Gugat-Menggugat yang Mubazir, Konteks PHK Pekerja Kontrak

LEGAL OPINION
Question: Ada pegawai kontrak kami yang selalu langgar peraturan disiplin kerja di pabrik. Kalau saya pecat, karena sudah terlampau sering bikin kacau yang tidak bisa ditolerir, maka perusahaan tidak perlu bayar apa-apa, kan? Lalu, apa perusahaan harus terlebih dahulu gugat PHK si pegawai ini, atau boleh langsung dipecat?
Brief Answer: Pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak maupun PHK berdasarkan putusan pengadilan, yang tetap harus dibayar oleh pihak Pengusaha ialah kompensasi PHK terhadap Pekerja Kontrak, yakni berupa Upah selama sisa masa kerja dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), namun Pengusaha tidak terbebani resiko Upah Proses sekalipun kemudian dipersengketakan oleh sang Pekerja. Semisal, bila masa kerja dalam kontrak masih menyisakan 5 bulan masa kerja, maka Upah selama 5 bulan itulah kompensasi yang wajib diberikan oleh Pengusaha.
Sekalipun pihak Pengusaha menggugat PHK Pekerja Kontrak, tetap saja pengadilan akan mewajibkan Pengusaha membayar kompensasi PHK Pekerja Kontrak atas sisa masa kerja dalam PKWT. Artinya, khusus untuk karakter perkara Pekerja PKWT yang akan di-PHK, entah karena alasan pelanggaran berat ataupun efisiensi atau bahkan tanpa alasan apapun sekalipun, tetap mewajibkan pihak Pengusaha membayar kompensasi seluruh sisa masa kerja dalam PKWT.
Dalam konteks tersebut, Pengusaha dapat seketika mem-PHK secara sepihak, disertai pembayaran kompensasi demikian, maka tiada gunanya lagi sang Pekerja mengajukan gugatan terhadap pihak Pengusaha ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), oleh sebab seluruh kewajiban Pengusaha berdasarkan PKWT telah ditunaikan.
Oleh sebab itu pula, tidak dapat pihak Pengusaha berasumsi, dengan secara aktif mengajukan gugatan PHK terhadap Pekerja Kontrak, membuat hakim memberi keistimewaan berupa penghapusan sisa masa kerja dalam kontrak. Pada dasarnya, Pengusaha dapat mem-PHK secara sepihak Pekerja Kontrak tanpa putusan pengadilan, tentunya disertai kompensasi sisa masa kerja dalam kontrak.
Kecuali, bila yang menjadi objek gugatan Pekerja ialah keabsahan pekerjaan dalam PKWT yang diargumentasikan oleh sang Pekerja sebagai jenis pekerjaan tetap PKWTT (sengketa kepentingan).
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi betapa gugatan menjelma “inflasi” yang hanya memboroskan waktu serta energi, dapat SHIETRA & PARTNERS rujuk pada putusan Mahkamah Agung RI sengketa PHK register Nomor 691 K/Pdt.Sus-PHI/2016 tanggal 29 September 2016, perkara antara:
1. Sdr. ROBERTUS NARU; 2. Sdr. FABIANUS KASMAN, sebagai Para Pemohon Kasasi dahulu Para Tergugat; melawan
- PT. CIPTA MITRA BINA LESTARI, selaku Termohon Kasasi dahulu Penggugat.
Para Tergugat adalah pegawai satpam (security) yang bekerja pada Penggugat, berdasarkan PKWT sejak 2015, untuk jangka waktu 1 tahun, terhitung mulai tanggal 2 Januari 2015 sampai dengan tanggal 31 Desember 2015.
Setelah beberapa bulan bekerja, setibanya bulan Juni 2015, Para Tergugat dinilai kerap membuat ulah yang meresahkan perusahaan dan puncaknya adalah ketika Para Tergugat melakukan pelanggaran-pelanggaran berikut:
- Tidur pada saat jam kerja atau pada saat melaksanakan tugas kerja shiff III, tertanggal 12 Juni 2015;
- Melakukan protes atas pemasangan CCTV (Closed Circuit Television) di ruang lingkup Security dengan alasan yang tidak jelas;
- Memutar dan mengubah arah CCTV secara diam-diam tanpa ijin pimpinan atau dapat diartikan sebagai sabotase;
- Menghina pimpinan, menghasut serta meresahkan pekerja-pekerja lainnya.
Atas pelanggaran-pelanggaran tersebut, pada tanggal 29 Juni 2015 Penggugat melakukan PHK terhadap kedua pekerjanya ini, karena dinilai telah melanggar Pasal 29 Peraturan Perusahaan (PP) PT. Cipta Mitra Bina Lestari tentang pelanggaran tata tertib yang dapat mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja.
Oleh karena Tergugat I dan Tergugat II tidak menerima PHK yang dilakukan oleh Penggugat, maka sang Pengusaha meminta diadakan mediasi pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Tangerang, dengan hasil: tidak tercapai kesepakatan. Selanjutnya mediator Disnaker menerbitkan Anjuran tertulis, sebagai berikut:
1) Agar hubungan kerja antara Sdr. Robertus Narut dan Sdr. Fabianus Kasman dengan PT. Cipta Mitra Bina Lestari masih berlanjut, belum putus;
2) Agar pengusaha memanggil para pekerja (Sdr. Robertus Narut dan Sdr. Fabianus Kasman) untuk bekerja kembali sebagaimana setelah menerima Anjuran ini;
3) Agar para pekerja (Sdr. Robertus Narut dan Sdr. Fabianus Kasman) melapor ke perusahaan dan menyatakan siap untuk bekerja kembali setelah menerima Anjuran ini;
4) Agar pengusaha membayar Upah pekerja selama tidak dipekerjakan dari bulan Juli 2015 sampai dengan November 2015 sesuai ketentuan Pasal 93 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
5) Agar kedua belah pihak memberikan jawaban atas Anjuran tersebut selambat-lambatnya dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima surat anjuran ini.”
Mengingat hubungan kerja sang Pengusaha dan para Pekerja-nya ini sudah tidak memungkinkan untuk harmonis kembali, sehingga Penggugat tidak ingin mempekerjakan lagi kedua karyawannya tersebut, sehingga sang Pengusaha menolak Anjuran Mediator, dan memilih melanjutkan penyelesaian perselisihan tersebut ke Pengadilan Hubungan Industrial (gugatan).
Sementara itu dalil-dalil dari pihak Pekerja selaku Tergugat, menyebutkan, Para Tergugat mulai bekerja pada Penggugat sejak 29 Agustus 1997, keduanya diterima sebagai karyawan tetap dengan pekerjaan sebagai satuan pengamanan perusahaan. Jadi Para Tergugat telah bekerja sama dengan Penggugat selama kurang lebih 18 (delapan belas tahun) dengan jenis atau jabatan yang sama—artinya, masa kerja tersebut sudah membuktikan bahwa pekerja security memang dibutuhkan pPengusaha.
Pada awal bulan 22 Desember 2005, Penggugat meminta kepada Para Tergugat dengan beberapa karyawan lainnya untuk membuat Surat Pengunduran Diri dengan memberikan Uang Kompensasi sebesar Rp7.000.000,00 (yang setara dengan 0.8 dari total Upah sebulan), dan dijanjikan akan dipekerjakan kembali dengan PKWT untuk jangka waktu 1 tahun. Bagi karyawan yang tidak mau menandatangani Surat Pengunduran Diri, maka perusahaan tidak menerima untuk dipekerjakan kembali.
Pada akhirnya, per tanggal 2 Januari 2006 Para Tergugat bekerja lagi pada Penggugat dengan PKWT untuk waktu 1 tahun, yaitu terhitung tanggal 2 Januari 2006 s/d tanggal 31 Desember 2006. Jadi terhitung sejak tanggal 2 Januari 2006 sampai didaftarkannya gugatan ini oleh Penggugat atau selama 10 tahun, Para Tergugat dipekerjakan oleh Penggugat dengan PKWT. PKWT ini telah berlangsung 10 kali dengan 9 kali perpanjangan tanpa waktu jeda.
Selain itu, Para Tergugat tidak pernah diberitahu secara tertulis maupun lisan oleh Penggugat tentang maksud perpanjangan PKWT. PKWT yang dibuat sekali setahun secara terus menerus selama 10 tahun atau selama 10 kali PKWT sejak tahun 2006 s/d tahun 2015.
Note SHIETRA & PARTNERS: Artinya, tenaga satpam memang dibutuhkan, karena jika tidak, mengapa terus terdapat pekerja security yang dipekerjakan (sekalipun orang yang dipekerjakan silih-berganti atas fungsi sebagai tenaga keamanan) oleh pihak Pengusaha? Sejatinya, falsafah dari PKWT ialah bersifat temporer, tidak permanen.
Jika selama 10 tahun pihak Pengusaha terus merekrut tenaga security yang meski saling berganti-ganti pekerja security, namun pada esensinya: “Pabrik tidak mungkin operasional tanpa ada tenaga security”—maka sama artinya tenaga security menjadi bagian dari “asas pabrik”.
Bila memang temporer (sesuai falsafah PKWT), mengapa pihak Pengusaha terus-menerus merekrut tenaga-tenaga baru untuk tanggung-jawab security sepanjang tahun hingga bertahun-tahun sejak pabrik berdiri hingga beroperasi sampai hari kini? Apakah mungkin, sebuah pabrik berdiri tanpa ada tenaga satpam? Apakah mungkin, sebuah kantor bank beroperasi tanpa tenaga security?
Terhadap gugatan sang Pengusaha, Pengadilan Hubungan Industrial Serang kemudian menjatuhkan putusan Nomor 100/Pdt.Sus-PHI/2015/PN.Srg., tanggal 29 Maret 2016, dengan pertimbangan serta amar sebagai berikut:
“Menimbang, ... jika dilihat dari produksi perusahaan Penggugat adalah bergerak dibidang pengecatan bahan-bahan furniture, dan hal itu merupakan produksi utama. Dihubungkan dengan jenis pekerjaan Para Tergugat sebagai Satpam (Security), oleh karena itu hubungan kerja antara Penggugat dengan Para Tergugat dengan status kontrak tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, oleh karena itu bantahan dari Para Tergugat yang menyatakan jenis pekerjaan dari Para Tergugat bertentangan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak benar dan tepat;
“Bahwa sebagaimana dipertimbangkan diatas, bahwa jenis dan sifat pekerjaan dari Para Tergugat tidak bertentangan dengan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan dapat dilakukan dalam bentuk kontrak kerja oleh karena petitum kedua dari Penggugat dapat dikabulkan;
“Bahwa melihat fungsi dan tugas dari Para Tergugat sebagai Satpam (Security) sangat penting dalam mengamankan perusahaan Penggugat, dimana apabila terjadi kelalaian dalam melakukan tugas dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan dibuktikan secara pidana oleh karena Majelis Hakim berpendapat akibat kesalahan dari Para Tergugat tersebut dapat diputuskan hubungan kerja;--[Note SHIETRA & PARTNERS: Tampak kontradiktif, karena Majelis Hakim pada satu sisi menyatakan fungsi dan peran tenaga satpam adalah vital bagi asas pabrik, sehingga mengapa masih dipekernankan dalam bentuk PKWT alih-alih sebagai Pekerja Tetap?]
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu/Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) antara Penggugat dengan Tergugat I dan Tergugat II tertanggal 5 Januari 2015 adalah sah secara hukum;
3. Menyatakan sah secara hukum Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh PT. Ciptamitra Bina Lestari terhadap Robertus Narut dan Fabianus Kasman karena telah melanggar Pasal 29 butir 4 dan 8 Peraturan Perusahaan (PP) PT. Ciptamitra Bina Lestari tentang Pelanggaran Tata Tertib yang dapat mengakibatkan Pemutusan Hubungan Kerja dengan surat pemutusan hubungan Nomor 006/P/CBL/VI/2015 (untuk Tergugat I) dan Nomor 005/P/CBL/VI/2015 (untuk Tergugat II), tertanggal 29 Juni 2015;
4. Menghukum Penggugat untuk membayar sisa kontrak dari Para Tergugat dari bulan Juli sampai Desember 2015, sebesar Rp2.500.000,00 x 6 bulan = Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) untuk masing-masing Para Tergugat.”
Pihak Pekerja mengajukan upaya hukum kasasi, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 21 April 2016 dan kontra memori kasasi tanggal 9 Mei 2016, dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Bahwa hubungan kerja Para Pemohon Kasasi dengan Termohon Kasasi adalah berdasarkan PKWT, dimana Para Pemohon Kasasi berstatus sebagai tenaga Security, dan PKWT tersebut telah memenuhi Pasal 59 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
- Bahwa Para Pemohon Kasasi telah melakukan pelanggaran yaitu tidur pada jam kerja di tempat kerja (melanggar Pasal 29 butir 4 dan 8 Peraturan Perusahaan tentang pelanggaran tata tertib yang dapat mengakibatkan terjadinya PHK), dan atas pelanggaran yang dilakukan tersebut Para Pemohon Kasasi telah di PHK sejak tanggal 29 Juni 2015, sehingga sesuai dengan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maka Termohon Kasasi berkewajiban membayar ganti rugi sisa kontrak sampai berakhirnya PKWT dimaksud;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata bahwa putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Serang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi Sdr. ROBERTUS NARUT dan kawan tersebut, harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Para Pemohon Kasasi: 1. Sdr. ROBERTUS NARUT, dan 2. Sdr. FABIANUS KASMAN tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.