidak ada uang, macet tidak ada tagihan, bahkan menantang “kalau mau lapor, laporkan saja saya tidak takut”.
“Bahwa sikap Terdakwa tersebut mencerminkan tidak adanya kemauan dan itikad baik dari Terdakwa untuk membayar sisa harga barang yang harus dibayar oleh Terdakwa kepada Saksi Korban, sekalipun Terdakwa di persidangan menerangkan mau membayar bahkan dari bukti surat yang dilampirkan dalam nota pembelaan yang diberi tanda T-4 berupa surat Pernyataan kesanggupan untuk membayar, namun bukti tersebut berupa surat pernyataan bersifat sepihak dari Terdakwa sendiri, sehingga tidak mengikat Saksi Korban, apalagi tidak ditindak lanjuti dengan langkah-langkah pembayaran atas sisa harga barang yang masih harus dibayar oleh Terdakwa kepada Saksi korban.
“Menimbang, bahwa akibat dari perbuatan Terdakwa tidak membayar sisa harga barang yang masih harus dibayar kepada Saksi Korban telah mengakibatkan Saksi Korban menderita kerugian sebesar Rp. 755.991.032,-;
“Menimbang, bahwa berdasarkan atas pertimbangan sebagaimana terurai diatas, Majelis Hakim berpendapat bahwa semua unsur-unsur dari pasal 372 KUHP tersebut telah terpenuhi oleh perbuatan Terdakwa, oleh karena itu telah terbukti perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana penggelapan;
“Menimbang, bahwa selama pemeriksaan perkara ini dipersidangan tidak ditemukan adanya alasan pemaaf ataupun alasan pembenar yang dapat menghapus kesalahan atau sifat melawan hukum dari perbuatan Terdakwa, oleh karena itu kepada Terdakwa haruslah dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana;
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana kepada Terdakwa akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan;
Hal-hal yang Memberatkan :
- Perbuatan terdakwa mengakibatkan orang lain menderita kerugian secara materi, dalam hal ini Saksi Korban GO KWEE HON;
Hal- hal yang Meringankan :
- Terdakwa sopan dipersidangan dan mengakui perbuatannya;
- Terdakwa belum pernah dihukum;
“M E N G A D I L I :
1. Menyatakan terdakwa SUTJIPTO. K. terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Penggelapan;
2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun;
3. Menetapkan masa selama terdakwa ditahan sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.”
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.