Direksi Mengundurkan Diri Tanpa Laporan Pertanggungjawaban Kepada RUPS, adalah Perbuatan Melawan Hukum

LEGAL OPINION
Akta Perdamaian di Luar Pengadilan, yang Tidak Ditindaklanjuti dengan Pencabutan Gugatan, Pengadilan Tetap Wajib Menjatuhkan Putusan
Question: Kami selaku pemegang saham, memutuskan untuk mengadakan pembaharuan susunan direksi dan komisaris perusahaan. Atas rencana kami untuk mencopot seorang pejabat direktur, direktur tersebut tidak memberi kami laporan keuangan dan laporan kegiatan usaha di forum RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham).
Bagaimana hukum tentang perseroan mengatur tentang ini? Jika sanksi yang dapat kami jatuhkan hanyalah sebatas “dipecat secara tidak hormat”, rasanya terlalu enak bagi si direksi yang kami copot itu. Apa bisa, seorang direktur lepas tanggung jawab begitu saja? Ketika diberi amanat sebagai pengurus, semestinya ada itikad baik untuk beri laporan kegiatan usaha.
Brief Answer: Biasanya dalam akta resolusi RUPS, akan ada amar keputusan RUPS yang menyatakan menerima atau menolak laporan pertanggung-jawaban kepenguruan Direksi maupun Dewan Komisaris. Namun bila pejabat direksi ataupun komisaris tidak memberikan laporan pertanggung-jawaban apapun, maka RUPS berhak untuk tidak menyatakan “membebaskan sang pejabat direksi / komisaris dari tanggung jawab hukum apapun” selama tahun buku operasional perseroan sebelumnya.
Mengingat RUPS tidak pernah membuat resolusi “membebaskan tanggung jawab pejabat” pengurus bersangkutan, maka para pemegang saham secara kolektif dapat menggugat pejabat / mantan pejabat pengurus bersangkutan agar dinyatakan bertanggung jawab atas Perbuatan Melawan Hukum terhadap badan hukum Perseroan karena tiada itikad baik dalam melaporkan tanggung jawab pengurusan yang menjadi tanggung jawabnya—terutama bila Perseroan mengalami kerugian selama masa kepengurusan sang pejabat direksi.
PEMBAHASAN:
Untuk memudahkan pemahaman, tepat kiranya SHIETRA & PARTNERS merujuk putusan Mahkamah Agung RI sengketa korporasi register Nomor 179 PK/Pdt/2012 tanggal 13 Agustus 2012, perkara antara:
- Dr. H. ACHMAD YUSUF MURAD, M.B.A., sebagai Pemohon Peninjauan Kembali semula Tergugat; melawan
1. NY. SITI HASANAH SAAD, selaku pemilik 6 lembar saham PT. Teluk Sulaiman;
2. H. MUHAMMAD IDRIS, selaku pemilik 4 lembar saham PT. Teluk Sulaiman;
3. SABRAN ASYARI, selaku pemilik 4 lembar saham PT. Teluk Sulaiman;
4. ADI DHARMA ARIEF, selaku pemilik 2 lembar saham PT. Teluk Sulaiman;
5. SURYADI bin MUHAMMAD ASRA, selaku pemilik 1 lembar saham PT. Teluk Sulaiman;
... sebagai Para Termohon Peninjauan Kembali dahulu para Penggugat.
PT. Teluk Sulaiman adalah sebuah Perseroan Terbatas yang berbadan hukum Indonesia, dengan modal dasar terdiri dari 20 lembar saham. Penggugat merupakan gabungan para pemilik saham, yang apabila dijumlahkan mempunyai 14 lembar saham atau 70 persen dari saham perseroan PT. Teluk Sulaiman.
Pada periode 27 April 2000 Tergugat telah diangkat menjadi Direktur Utama PT. Teluk Sulaiman berdasarkan RUPS Luar Biasa, kemudian Pernyataan Keputusan rapat tersebut dituangkan dalam Akta Notaris. Namun, pada tanggal 22 Agustus 2003, Tergugat menyatakan non aktif/mundur dari jabatannya selaku Direktur Utama Perseroan.
Pernyataan mundur Tergugat kemudian dikabulkan oleh RUPS Luar Biasa tanggal 29 Agustus 2003, yang juga dihadiri oleh Tergugat. Kedudukan Tergugat sebagai Direktur Utama, digantikan oleh pejabat baru yang ditunjuk RUPS.
Pengunduran diri Tergugat tersebut yang kemudian disetujui oleh RUPS. ternyata tidak dibarengi dengan serah terima jabatan dan pertanggungjawaban Tergugat selama menjabat menjadi Direktur Utama. Akibat dari tidak adanya serah terima jabatan dan laporan pertanggungjawaban, Direksi PT. Teluk Sulaiman periode 30 Agustus 2003—30 Desember 2005 (periode pasca Tergugat mengundurkan diri) tidak dapat menjalankan tugasnya.
Laporan Pertanggung-jawaban dan serah terima jabatan tidak pernah dilakukan oleh Tergugat, walaupun untuk itu Penggugat dan salah satu dari Penggugat serta pengurus PT. Teluk Sulaiman telah berkali-kali memohon pada Tergugat agar memberikan pertanggungjawaban dan melakukan serah terima jabatan, antara lain:
a. Notulen RUPS Luar Biasa PT. Teluk Sulaiman tanggal 29 Agustus 2003, yang memberikan waktu 40 hari pada Tergugat untuk memberikan pertanggungjawaban;
b. Surat Ibu Hj. Siti Hasanah Saad kepada Tergugat tanggal 24 September 2003, yang meminta laporan kegiatan dan laporan keuangan;
c. Surat Direktur Utama PT. Teluk Sulaiman, tanggal 19 Januari 2006, tentang Laporan Pertanggung-jawaban Pengurus PT. Teluk Sulaiman, untuk periode 27 April 2000 sampai dengan 29 Agustus 2003 dan periode sebelumnya, kepada Tergugat, yang berisikan permintaan pertanggungjawaban dan permintaan Berita Acara Serah Terima Jabatan.
Tindakan Tergugat yang dengan sengaja tidak kunjung memberikan pertanggungjawaban dan tidak menyerahkan Berita Acara Sarah Terima Jabatan, merupakan salah satu Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Tergugat.
Karena Direksi PT. Teluk Sulaiman periode 29 Agustus 2003—30 Desember 2005 (periode setelah Tergugat mengundurkan diri) tidak dapat menjalankan tugasnya, sehingga perseroan menjadi vakum, maka Penggugat meminta kepada Direksi periode 30 Agustus 2003—30 Desember 2005 untuk mengadakan RUPS, dengan agenda acara pergantian Direksi.
PT. Teluk Sulaiman mempunyai anak perusahaan bernama PT. Daisy Timber, pada periode Tergugat menjadi Direktur Utama PT. Teluk Sulaiman, saham PT. Teluk Sulaiman pada PT. Daisy Timber adalah sebesar 60% dari total saham. Hal ini berarti PT. Teluk Sulaiman merupakan pemegang saham pada PT. Daisy Timber.
Tergugat dalam suratnya kepada pemegang saham PT. Teluk Sulaiman tanggal 22 Agustus 2003, menyatakan bahwa PT. Teluk Sulaiman tidak mempunyai aktifitas yang berarti dan hanya bertindak sebagai pemegang saham PT. Daisy Timber. Konsekwensi Iogis dari pernyataan ini adalah: “Apabila PT. Daisy Timber mengalami kerugian, maka PT. Teluk Sulaiman akan kehilangan penghasilannya.”
Tergugat selama menjabat Direktur Utama PT. Teluk Sulaiman, ternyata tidak menjalankan tugas dan wewenangnya sebagaimana diamanatkan oleh Anggaran Dasar Perseroan. Hal ini mengakibatkan PT. Teluk Sulaiman selaku pemegang saham mayoritas PT. Daisy Timber tidak mendapat pembagian keuntungan untuk tahun buku 2000 sebanyak Rp1.123.513.257,00 dan tahun 2001 sebanyak Rp916.971.407,00. Padahal pemegang saham yang lain, yaitu Perusda (Perusahaan Daerah) yang berkedudukan di Kabupaten Berau, mendapat pembagian deviden.
Pada tahun buku 2002 PT. Daisy Timber masih mendapatkan laba bersih sebesar Rp1.080.699.521,00. Akan tetapi pada tahun buku 2003, PT. Daisy Timber mulai mengalami kerugian sebanyak Rp483.588.656,00. Hal ini membuktikan bahwa Tergugat selaku Direktur Utama PT. Teluk Sulaiman tidak mampu mengarahkan secara benar jalannya anak perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh PT. Teluk Sulaiman. Karena PT. Daisy Timber (deviden tahun 2000 dan 2001 tidak pernah dibagi) pada tahun 2002 masih mendapatkan untung, akan tetapi pada tahun 2003 pada saat Tergugat mengundurkan diri dari PT. Teluk Sulaiman, PT. Daisy Timber malah merugi.
Padahal yang perlu diperhatikan Direktur Utama PT. Teluk Sulaiman maupun PT. Daisy Timber tak lain dan tak bukan adalah Tergugat sendiri. Disinyalir, Tergugat mengundurkan diri dari PT. Teluk Sulaiman untuk menghindari tanggung jawabnya dalam mengarahkan anak perusahaan PT. Teluk Sulaiman, yaitu PT. Daisy Timber yang sedang mengalami kerugian.
Ternyata kerugian PT. Daisy Timber tersebut diakibatkan karena Tergugat juga merangkap sebagai Direktur Utama PT. Daisy Timber. Selama menjabat Direktur Utama PT. Daisy Timber ternyata Tergugat menyalahgunakan amanat yang diberikan oleh Pemegang Saham PT. Daisy Timber, karena Tergugat menetapkan gaji yang terlalu tinggi bagi dirinya padahal penetapan gaji Direksi sebagaimana diatur oleh Anggaran Dasar Perseroan PT. Daisy Timber harus berdasarkan persetujuan RUPS yang wewenangnya (hanya) bisa diambil-alih oleh Komisaris.
Gaji untuk Direktur Utama adalah sebesar Rp124.000.000,00 tentunya terlampau tinggi untuk perusahaan sekelas PT. Daisy Timber yang modal dasarnya saja hanya Rp3.000.000.000,00. Jadi bagaimana perusahaan bisa mendapat keuntungan apabila “digergaji dari dalam” oleh Tergugat.
Tergugat ternyata pula telah menyalahgunakan tugas dan wewenangnya sebagai Direktur Utama PT. Teluk Sulaiman, sehingga asset perseroan berupa tanah dan bangunan yang terletak di Samarinda telah beralih kepemilikannya menjadi asset pribadi Tergugat, padahal dalam Anggaran Dasar Perseroan setiap pengalihan kekayaan (asset) perseroan harus mendapat persetujuan RUPS yang dihadiri oleh minimal 3/4 pemegang saham, dengan jumlah suara yang menyetujui sebesar 3/4 jumlah suara yang sah yang dikeluarkan dalam rapat tersebut (vide pasal 11 ayat 4 Anggaran Dasar Perseroan).
Sebuah hubungan kontraktual, dapat melahirkan Perbuatan Melawan Hukum, sebagaimana seseorang ditunjuk sebagai direksi oleh RUPS, namun sang pejabat direksi kemudian dengan itikad buruk merugikan perseroan, adalah merupakan Perbuatan Melawan Hukum.
Perbuatan Tergugat mengalihkan kepemilikan asset perseroan tanpa persetujuan RUPS adalah jelas-jelas merupakan suatu perbuatan melawan hukum. Hal ini dipertegas oleh Pasal 11 ayat 2 Anggaran Dasar Perseroan yang mengamanatkan dan mengatur bahwa: “Direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugasnya dengan mengindahkan peraturan perundang-undangan.”
PT. Teluk Sulaiman mempunyai piutang kepada PT. Daisy Timber sebesar Rp18.718.610.300,00. Piutang tersebut ternyata sampai sekarang tidak tertagih. Tindakan Tergugat tersebut jelas-jelas bukan merupakan perbuatan Good Corporate Governance, atau dengan kata lain Tergugat tidak mengelola perusahaan secara baik. Akibat tindakan Tergugat tersebut, PT. Teluk Sulaiman menderita kerugian yang sangat besar.
Seharusnya PT. Teluk Sulaiman mendapat keuntungan dalam perjalanan bisnisnya, akan tetapi ternyata PT. Teluk Sulaiman tidak mendapat keuntungan sepeser pun, sehingga Penggugat selaku pemegang saham, sampai saat gugatan ini diajukan tidak pernah merasakan pembagian keuntungan.
Perbuatan Tergugat tersebut yang tidak menjalankan amanat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar PT. Teluk Sulaiman, yang tidak menjalankan perusahaan secara beritikad baik, dinilai sebagai suatu Perbuatan Melawan Hukum.
Guna memuluskan perbuatan melawan hukumnya tersebut, Tergugat membuat tindakan:
a. Tidak membuat laporan keuangan sebagaimana wajib dilaksanakan oleh Direksi PT. Teluk Sulaiman. Akibatnya sudah barang tentu pertanggungjawaban Direksi kepada pemegang saham sukar untuk dilakukan. Bagaimana Pemegang Saham akan minta pertanggung-jawaban kepada Direksi apabila pembukuannya tidak pernah ada, sehingga untung maupun ruginya perusahaan tidak pernah diketahui pemegang saham;
b. Tidak pernah membuat Rapat Umum Pemegang Saham yang melaporkan kinerja keuangan perusahaan pada tahun buku berjalan;
c. Membuat pejabat Direksi yang lainnya, tidak bisa menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai anggota Direksi PT. Teluk Sulaiman. Tergugat secara sewenang-wenang membuat Direksi yang lainnya tersebut menjadi tidak memiliki kewenangan, karena segala tugas dan wewenang yang dimilikinya diambil alih semuanya oleh Tergugat, sehingga Tergugat secara sendirian (one man show) mengendalikan PT. Teluk Sulaiman;
d. Membuat Direksi PT. Teluk Sulaiman periode 29 Oktober 2003 sampai dengan 25 Desember 2005 (periode setelah Tergugat mengundurkan diri), tidak bisa bekerja sama sekali, karena:
1. Tergugat tidak pernah memberikan pertanggung-jawaban selama menjadi Direksi PT. Teluk Sulaiman periode 27 April 2000—29 Agustus 2003;
2. Tergugat tidak pernah melakukan serah terima kepada Direksi yang baru;
e. Merencanakan melikwidasi PT. Teluk Sulaiman.
Dari perbuatan melawan hukum Tergugat, PT. Teluk Sulaiman mengalami kerugian antara lain:
a. Tidak tertagihnya piutang pada PT. Daisy Timber sebanyak Rp18.718.610.300,00;
b. Tidak memperoleh pembagian keuntungan dari PT. Daisy Timber tahun 2000 sebesar Rp1.123.513.257,00 dan tahun 2001 sebanyak Rp916.971.407,00. Sedangkan jumlah keuntungan tahun buku 2002 yang menjadi bagian PT. Teluk Sulaiman adalah sebesar = 60% x Rp1.080.699.521,00 atau sebesar Rp648.419.713,00. Total dari jumlah deviden 2000, 2001, dan 2002 yang seharusnya diterima PT. Teluk Sulaiman adalah sebesar Rp2.688.904.377,00;
c. Hilangnya keuntungan, akibat tidak mengarahkan anak perusahaan (PT. Daisy Timber) sehingga PT. Daisy Timber dari mendapat untung menjadi mengalami kerugian sebesar:
1. Pada tahun 2003 mengalami kerugian sebesar Rp483.588.656,00;
2. Pada tahun 2004 mengalami kerugian sebesar Rp1.024.906.946,00;
d. Beralihnya asset PT. Teluk Sulaiman menjadi milik pribadi Tergugat, yaitu tanah dan bangunan yang terletak di Samarinda, Kotamadya Banjarmasin, seluas 3.235 M², Sertifikat Hak Milik Nomor 2208/Sidodadi, yang pada saat ini ditaksir kira-kira bernilai Rp5.000.000.000,00.
Akibat kerugian yang diderita PT. Teluk Sulaiman tersebut tentunya mempunyai akibat yang membawa kerugian pula bagi Penggugat. Adapun kerugian yang diderita Penggugat sebagai gabungan dari 70% pemegang seham PT. Teluk Sulaiman adalah:
a. Penggugat sebagai pemegang 70% saham PT. Teluk Sulaiman menjadi tidak mendapat pembagian dari bagian yang menjadi hak PT. Teluk Sulaiman (dari penyertaan sahamnya di PT. Daisy Timber) pada tahun 2000, 2001, dan 2002 yang besarnya adalah sebesar = 70% dari Rp2.688.904.377,00 yaitu berjumlah sebesar Rp1.882.233.064,00;
b. Penggugat diminta oleh Tergugat menambah modal pada PT. Teluk Sulaiman karena PT. Teluk Sulaiman merugi dan tidak mempunyai aktifitas;
c. Penggugat tidak mengetahui kekayaan dan asset PT. Teluk Sulaiman, karena Tergugat tidak pernah memberi pertangggung-jawaban selama mengelola (mengurus) PT. Teluk Sulaiman;
d. Penggugat menjadi harus membayar biaya pengacara dan konsultan hukum, serta biaya beracara di depan Pengadilan, yang keseluruhannya berjumlah Rp1.000.000.000,00;
e. Penggugat tidak mendapat penghasilan per bulannya karena anak perusahaan PT. Teluk Sulaiman yaitu PT. Daisy Timber merugi.
Terhadap gugatan para pemegang saham yang juga memohon agar pengadilan menyita berbagai harta pribadi sang mantan direksi, yang menjadi amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 397/Pdt.G/2006/PN.Jak.Sel tanggal 19 Oktober 2006, adalah sebagai berikut:
MENGADILI :
Dalam Pokok Perkara:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebahagian;
2. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
3. Menghukum Tergugat untuk membayar kepada PT. Teluk Sulaiman secara tunai, sekaligus dan seketika berupa:
a. Kerugian atas deviden dari PT. Daisy Timber tahun buku 2000 dan 2001 sebesar = Rp2.040.484.664,00 (dua milyar empat puluh juta empat ratus delapan puluh empat ribu enam ratus enam puluh empat rupiah);
b. Kerugian akibat tidak dibaginya keuntungan PT. Daisy Timber pada tahun buku 2002 Rp648.419.713,00 (enam ratus empat puluh delapan juta empat ratus sembilan belas ribu tujuh ratus tiga belas rupiah);
c. Kerugian atas tidak tertagihnya piutang PT. Teluk Sulaiman pada PT. Daisy Timber sebesar Rp16.880.631.432,00 (enam belas milyar delapan ratus delapan puluh juta enam ratus tiga puluh satu ribu empat ratus tiga puluh dua rupiah);
4. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan sesuai Berita Acara Sita Jaminan masing-masing yang telah diletakkan dalam perkara ini terhadap:
a. Tanah seluas 432 M² dan bangunan yang terletak di atasnya, yang terletak di Komplek Gudang Peluru, Blok M/298 Kelurahan Kebon Baru, Kecamatan Tebet, Kotamadya Jakarta Selatan dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 1549/Kebon Baru tanggal 2 Nopember 1990, Gambar Situasi Nomor 483/1985 tanggal 2 April 1985, terdaftar atas nama Achmad Yusuf Murad dengan batas-batas sebagai berikut: ... Yang dilaksanakan berdasarkan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 397/ Pdt.G/2006/PN.Jak.Sel., tanggal 29 Agustus 2006 oleh Jurusita pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
b. Sebidang bangunan apartemen yang terletak di Apartemen Ambasador, Lantai IX Nomor 98 Jalan Prof. Dr. Satrio, Kelurahan Karet Kuningan, Kecamatan Setiabudi, Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta, atas nama Achmad Yusuf Murad, yang dilaksanakan berdasarkan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 397/Pdt.G/2006/PN.Jak.Sel., tanggal 29 Agustus 2006 oleh Jurusita pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan;
c. Tanah seluas 3.235 M² dan bangunan yang terletak di atasnya, yang terletak di Jalan Delima Nomor 1 Samarinda, Kalimantan Timur, sebagaimana tertuang dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 2208 tanggal 12 Agustus 1989, Surat Ukur/ Gambar Situasi 1699/1988 tanggal 2 Nopember 1988 terdaftar atas nama H. Suta Wijaya, yang telah dilaksanakan berdasarkan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 02/Pdt.G.DeI/2006/PN.Smda., tertanggal 13 September 2006 dilaksanakan oleh Jurusita Pengadilan Negeri Samarinda;
d. Tanah seluas 220 M² berikut bangunan di atasnya yang terletak di Perumahan Pesona Depok Blok D Nomor 5 Pancoran Mas Depok, sebagaimana tertuang dalam Sertifikat Hak Milik Nomor 5627 tanggal 21 September 1988, Surat Ukur Nomor 156/Depok/1998 tanggal 10 September 1988 terdaftar atas nama Ratna Sari, yang telah dilaksanakan berdasarkan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 06/Pen.Pdt/Del.CB/2006/PN.Dpk jo. Nomor 397/Pdt.G/2006/PN JakSel tertanggal 10 Oktober 2006 oleh Jurusita pada Pengadilan Negeri Depok;
5. Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.”
Dalam tingkat banding, yang menjadi amar putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 124/PDT/2007/PT.DKI tanggal 5 Juli 2007 adalah sebagai berikut:
MENGADILI :
- Menerima permohonan banding dari Pembanding/Tergugat;
- Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 19 Oktober 2006 Nomor 397/Pdt.G/2006/PN.Jak.Sel., yang dimohonkan banding tersebut.”
Dalam tingkat kasasi, yang menjadi amar putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2305 K/Pdt/2007 tanggal 30 April 2008, sebagai berikut:
MENGADILI :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: Dr. H. Achmad Yusuf Murad, M.B.A., tersebut.”
Sang mantan direksi mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali, dengan mengemukakan telah adanya Perdamaian antara Penggugat dengan pihak Tergugat. Tergugat dengan Suryadi bin H. Muhammad Asra, telah pula sepakat melakukan perdamaian di hadapan Notaris dan dituangkan dalam akta Nomor 3 tertanggal 6 Agustus 2010, yang pada pokoknya menyatakan “Bahwa perkara ini telah selesai karena antara kedua belah pihak tidak pernah ada masalah/sengketa deviden, gugatan terjadi hanya kesalah-pahaman saja”.
Penggugat juga telah melakukan perdamaian dengan Hj. Siti Hasanah Saad di hadapan Notaris dan dituangkan dalam akta Nomor 161 tertanggal 31 Oktober 2008 yang pada pokoknya menyatakan “bahwa perkara ini telah selesai dan segala permasalahan/perselisihan yang terjadi antara kedua belah pihak telah berakhir, dan tidak ada sita eksekusi.”
Dimana terhadap alasan-alasan keberatan sang mantan pejabat direksi, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali tidak dapat dibenarkan oleh karena tidak ditemukan kekhilafan Hakim atau suatu kekeliruan yang nyata yang dilakukan baik oleh Judex Facti (Pengadilan Tinggi) maupun Judex Juris dalam mempertimbangkan dan memutus perkara a quo baik dalam pertimbangan maupun putusannya telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku;
“Bahwa terbukti Tergugat selama masa kepengurusannya atas perseroan terbatas tersebut sampai dengan saat mundur dan tidak menjabat lagi, tidak pernah memberikan laporan pertanggungjawaban selama kepengurusan tersebut;
“Bahwa ‘perdamaian’ yang dilakukan tetap mengikat kedua belah pihak yang membuatnya akan tetapi dikarenakan tidak ada pencabutan perkara, maka perkara peninjauan kembali ini harus diputus oleh Mahkamah Agung dengan memeriksa materi sengketa;
“Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali dengan ditemukannya bukti baru (Novum) tidak dapat dibenarkan, karena bukti baru tersebut adalah penerima deviden oleh Termohon Peninjauan Kembali, hal mana tidak relevan atau bukan bersifat menentukan dan substansi gugatan adalah soal pertanggungjawaban dari Pengurus;
“Menimbang, bahwa karenanya alasan yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali tersebut di atas tidak termasuk dalam salah satu alasan permohonan peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, maka permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali: Dr. H. Achmad Yusuf Murad, M.B.A., tersebut adalah tidak beralasan, sehingga harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali: Dr. H. ACHMAD YUSUF MURAD, M.B.A., tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.