LEGAL OPINION
Question: Pak Hery (SHIETRA & PARTNERS) pernah bilang kalau di tingkat kasasi, baik terpidana maupun jaksa tidak dapat mendalilkan upaya hukum kasasi ini dengan alasan hukuman penjara yang diberikan pengadilan sebagai terlampau kecil atau terlampau besar. Kok, pernah terjadi, Mahkamah Agung menerima permohonan kasasi terkait berat ringannya amar putusan pengadilan tinggi?
Brief Answer: Betul, mungkin akan lebih tepat bila kita sebutkan, bahwa Mahkamah Agung RI dalam tingkat kasasi memiliki hak untuk “dapat” menolak permohonan kasasi yang diajukan Terdakwa maupun Jaksa Penuntut atas alasan berat atau ringannya vonis hukuman yang telah dijatuhkan.
Karena sifat / karakternya ialah “dapat”, maka Mahkamah Agung dapat saja tidak menggunakan haknya itu, atau sebaliknya menggunakan haknya tersebut sehingga tetap memeriksa dan memutus keberatan para pihak terkait terlampau ringan atau sebaliknya alasan terlampau berat vonis yang sebelumnya dijatuhkan oleh judex factie. Terutama, bila perkara tersebut menarik perhatian masyarakat.
EMBAHASAN:
SHIETRA & PARTNERS untuk itu mengangkat ilustrasi konkret yang relevan, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI perkara pidana tingkat kasasi register Nomor 1081 K/Pid.Sus/2014 tanggal 17 September 2014 oleh Majelis Hakim Agung Artidjo Alkostar, Surya Jaya, dan Sri Murwahyuni, dimana sebagai Terdakwa ialah Labora Sitorus, sang anggota satuan polisi fenomenal pemilik “rekening gendut” yang didakwakan telah membeli hasil hutan yang diketahui berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah, menimbun bahan bakar minyak, serta pencucian uang, dimana Pengadilan terhadap tuntutan Jaksa telah menjatuhkan vonis hukuman penjara 8 tahun dan disertai amar bahwa berbagai harta kekayaan hasil korupsi dikembalikan kepada sang Terdakwa.
Adapun pertimbangan hukum yang disebutkan oleh Pengadilan Negeri Kelas I B Sorong Nomor : 145/Pid.B/2013/PN.SRG tanggal 17 Februari 2014, dengan kutipan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, ahli maupun bukti surat yang diajukan dalampersidangan menurut Majelis Hakim secara legal formal Terdakwa tidak masuk dalam kepengurusan PT. Rotua dan PT. Seno Adhi Wijaya namun hanya rekening Terdakwa dipakai oleh kedua perusahaan tersebut sebagai lalu lintas transaksi keuangan dan hal ini tidak dipersoalkan oleh Direksi Perusahaan sehingga berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ayat (1) Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan.”
Jaksa Penuntut Umum mengajukan upaya hukum kasasi, dengan pokok argumentasi yang menarik untuk disimak oleh sebab bobot argumentasinya, sebagai berikut:
“Bahwa terhadap beberapa barang bukti yang dikembalikan baik kepada PT. Rotua, PT. Seno Adhi Wijaya maupun kepada Terdakwa sebagaimana tersebut di atas, merupakan barang bukti dalam perkara tindak pidana Kehutanan, tindak pidana Minyak dan Gas Bumi serta tindak pidana Pencucian Uang.
“Seharusnya apabila Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana Kehutanan, tindak pidana Minyak dan Gas Bumi serta tindak pidana Pencucian Uang maka selayaknya terhadap barang bukti dalam tindak pidana yang dinyatakan bersalah tersebut juga dinyatakan dirampas untuk Negara.
“Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 78 ayat (15) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yakni ‘Semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkutnya yang dipergunakan untuk melakukan kejahatan dan atau pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal ini dirampas untuk Negara.’
“Kemudian Pasal 35 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang serta Pasal 77 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang mana pada intinya menyebutkan bahwa pembuktian terhadap harta kekayaan yang bukan merupakan hasil tindak pidana merupakan beban Terdakwa (pembuktian terbalik) dan sesuai dengan pertimbangan judex facti (Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura) pada halaman 336 paragraf ketiga dan keempat yakni ‘Bahwa sesuai dengan prinsip pembuktian terbalik yan dianut oleh Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka dengan terbukti penempatan uang dalam rekening Terdakwa dan kemudian dibelanjakan, maka yang wajib membuktikan bahwa asal usul uang tersebut bukan dari tindak pidana adalah Terdakwa. Bahwa bukti yang terdapat dalam berkas perkara baik keterangan saksi maupun bukti dokumen, tidak ada satupun bukti yang diajukan oleh Terdakwa yang membuktikan asal usul uang yang ditempatkan dalam rekening Nomor 1540098166105 atas nama Terdakwa LABORA SITORUS bukan berasal dari tindak pidana’.
“Dan sesuai dengan pemeriksaan Terdakwa dalam persidangan dapat disimpulkan bahwa Terdakwa juga tidak membuktikan mengenai perolehan harta kekayaannya tersebut, bahkan Terdakwa menolak untuk diajukan pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum tanpa alasan yang jelas. Dengan demikian, terhadap barang bukti yang berkaitan dengan tindak pidana Pencucian Uang sebagaimana yang didakwakan kepada Terdakwa selayaknya juga dinyatakan dirampas untuk Negara.
“Bahwa adalah keliru jika pertimbangan judex facti (Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura) khususnya mengenai barang bukti didasarkan pada pertimbangan judex facti (Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sorong) sama sekali tidak mempertimbangkan mengenai barang bukti tersebut. Untuk itu, melalui memori kasasi ini Jaksa/Penuntut Umum memohon agar Majelis Hakim pada tingkat kasasi dapat memutuskan terhadap barang bukti yang dikembalikan kepada PT. Rotua, PT. Seno Adhi Wijaya maupun kepada Terdakwa agar dapat dirampas untuk Negara.
2. Mengenai Penjatuhan Pidana (Straftmatch).
“Adalah benar Terdakwa sebagai anggota Polri yang nota bene juga adalah seorang penegak hukum, seharusnya melakukan perbuatan dan tingkah laku Terdakwa sesuai dengan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, sehingga jelas bahwa perbuatan Terdakwa tersebut sangat merugikan nama institusi dan lembaga penegak hukum dan secara khusus Polri sebagai ujung tombaknya, di sisi lain perbuatan Terdakwa tersebut hanyalah untuk menguntungkan dirinya sendiri, karena Terdakwa melakukan perbuatannya tersebut dengan bersembunyi di balik seragam dan kedudukannya sebagai anggota Polri.
“Bahwa terhadap penjatuhan pidana terhadap Terdakwa LABORA SITORUS Jaksa Penuntut Umum kurang sependapat dengan Majelis Hakim judex facti (Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura), oleh karena putusan tersebut hemat Jaksa Penuntut Umum belumlah memenuhi jiwa dari Hukum Penintensier (Hukum Pemidanaan) yang menghendaki adanya aspek psikologis yang membuat efek jera bagi pelaku maupun bagi orang lain yang mempunyai niat untuk melakukan perbuatan serupa.
“Adalah benar bahwa tujuan pemidanaan bukanlah merupakan suatu tindakan balas dendam akan tetapi lebih bertujuan untuk membina dan mendidik sikap mental/perilaku seseorang agar tidak mengulangi perbuatan yang melanggar hukum, namun apabila terhadap Terdakwa hanya dijatuhi pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dikurangi lamanya masa penahanan yang telah dijalaninya maka dikhawatirkan tujuan untuk membina dan mendidik sikap mental/perilaku Terdakwa tersebut tidaklah tercapai bahkan mungkin sebaliknya, Terdakwa akan beranggapan bahwa ternyata hukum tidak mempunyai nilai apapun dan hal tersebut akan berakibat Terdakwa akan kembali mengulangi perbuatannya tersebut.
“Selanjutnya, bahwa selain bertujuan untuk membina dan mendidik sikap mental/perilaku Terdakwa agar tidak mengulangi perbuatan yang melanggar hukum, penjatuhan pidana penjara juga merupakan sarana pencegahan (preventif) bagi masyarakat lainnya agar tidak melakukan perbuatan pidana yang sama seperti yang dilakukan oleh Terdakwa, sehingga dengan demikian penjatuhan pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dikurangi lamanya masa penahanan yang telah dijalaninya akan membuat masyarakat dapat melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang telah dilakukan oleh Terdakwa sehingga kedua tujuan pemidanaan sebagaimana tersebut di atas akan sulit tercapai.
“Adalah benar mengenai berat-ringannya hukuman merupakan wewenang judex facti, putusan mana bersifat bebas dan tidak tunduk pada kekuasaan manapun sepanjang penjatuhan hukuman tersebut diatur oleh peraturan perundang-undangan. Namun yang harus dipahami jika penjatuhan hukuman haruslah didasari pada pertimbangn yang cukup, untuk itu Jaksa Penuntut Umum menilai bahwa penjatuhan pidana penjara terhadap Terdakwa LABORA SITORUS yakni pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dikurangi lamanya masa penahanan yang telah dijalaninya, dijatuhkan oleh Majelis Hakim dilakukan tanpa pertimbangan yang cukup.
“Hal tersebut sangatlah wajar mengingat tindak pidana yang terbukti dilakukan oleh Terdakwa berdasarkan judex facti (Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura) adalah tindak pidana Kehutanan, tindak pidana Minyak dan Gas Bumi serta tindak pidana Pencucian Uang, yang mana terhadap tindak pidana tersebut Negaralah yang sangat dirugikan.
“Bisa dibayangkan berapa banyak hutan yang telah ditebang oleh masyarakat sejak tahun 2010 hingga sekarang di kawasan Pulau Butanta, Misol, Waliebet, dan pulau-pulau lain di wilayah Kabupaten Raja Ampat di dalam Kawasan Hutan Lindung, Hutan Cagar Alam atau jenis hutan lain yang dilindungi dan tidak dapat ditebang dan selanjutnya dijual kepada PT. ROTUA.
“Hal tersebut belumlah seberapa jika dijumlahkan dengan perolehan bahan baku kayu PT. ROTUA yang berasal dari 2 (dua) buah Tempat Penampungan Kayu Terdaftar (TPKT) yang berada di Kabupaten Sorong yakni TPKT CV. Bintang Tiurma dan TPKT CV. Laksana Bintang Timur, di mana CV. Bintang Tiurma bekerja sama dengan 6 (enam) pemegang izin IPHHK yaitu IPHHK atas nama Dominggus Sede, Yan Waris Sawat, Yonatan Kutumlas, Zakeus Klafyu, Titus Sawat, Mika Klin, sedangkan CV. Laksana Bintang Timur bekerja sama dengan 2 (dua) pemegang izin IPHHK yaitu Zadrak Olimpadan Misel Mobilala, yang mana berdasarkan izin yang dimiliki masyarakat pemegang IPHHK tersebut tidak boleh melebihi 400 m3 per tahun, dihubungkan dengan jumlah barang bukti kayu yang menjadi barang bukti dalam perkara ini dan dimiliki PT. ROTUA yakni sebanyak + 10.000 m3;
“Terlebih lagi, perbuatan Terdakwa yakni mencantumkan identitasnya yakni sebagai pengusaha/wiraswasta di dalam aplikasi pembukaan rekening yang mana pada saat itu Terdakwa LABORA SITORUS masih menjabat sebagai Polisi aktif, kemudian menampung semua lalu-lintas transaksi keuangan PT. Rotua maupun PT. Seno Adhi Wijaya di mana secara legal formal nama Terdakwa tidaklah tertera di dalam kepengurusan PT. Rotua dan PT. Seno Adhi Wijaya seakan-akan Terdakwa sama sekali tidak ada hubungannya dengan kedua perseroan tersebut. Namun ternyata tidak dapat dipungkiri bahwa Terdakwalah yang mengendalikan jalannya kedua perseroan tersebut.
“Apakah hukuman pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan dikurangi lamanya masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa telah setimpal dengan besarnya potensi kerugian yang telah dialami Negara? Atau apakah penjatuhan pidana tersebut juga telah memenuhi rasa keadilan masyarakat yang dewasa ini sangat memberikan ekspektasi yang tinggi terhadap aparatur penegak hukum untuk menghukum dengan sungguh-sungguh dan setimpal dengan berat ringannya pidana yang dilakukan oleh Terdakwa ?
“Terlebih lagi bahwa terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh Terdakwa merupakan perkara yang sangat menarik perhatian masyarakat, yang mana datang bergelombang untuk menyampaikan aspirasi menuntut penjatuhan hukuman yang setimpal kepada Terdakwa baik melalui media massa maupun media elektronik, sehingga aspirasi non yuridis tersebut sangat perlu dipertimbangkan terhadap penjatuhan hukuman kepada Terdakwa. [Note SHIETRA & PARTNERS: Tampaknya poin itulah yang menjadi alasan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi dapat memeriksa dan mengadili sendiri perkara pidana terkait berat atau ringannya vonis yang sebelumnya telah dijatuhkan.]
“Oleh karena itu, Jaksa/Penuntut Umum berpendapat bahwa sekiranya Hakim Majelis dalam memeriksa dan mengadili perkara LABORA SITORUS secara sungguh-sungguh melaksanakan peradilan dan mengambil keputusan berdasarkan ketentuan undang-undang, maka Terdakwa seharusnya dinyatakan bersalah melakukan perbuatan sebagaimana yang Jaksa Penuntut Umum dakwakan dan sebagaimana telah Jaksa Penuntut Umum uraikan dalam requisitoir terlampir dan dijatuhi dengan pidana penjara yang setimpal dengan perbuatannya serta terhadap barang bukti yang merupakan hasil tindak pidana maupun yang berkaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tindak pidana dinyatakan dirampas untuk Negara.”
Bahkan, seakan merasa tidak bersalah, Terdakwa mengajukan pula permohonan kasasi. Dimana terhadap keberatan yang diajukan Terdakwa maupun keberatan pihak Jaksa yang menyusun permohonan kasasi secara cermat dan detail, Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan Pemohon Kasasi I/Jaksa/Penuntut Umum tersebut Mahkamah Agung berpendapat:
“Bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena judex facti salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Bahwa judex facti tidak mempertimbangkan dengan benar hal-hal yang relevan secara yuridis, yaitu pada 21 Oktober 2010 Terdakwa mendirikan PT. Rotua yang bergerak dalam bidang wood working, furniture, kontraktor, dan perdagangan umum. Terdakwa juga memiliki 2 (dua) TPKT (Tempat Penampungan Kayu Terdaftar) yaitu TPKT CV. Bintang Tiurma dan TPKT Laksana Bintang Timur dan bekerja sama dengan 6 pemegang IPHHK atas nama Terdakwa dalam menjalankan usaha jual beli kayu dari Pulau Misol, Batanta, Waliebet dan pulau-pulau lain di wilayah Kabupaten Raja Ampat, dan dari mereka tidak ada Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan.
“Bahwa Terdakwa juga menjual kayu berbentuk balok ke Surabaya tanpa keterangan/izin industri primer, tetapi Terdakwa menggunakan izin industri sekunder dengan demikian Terdakwa melakukan pelanggaran.
“Bahwa ketiga gudang kayu milik Terdakwa digeledah oleh Polisi ternyata kayu-kayu tidak memiliki dokumen yang membuktikan bahwa kayu-kayu tersebut adalah kayu yang sah.
2. Bahwa Terdakwa pada tahun 2011 sampai dengan April 2013, menjual kayu olahan yang masih dalam bentuk industri primer kepada konsumen yang berada di Surabaya yang dibayar melalui rekening milik Terdakwa di Bank Mandiri Cabang Sorong dengan Nomor Rekening 160-000021751-9.
3. Bahwa Terdakwa pada bulan Juni 2012 menyewa gudang di Surabaya untuk menyimpan kayu milik PT. Rotua yang dipasarkan langsung ke konsumen di Surabaya sehingga ternyata rangkaian perbuatan Terdakwa yang dengan sengaja menerima, membeli atau menjual, menyimpan atau memiliki hasil hutan yang berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah memenuhi unsur-unsur Pasal 78 Ayat (5) jo. Pasal 50 Ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor : 19 Tahun 2004.
4. Bahwa ketentuan Pasal 78 ayat (5) Undang–Undang Nomor 42 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undng-Undang Nomor 19 Tahun 2004 menegaskan bahwa ‘semua hasil hutan dari hasil kejahatan dan pelanggaran dan atau alat-alat termasuk alat angkut yang digunakan untuk melakukan kejahatan atau pelanggaran dirampas untuk Negara. Oleh karena itu, barang bukti sebagaimana dimaksud dalam amar putusan angka 5.1 dan 5.705, 706, 707, 708, 709, 710, 711, 712, 713, 714, 715, 716, 717, 718, 719, 720, 721, 722, 723, 724, 725, 726 serta angka 5.730, 731, 732, 733 dan 734 dirampas untuk Negara.’
5. Bahwa Terdakwa membeli PT. Seno Adhi Wijaya yang bergerak dalam pertambangan dan transportasi, PT. Seno Adhi Wijaya tersebut memiliki SPBB dan Kapal Batamas Sentosa I dengan harga 1 M. Setelah PT. Seno Adhi Wijaya dibeli oleh Terdakwa maka pengurus menjadi berubah sesuai dengan nama-nama yang ditunjuk oleh Terdakwa.
“Bahwa mulai September 2012 PT. Seno Adhi Wijaya tidak boleh lagi membeli BBM industri dari Pertamina dan mulai Oktober 2012 SP nomor pelanggan telah diblokir Pertamina karena selama 6 bulan terakhir tidak aktif membeli BBM, tetapi Kapal Batamas I menjual minyak ke kapal-kapal lain yang berlabuh di Kolam Bandar Saprua yang masuk areal kolam Bandar Sorong dengan demikian pengangkutan minyak tersebut tanpa izin usaha pengangkutan.
6. Bahwa fakta hukum di persidangan menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 hingga tahun 2012 PT. Seno Adhi Wijaya melakukan penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar menggunakan Kapal Motor Tangki (KMT) Batamas Sentosa I di dalam kolam Bandar Sorong. Transaksi keuangan PT. Seno Adhi Wijaya dalam melakukan pembelian dan pembayaran BBM menggunakan rekening Terdakwa Nomor 1600000 217519 dan kemudian ditemukan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak dilengkapi dengan dokumen pengangkutannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
7. Bahwa dari hasil penjualan kayu telah masuk ke rekening Terdakwa Nomor 1540098166105 dan tidak lama kemudian uang tersebut dibayarkan untuk beli PT. SAW. Setelah PT. SAW dibeli Terdakwa diadakan pergantian pengurus, yang menjadi pengurus adalah orang-orang/saudara-saudara Terdakwa dan isteri Terdakwa bahwa uang untuk pembelian tersebut berasal dari hasil penjualan kayu-kayu dan minyak yang tidak dilengkapi dengan dokumen yang sah, dengan demikian uang untuk pembayaran/pembelian PT. SAW diperoleh dari kejahatan sehingga dakwaan membelanjakan harta kekayaan yang patut diduga berasal dari tindak pidana terbukti.
8. Bahwa Terdakwa adalah anggota Polisi yang masih aktif dengan keberadaannya telah menyamarkan status pekerjaannya dalam KTP dengan mencantumkan sebagai swasta, kemudian dengan KTP yang dimilikinya tersebut Terdakwa membuka rekening di Bank Mandiri Cabang Sorong dengan Rekening Nomor 1600000217519 Nomor Rekening tersebut dijadikan sebagai lalu lintas transaksi keuangan yaitu menempatkan dan mentransfer baik untuk pembayaran maupun penerimaan untuk PT. Rotua padahal Terdakwa tahu bahwa PT. Rotua mempunyai rekening giro sendiri di Bank Papua Nomor Rekening 20721200100011-1.
9. Bahwa dalam kurun waktu tanggal 03 Agustus 2011 sampai dengan 13 Maret 2013 Terdakwa telah menempatkan dan melakukan transaksi keuangan melalui rekeningnya untuk penjualan kayu yang jumlah seluruhnya Rp112.567.767.866,00 (seratus dua belas miliar lima ratus enam puluh tujuh ribu delapan ratus enam puluh enam rupiah) dengan perincian :
1. CV. Pelita Mandiri sebesar Rp10.845.432.370,00
2. PT. Yorimasa/PT. Alco Timber sebesar Rp94.985.572.500,00
3. PT. Seng Fong Moulding Perkasa sebesar Rp 5.445.514.500,00
4. PT. Kali Jaya Putra sebesar Rp 1.291.248.496,00
10. Bahwa rangkaian perbuatan Terdakwa yang mencantumkan identitasnya sebagai pengusaha atau wiraswasta di dalam aplikasi pembukaan rekening yang sebenarnya masih menjabat sebagai Polisi aktif lalu menampung semua lalu lintas transaksi keuangan PT. Rotua dan PT. Seno Adhi Wijaya yang secara hukum Terdakwa tidak mencantumkan dalam kepengurusan PT. Rotua dan PT. Seno Adhi Wijaya tetapi Terdakwa yang mengendalikan dua perusahaan tersebut sehingga ternyata perbuatan Terdakwa memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan Keempat.
11. Bahwa telah terbukti bahwa Terdakwa telah melanggar beberapa perbuatan pidana yang ancaman pidananya sangat tinggi dan mengingat perbuatan Terdakwa tersebut juga berdampak pada rusaknya hutan di wilayah Kabupaten Raja Ampat;
12. Bahwa berhubungan dalam persidangan Terdakwa tidak mampu membuktikan sebaliknya bahwa harta yang disita tersebut adalah harta yang diperoleh secara sahih atau sah dan bukan dari tindak pidana, dengan demikian harta tersebut disita dan dirampas untuk Negara.
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas maka Mahkamah Agung berpendapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sorong, dan menyatakan Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa/Penuntut Umum dalam dakwaan Kesatu Primair, Kedua, Ketiga dan Keempat oleh sebab itu Terdakwa harus dijatuhi hukuman setimpal dengan perbuatannya;
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan Pemohon Kasasi II/ Terdakwa tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan kasasi Terdakwa tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex facti (Pengadilan Tinggi) tidak salah menerapkan hukum hanya saja melakukan kekeliruan dalam menjatuhkan hukuman terhadap Terdakwa Labora Sitorus serta penetapan status barang bukti dalam putusan a quo tidak sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Bahwa alasan kasasi Terdakwa Labora Sitorus dan Immanuel Mamoribo bahwa penetapan dirinya sebagai tersangka berdasarkan Laporan Polisi Nomor 65/III/2013/SPKT/Papua adalah rekayasa Polisi. Kejadiannya bermula dari penetapan Saudara Selewanus Burdam sebagai tersangka berdasarkan LP.No.65/III/2013/SPKT/Papua. Namun kemudian dalam perkembangannya Saudara Selewanus dicoret/diganti menjadi Labora Sitorus dan Immanuel Mamoribo sebagai pihak tersangka. Sedangkan Saudara Selewanus berubah menjadi saksi.
“Keberatan ini tidak dapat dibenarkan sebab peranan dan tanggung jawab Terdakwa Labora Sitorus dan Saudara Immanuel Mamoribo sangat menentukan dan signifikan dalam hal terjadi perkara a quo. Keputusan Penyidik Kepolisian menempatkan Labora Sitorus dan Immanuel Mamoribo sebagai Tersangka sudah tepat dan benar serta bukan rekayasa. Hal ini didasarkan pada fakta persidangan : Meskipun nama Terdakwa tidak tercantum di dalam akta pendirian perusahaan CV. Laksana Bintang Timur dan UD. Meubel Rotua serta PT. Rotua, melainkan atas nama orang lain, misalnya Lulu Ilvani selaku Dirut, Lisna Panauhe Direktur, Sandrinje Panauhe.
“Namun dalam kenyataannya atau secara de facto Terdakwa Labora Sitorus mempunyai kekuasaan dan kewenangan yang sangat signifikan dan sangat menentukan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan perusahaan.
“Saksi Lulu Ilvani menerangkan bahwa setiap kali pengambilan keputusan atau kebijakan perusahaan selalu berkoordinasi dan meminta petunjuk dari Terdakwa Labora. Terdakwa yang menentukan setiap langkah dan keputusan yang akan diambil oleh pimpinan perusahaan.
“Jadi benar secara legalitas nama yang tercantum dalam akta perusahaan adalah Lulu Ilvani, Lisna Panauhe, dan Sandrinje Panauhe, tidak ada nama Terdakwa Labora akan tetapi secara nyata dan de facto Terdakwa sebagai penentu dan pengendali perusahaan di lapangan. Direktur Utama dan Direktur serta Komisaris hanya formalitas belaka.
“Adapun latar belakang mengapa Terdakwa tidak mencantumkan namanya dalam akta perusahaan sebagai pemegang saham disebabkan kedudukan atau posisi Terdakwa sebagai Anggota Kepolisian Republik Indonesia Polres Raja Ampat Papua. Bahwa anggota Polri tidak diperbolehkan melakukan bisnis secara langsung. Namun untuk menghindari larangan ini Terdakwa mengambil keuntungan dengan cara Terdakwa mengendalikan perusahaan tidak secara formalitas.
2. Bahwa Terdakwa dalam mengendalikan perusahaan CV. Laksana Bintang Timur, UD. Meubel Rotua, dan PT. Rotua tidak secara formalitas, telah melakukan berbagai pelanggaran dan kejahatan yaitu : tindak pidana Kehutanan, Pencucian Uang, dan Penyelundupan Bahan Bakar Minyak.
3. Bahwa berdasarkan fakta persidangan Terdakwa telah membeli kayu olahan maupun kayu balok atau kayu log, kayu bulat dari masyarakat, kios kayu, TPKT, TPK TPT, sedangkan izin Terdakwa di bidang perkayuan hanya berupa izin sekunder. Padahal kayu yang dibeli Terdakwa adalah kayu yang membutuhkan izin primer.
“Terdakwa kemudian mengekspor atau mengirimkan ke Surabaya untuk dijual dengan menggunakan pengangkutan kapal oleh Terdakwa. Sedangkan menurut ketentuan yang berlaku tidak diperbolehkan mengirim kayu bulat dengan menggunakan fako atau fakom.
“Bahwa dokumen fakom hanya untuk industri sekunder, dan hanya berlaku di areal Kabupaten Sorong saja. Bahwa CV. Laksana Bintang Timur adalah TPKT yang izin usahanya pengumpul kayu dari IPHHK. Terdakwa selaku pemilik perusahaan CV. Laksana Bintan Timur tidak pernah melaporkan kegiatannya kepada saksi Benyamin A. Halatu selaku Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong.
4. Bahwa berdasarkan fakta hukum persidangan bahwa UD. Meubel dan PT. Meubel yang dikendalikan hanya mempunyai izin sekunder akan tetapi dalam kenyataannya Terdakwa bergerak membeli kayu bulat dari industri primer. Demikian pula Terdakwa telah melakukan pembelian kayu di sekitar daerah Raja Ampat lainnya yang tidak dilindungi dokumen atau surat yang sah.
5. Bahwa berhubungan dalam perkara a quo hanya tindak pidana yang tempus delictinya terjadi pada tahun 2010 (padahal secara notoire feiten sebelum tahun 2010 banyak kegiatan usaha yang dilakukan Terdakwa sangat berpotensi dilakukan secara ilegal), maka sesuai fakta hukum persidangan Terdakwa yang hanya memiliki izin primer, pada tahun 2012 telah melakukan pengiriman ‘kayu’ sebanyak 7.000 M3. Padahal seharusnya Terdakwa hanya berhak untuk mengirim kayu di bawah 2.000 M3 pertahunnya. Demikian pula untuk tahun 2011 dan 2013, Terdakwa melakukan pelanggaran hal yang sama yaitu melakukan pembelian atau pengiriman melebihi batas volume yang ditentukan dan atau tidak sesuai atau tanpa dilindungi dokumen yang sah.
6. Bahwa Terdakwa memperdagangkan kayu bulat yang termasuk dalam industri primer tapi tidak membayar PSDH dan DR ke rekening Menteri Kehutanan. Perbuatan Terdakwa tersebut sudah tentu sangat merugikan keuangan Negara guna mendapatkan keuntungan pribadi.
7. Bahwa keberatan Terdakwa yang mengutip keterangan ahli Benyamin Halatu bahwa izin sekunder PT. Rotua membeli kayu dari TPKT maupun TPK adalah sah sehingga bukti FAKO, FAKOM-TPKT maupun nota penjualan kayu dari kios kayu merupakan Surat Keterangan Sahnya hasil Hutan (SKSHH) adalah tidak sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya, sebagaimana telah dipertimbangkan diatas.
8. Bahwa berdasarkan fakta dan alasan pertimbangan tersebut, perbuatan Terdakwa telah memenuhi ketentuan : Dakwaan Kesatu Primair Pasal 78 ayat (5) jo. Pasal 50 ayat (3) huruf f Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang Nomor : 19 Tahun 2004 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
9. Bahwa sesuai fakta hukum persidangan, Terdakwa selaku pengendali PT. SAW telah melakukan perniagaan bahan bakar minyak tanpa izin perniagaan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Sebab izin niaga yang diberikan kepada PT. SAW sudah habis masa kontraknya dengan Pertamina. Namun Terdakwa masih tetap membeli BBM dari Pertamina. Seharusnya setelah kontrak atau perjanjian dengan Pertamina berakhir masa berlaku berarti Terdakwa tidak boleh membeli.
“Bahwa pembelian BBM setelah berakhir masa kontrak berarti perbuatan Terdakwa selaku pengendali PT. SAW telah merugikan keuangan Negara berhubung karena ada iuran atau kontribusi yang wajib dibayar oleh Terdakwa/PT. SAW ke kas Negara. Bahwa perbuatan semacam itu merupakan salah satu modus para penyelundup BBM untuk menghindari kewajiban membayar atau menyetor iuran kepada Negara, sehingga Negara tentu dirugikan Terdakwa mendapat keuntungan besar.
“Modus lainnya yang seringkali digunakan oleh para penyelundup BBM untuk mendapatkan atau meraup keuntungan besar dengan merugikan keuangan Negara dengan cara membeli BBM di tempat lain bukan di Pertamina atau membeli BBM bersubsidi kemudian menjualnya dengan harga non-subsidi.
10. Bahwa kapal Batamas Sentosa I adalah kapal PT. SAW, kapal ini adalah tempat penampungan atau penyimpanan BBM di SPBB (Stasiun Pengisian Bahan Bakar untuk Banker), namun dalam pemeriksaan di persidangan tidak terungkap bahwa Terdakwa mempunyai izin penyimpanan BBM.
“Bahwa telah ditemukan BBM yng disimpan atau ditimbun di kapal milik Terdakwa sebanyak 1 juta liter (menurut keterangan Terdakwa lebih dari 1 juta liter).
11. Bahwa terungkap di persidangan bahwa Terdakwa selaku pengendali PT. SAW telah melakukan penjualan atau pengiriman BBM dengan menggunakan kapal antara lain kapal LCT EURO dan LCT XL EVERE milik YOHANIS LIE sejak tahun 2010. Sedangkan Terdakwa melalui PT. SAW untuk kegiatan urusan perniagaan BBM telah menjalin hubungan dengan Pertamina sejak tahun 2004. Bahwa yang membayar ongkos atau biaya pengiriman angkut BBM adalah PT. SAW melalui orang yang bernama JIMMI LEGESENG.
12. Bahwa untuk menunjukkan bahwa benar Terdakwa sebagai pengendali dari sekian perusahaan milik Terdakwa di antaranya PT. SAW yaitu semua uang dari hasil transaksi penjualan dan pengiriman BBM PT. SAW masuk ke rekening Terdakwa Labora Sitorus. Menurut keterangan ISWANDI Terdakwa mempunyai 4 rekening di Bank Mandiri Cabang Basuki Rahmat dan Cabang Ahmad Yani. Salah satu rekening Terdakwa yang dijadikan sebagai penampungan hasil tindak pidana yaitu rekening Nomor 105 atas nama Labora Sitorus.
“Menurut Majelis rekening inilah dijadikan sebagai tempat pencucian uang yang dilakukan Terdakwa Labora Sitorus dalam mengendalikan bisnis perniagaan dan penyimpanan BBM secara ilegal.
“Bahwa tidak bisa disamping adanya rekening lain milik Terdakwa yang belum sempat terdeteksi oleh petugas saat melakukan pemeriksaan perkara a quo. Padahal seharusnya seluruh rekening dan seluruh harta kekayaan Terdakwa Labora Sitorus yang diduga berasal dari tinidak pidana sebagaimana dijelaskan di atas harus disita dan diblokir.
13. Bahwa berdasarkan pada fakta dan alasan pertimbangan tersebut perbuatan Terdakwa selaku pengendali PT. SAW telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan Kedua Pasal 53 huruf b Undang-Undang Nomor : 22 Tahun 2001 tentang Migas jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
14. Bahwa seperti yang telah dipertimbangkan di atas maka sehubungan dengan tindak pidana predicate crime yang dilakukan Terdakwa tersebut dinyatakan terbukti dan berdasarkan fakta persidangan ada harta kekayaan hasil tindak pidana yang telah disita oleh Penyidik. Sesuai ketentuan hukum Terdakwa seharusnya membuktikan bahwa harta kekayaan yang disita tersebut bukan berasal dari tindak pidana (tindak pidana Kehutanan, Migas).
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau Undang-Undang, maka permohonan kasasi Terdakwa tersebut harus ditolak;
“Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana Mahkamah Agung akan mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan;
Hal-hal yang memberatkan :
- Menarik perhatian masyarakat;
- Membuat kerugian bagi Negara dan masyarakat;
- Peranan Terdakwa;
Hal-hal yang meringankan :
- Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan;
- Pengaruh pidana yang diajukan bagi masa depan Terdakwa;
“Menimbang, bahwa berdasarkan alasan-alasan yang diuraikan di atas Mahkamah Agung berpendapat, bahwa putusan Pengadilan Tinggi Jayapura No.15/Pid/2014/PT.JPR tanggal 02 Mei 2014 yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jayapura No. 145/Pid.B/2013/PN.Smr tanggal 17 Februari 2014 tidak dapat dipertahankan lagi, oleh karena itu harus dibatalkan dan Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut, seperti tertera dibawah ini;
“M E N G A D I L I :
“Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa : LABORA SITORUS tersebut;
“Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi I : JAKSA/ PENUNTUT UMUM PADA KEJAKSAAN NEGERI SORONG tersebut;
“Membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jayapura Nomor 15 /Pid/2014/PT.JPR tanggal 02 Mei 2014 yang telah membatalkan putusan Pengadilan Negeri Sorong Nomor 145/Pid.B/2013/PN.Srg tanggal 17 Februari 2014;
“M EN G A D I L I S E N D I R I :
1. Menyatakan Terdakwa LABORA SITORUS terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :
- Secara bersama-sama dengan sengaja membeli hasil hutan yang diketahui berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah;
- Secara bersama-sama melakukan pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutan;
- Dengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana;
- Menempatkan dan mentransfer mata uang yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menya- markan asal-usul harta kekayaan;
2. Menghukum Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) tahun;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
5. Menetapkan barang-barang bukti berupa : ... dirampas untuk negara.”
Penyidik kepolisian yang telaten serta mau melangkahkan kaki, diramu dengan kepiawaian Jaksa dalam menyusun dakwaan, disertai integritas hakim yang memutus, menjadikan setiap penjahat kelas ‘teri’ maupun kelas ‘kakap’ dipastikan tidak akan lolos, dan setiap calon pelanggar hukum akan mulai untuk terpanggil berpikir seribu kali agar tidak berhadapan dengan Artidjo Alkostas, sang Hakim Agung legendaris yang dimiliki Mahkamah Agung Indonesia.
…
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.