Direksi Debitor Pailit Tidak Kooperatif Terhadap Kurator

LEGAL OPINION
Question: Kalau sebuah perusahaan berbentuk perseroan, pailit, kan peran dan fungsi Direkturnya digantikan oleh Kurator. Kalau saja Direktur yang bersangkutan tidak kooperatif terhadap pihak Kurator, bukankah artinya si Kurator adalah ibarat “buta” terhadap apa yang sebenarnya menjadi hak dan kewajiban perusahaan yang akan dilakukan likuidasi olehnya? Gimana jika nanti ada yang asal klaim tagihan, dan sebagainya?
Brief Answer: Memang demikian adanya. Konon, dalam setiap perusahaan, terdapat dua buah versi pembukuan keuangan, yakni pembukuan versi internal pengurus dan pemilik perusahaan, serta pembukuan versi untuk pelaporan keperluan pajak--meski sistem perpanjakan saat kini tengah mampu menembus hingga jantung rahasia keuangan setiap badan hukum di Indonesia.
Laporan keuangan dan operasional perusahaan, tidak menggambarkan kondisi riel suatu entitas usaha. Laporan keuangan hanyalah representasi, dimana objek-objek hak dan kewajiban (alias aktiva dan passiva) yang tercantum didalamnya, bisa jadi dapat ataupun bisa jadi tidak diasumsikan benar adanya—sehingga menjadi cukup dilematis bagi Kurator yang menggantikan peran Direksi Perseroan, tanpa disertai adanya kewajiban normatif oleh hukum bagi Direksi untuk melakukan proses serah-terima kepada sang Kurator.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, untuk itu SHIETRA & PARTNERS akan merujuk pada putusan Pengadilan Niaga Medan perkara permohonan keberatan atas Daftar Pembagian dari Pemberesan Harta Pailit register Nomor 04/Pailit/2013/PN.Niaga.Mdn. (Renvoi Prosedur) tanggal 21 April 2015, perkara antara:
- KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BELAWAN, sebagai Pemohon; melawan
- KURATOR PT. INDUSTRIES BADJA GARUDA (dalam Pailit), selaku Termohon.
Kantor Pajak merasa keberatan atas pembagian yang telah dilakukan Kurator, sehingga mengajukan permohonan “renvoi prosedur” atas pengumuman Daftar Pembagian Tahap II Sekaligus Penutup dan Biaya-biaya Kepailitan PT. Industries Badja Garuda (dalam Pailit).
Dimana terhadapnya keberatan yang diajukan Kantor Pajak, Majelis Hakim membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti T 09.a., Bukti T 09.b., dan Bukti T 09.c., dan Bukti T–3.b. total harta pailit yang berstatus jaminan kepada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk adalah sebesar Rp. 71.273.170.387,57;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti T–3.b. harta pailit PT. Industries Badja Garuda (Dalam Pailit) yang tidak berstatus jaminan adalah sebesar Rp. 49.118.829.612,43;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti T–09.a. dan Bukti T–09.b., harta pailit PT. Industries Badja Garuda (Dalam Pailit) yang tidak berstatus jaminan (brutto/kotor) adalah sebesar Rp. 49.118.829.612,43 harus dibagikan terlebih dahulu kepada Para Kreditor yang mempunyai hak mendahulu (istimewa) yaitu TERMOHON (khusus atas tagihan berstatus hak mendahulu) sejumlah RP. 2.100.000,00 dan Eks Karyawan / buruh PT. Industries Badja Garuda (Dalam Pailit), yang seluruhnya sejumlah Rp. 12.297.289.398,00.
“Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, mengatur:
(4) Pembayaran kepada Kreditor:
a. yang mempunyai hak yang diistimewakan, termasuk didalamnya yang hak istimewanya dibantah; dan
b. pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh mereka tidak dibayar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dapat dilakukan dari hasil penjualan benda terhadap mana mereka mempunyai hak istimewa atau yang diagunkan kepada mereka.
(5) Dalam hal hasil penjualan benda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mencukupi untuk membayar seluruh piutang Kreditor yang didahulukan maka untuk kekurangannya mereka berkedudukan sebagai kreditor konkuren.
“Menimbang, bahwa ketentuan Pasal 189 ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bukti T 09.a., Bukti T 09.b., dan Bukti T 09.c., dan Bukti T–3.b. maka terdapat sisa tagihan PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp. 360.537.997.110,43. yang berstatus kreditor konkuren;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti T–06.a. tagihan yang berstatus konkuren lainnya adalah sebesar Rp. 12.273.121.260,00, yang berasal dari tagihan PEMOHON;
“Menimbang, dengan demikian bagian konkuren TERMOHON dan PT. Bank Negara Indonesia adalah sebagai berikut: ...
“Menimbang, berdasarkan Pasal 189 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengatur bahwa bagian konkuren harus ditetapkan oleh Hakim Pengawas;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Penetapan Hakim Pengawas Nomor: 04/Pailit/2013/PN.Niaga.Mdn. tertanggal 02 Desember 2014 (bertanda Bukti T-15) bagian-bagian konkuren telah ditetapkan Hakim Pengawas;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, serta rekomendasi Hakim Pengawas TERMOHON dalam menyusun Daftar Pembagian Tahap II Sekaligus Penutup dari Penjualan / Pemberesan Harta Pailit dan Harta Milik Pihak Ketiga Yang Menjadi Jaminan Utang PT. Industries Badja Garuda (Dalam Pailit) (Akumulasi Dengan Daftar Pembagian Tahap I) telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku;
“Menimbang, bahwa TERMOHON masih harus mempertanggung-jawabkan tugas dan wewenangnya dalam suatu laporan akhir;
“Menimbang, bahwa TERMOHON akan membayarkan bunga yang merupakan bagian masing-masing harta pailit, bersama-sama dengan pembayaran kepada Para Kreditor menurut porsinya masing-masing karena bunga tersebut inheren dengan porsinya masing-masing tersebut;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, tindakan Kurator tersebut dapat dibenarkan, dan tidak ada pihak yang dirugikan dalam hal ini;
TENTANG LAPORAN KEUANGAN TERKAIT PAJAK;
TERMOHON telah berupaya meminta dokumen-dokumen terkait keuangan dari manajemen lama Debitor Pailit, tetapi TERMOHON tidak pernah diberikan dan/atau bahkan TERMOHON tidak pernah bisa menemui Manajemen lama;
“Menimbang, bahwa keadaan tersebut, TERMOHON mempunyai keterbatasan untuk melaksanakan proses laporan pajak sebagaimana perusahaan normal yang berjalan;
“Menimbang, bahwa tugas dan wewenang TERMOHON selaku Kurator terbatas terkait dengan proses kepailitan yang merupakan wewenang dan tanggung jawabnya, sehingga tidak dapat dipaksa untuk memenuhi seluruh ketentuan diluar keadaan dan/atau kemampuannya;
“Menimbang, bahwa PEMOHON berdasarkan ketentuan perpajakan masih berwenang untuk meminta pertanggung-jawaban Manajemen Debitor Pailit dan/atau Pemegang Saham untuk sisa kewajibannya;
“Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti T–14, TERMOHON telah melaksanakan ketentuan perpajakan dengan membayar seluruh kewajiban pajak terkait proses transaksi harta pailit;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, maka TERMOHON selaku Kurator hanya dapat dimintakan pertanggung jawaban terkait tugas dan wewenangnya selaku Kurator dalam melakukan penjualan harta pailit, dan karenanya pula tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban atas keadaan diluar kemampuannya;
M E N G A D I L I :
“Menyatakan permohonan keberatan Pemohon tidak dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard).”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.