KONSULTAN, TRAINER, ANALIS, PENULIS ILMU PENGETAHUAN ILMIAH HUKUM RESMI

Konsultasi Hukum Pidana, Perdata, Bisnis, dan Korporasi. Prediktif, Efektif, serta Aplikatif. Syarat dan Ketentuan Layanan Berlaku

Putusan Non-Executeable dalam Kepailitan

LEGAL OPINION
Question: Pernah terdengar istilah putusan non-execuable, maksudnya gimana?
Brief Answer: Singkat kata, ialah putusan pengadilan yang tidak dapat dieksekusi, sekalipun terdapat objek harta kekayaan pihak yang dikalahkan. Sebagai contoh: putusan sengketa waris, Majelis Hakim memenangkan gugatan penggugat, dimana amar putusan hanya menyebutkan agar para pihak saling membagi boedel warisan kepada seluruh ahli waris, namun demikian Majelis Hakim tidak menyebutkan besaran / persentase untuk masing-masing pihak, baik bagian penggugat maupun pihak tergugat—putusan semacam itu, tidak dapat dieksekusi kecuali diajukan gugatan baru “kedua / lanjutan”, dengan pokok sengketa berupa besaran bagian warisan yang menjadi hak dari masing-masing ahli waris.
Contoh lain, ialah ketika badan usaha seperti CV (persekutuan komanditer) dijadikan tergugat, atau termohon pailit, namun pihak sekutu / persero aktif tidak turut digugat, maka sekalipun pihak CV dinyatakan kalah dan dihukum, maka tiada yang dapat dieksekusi, karena badan usaha tidak memiliki kekayaan sendiri—alias, keliru menarik subjek hukum sebagai pihak tergugat, yang semestinya digugat dan dipailitkan ialah para persero aktif CV, bukan CV itu sendiri.
Mengapa CV tidak dapat digugat ataupun dipailitkan? Jawabannya: jika CV yang merupakan “badan usaha” dapat digugat dan dipailitkan, bahkan dieksekusi, maka untuk apa kemudian dibentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas yang merupakan “Badan Hukum” sebagai subjek hukum (legal entity, rechtspersoon)? Maka apa lagi bedanya antara “badan usaha” dan “badan hukum”?
PEMBAHASAN:
Ilustrasi berikut dapat SHIETRA & PARTNERS jadikan sebagai rujukan, sekaligus menjadi cerminan bagaimana lemahnya penguasaan para Hakim Agung di Indonesia atas konsep paling mendasar dalam ilmu hukum perihal “subjek hukum”, sebagaimana putusan Mahkamah Agung RI sengketa kepailitan register Nomor tanggal 27 Agustus 2014, perkara antara:
- CV. TRIMITRA AYANNA, yang diwakili oleh Direktur HARYANTO SUHARTANA, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Termohon Pailit; terhadap
- M. SUMARDI, selaku Termohon Kasasi semula Pemohon Pailit.
Termohon Pailit adalah Persekutuan Komanditer, yang berhutang pada Pemohon Pailit sebesar Rp50.000.000,00 namun terjadi gagal bayar. Terhadap permohonan pernyataan pailit yang diajukan Pemohon, Pengadilan Niaga Semarang kemudian menjatuhkan Putusan No. 12/Pailit/2013/PN.Niaga.Smg, tanggal 26 Maret 2014, dengan amarnya sebagai berikut:
MENGADILI :
1. Mengabulkan Permohonan Pemohon pailit untuk seluruhnya;
2. Menyatakan CV Trimitra Ayanna, beralamat di Sleman, Jalan Perjuangan 88 Sanggrahan RT.002 RW .011, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta “PAILIT” dengan segala akibat hukumnya.”—[Note SHIETRA & PARTNERS: Perhatikan, nama para persero aktif tidak turut digugat ataupun disebutkan dalam vonis pengadilan. Serta, alamat Termohon Pailit bukanlah alamat sekutu aktif CV.]
Badan Usaha CV mengajukan upaya hukum kasasi (sebenarnya CV bukanlah legal entity yang dapat digugat maupun mengajukan kasasi—suatu salah kaprah yang sudah terlanjur “kusut”), dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa keberatan-keberatan kasasi tidak dapat dibenarkan, karena meneliti dengan saksama memori kasasi tanggal 2 April 2014 dan kontra memori kasasi tanggal 17 April 2014 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang, ternyata tidak salah dalam menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
“Bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang telah memberikan pertimbangan yang cukup, karena Pemohon Pailit telah berhasil membuktikan dalil gugatannya bahwa Termohon Pailit mempunyai utang kepada dua Kreditor yang telah jatuh tempo dan Termohon Kasasi tidak dapat membayar lunas utang–utang tersebut yang dapat dibuktikan secara sederhana;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, ternyata Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang Nomor 12/Pailit/2013/PN.Niaga.Smg, tanggal 26 Maret 2014 dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: CV. TRIMITRA AYANNA, tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: CV. TRIMITRA AYANNA tersebut.”
Catatan penutup SHIETRA & PARTNERS:
Penyusun undang-undang sebenarnya telah mengakomodasi konsep dasar hukum perihal “subjek hukum”, sebagaimana tertuang dalam kaedah norma imperatif Pasal 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang:
“Permohonan pernyataan pailit terhadap suatu firma harus memuat nama dan tempat tinggal masing-masing pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.”
Terdapat hukum acara kepailitan khusus bagi CV dan Firma, sebagaimana dapat kita jumpai dalam Penjelasan Resmi Pasal 5 UU Kepailitan:
“Yang dimaksud dengan ‘tempat tinggal’ adalah tempat pesero tercatat sebagai penduduk. Dalam hal tidak diketahui tempat tinggal pesero maka disebutkan tempat kediamannya. ‘Nama dan tempat tinggal’ dalam ketentuan ini sesuai dengan yang tercantum dalam kartu tanda penduduk (KTP).”
Sementara dalam putusan kepailitan diatas, Termohon Pailit adalah CV dengan alamat kantor CV beroperasi, bukan tempat sekutu aktif berdomisi ataupun tercatat pada KTP sebagai penduduk. Ilustrasi konkret diatas merupakan kolaborasi sempurna dari: Pemohon Pailit, Termohon Pailit, sekaligus hakim yang tidak memahami konsep paling mendasar tentang kriteria “subjek hukum”. Perkara serta putusan yang sejatinya hanya membuang waktu serta sumber daya. Berani membuat perbedaan konsep antara 'badan usaha' dan 'badan hukum', maka konsekuensinya kita harus konsisten.
CV, sejatinya adalah Firma, dengan pasal-pasal yang sama dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), hanya saja CV memiliki satu pasal kaedah norma spesialis tambahan tentang sekutu pasif yang hanya bertanggung jawab sebatas modal badan usaha, sehingga terhadap CV, berlaku ketentuan yang sama dengan Firma dalam kepailitan maupun dalam konteks gugat-menggugat perdata pada peradilan umum.
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.