PTUN Vs. Keputusan Tata Usaha Militer TNI

LEGAL OPINION
Question: Sebagai pensiunan marinir, apa bisa saya mengajukan gugatan pembatalan surat perintah mengosongkan diri dari rumah dinas tersebut ke PTUN?
Brief Answer: Terhadap segala bentuk keputusan (beschikking) instansi kemiliteran Tentara Nasional Indonesia, maka atas keputusan yang berdampak bagi anggota kesatuan militer, pensiunan tentara, maupun keluarganya, sekalipun memiliki muatan perdata, hanya dapat menggugat keberlakuan keputusan tersebut ke hadapan Pengadilan Militer sebagai satu-satunya yurisdiksi peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus, bukan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dengan demikian, sistem hukum di Indonesia telah membedakan prosedural upaya hukum perlawanan terhadap “Keputusan Tata Usaha Negara” dan “Keputusan Tata Usaha Militer”. Dalam hal ini, yang menjadi tolak ukurnya bukanlah kepada subjek hukum yang terkena oleh Keputusan, namun lembaga penerbit keputusan yang menjadi penentu yurisdiksi peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus.
PEMBAHASAN:
Sebagai ilustrasi, SHIETRA & PARTNERS merujuk pada kaedah yang dalam praktiknya diberlakukan sebagaimana putusan Mahkamah Agung sengketa rumah dinas ketentaraan register Nomor 370 K/TUN/2009 tanggal 6 Maret 2012, perkara antara:
- MANSYUR MAHA, selaku Purnawirawan TNI AD, sebagai Pemohon Kasasi dahulu Penggugat; melawan
- PANGLIMA KOMANDO DAERAH MILITER I / BUKIT BARISAN cq. ASISTEN LOGISTIK KODAM I / BUKIT BARISAN cq. WAKIL ASISTEN LOGISTIK KODAM I / BUKIT BARISAN, selaku Termohon Kasasi dahulu Tergugat.
Yang menjadi Objek Sengketa ialah Surat Perintah tertanggal 27 Oktober 2008 tentang pengosongan rumah dinas atas nama Mansyur Maha di Barak Damar Laut No. 403 Asrama Marendal Medan, yang dinilai telah merugikan Penggugat yang telah tinggal pada rumah dinas tersebut sejak tahun 1983 yang dirawat serta dikelola pemeliharaan gedungnya dengan dana pribadi Penggugat.
Dalam gugatannya, sang pensiunan meminta agar Tergugat terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap sejarah tanah tersebut sebelum meminta Penggugat mengosongkan diri dari rumah dinas. Rumah yang ditempati oleh Penggugat merupakan pemberian dari Kolonel Maludin Simbolon dan bukan merupakan pemberian Tergugat, sebab Tergugat tidak ada memberikan bantuan dana untuk pembangunan rumah tersebut.
Menanggapi klaim Penggugat, Tergugat memberi tanggapan, benar menurut Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang PTUN, orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (TUN) dapat mengajukan gugatan tertulis kepada PTUN yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah.
Namun yang dimaksud dengan Keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TUN yang bersifat konkret, individual, dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 34 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yang dimaksud dengan “Keputusan Tata Usaha TNI” adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha TNI, berisi tindakan hukum, berkaitan dengan penyelenggaraan pembinaan dan penggunaan TNI serta pengelolaan pertahanan negara di bidang personal, materiil, fasilitas dan jasa yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata.
Menurut Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/1/II/2007 tanggal 20 Pebruari 2007 tentang Petunjuk Administrasi Umum Tentara Nasional Indonesia 2007, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan Surat Perintah adalah bentuk tulisan dinas yang memuat pernyataan kehendak pemimpin untuk dipatuhi dan dilaksanakan oleh seorang/sekelompok personel dan mempunyai akibat pertanggungjawaban administrasi.
Oleh karena Objek Gugatan tidak termasuk dalam objek sebagaimana dimaksud dalam sengketa Tata Usaha Negara, maka PTUN tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini.
Namun mengacu norma Pasal 265 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, terdapat pengaturan bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia/TNI, dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan Militer Tinggi yang berwenang yang berisi tuntutan supaya Keputusan Tata Usaha TNI yang disengketakan tersebut dinyatakan bataI atau tidak sah.
Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara baik di Pusat maupun di Daerah sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa Kepegawaian.
Pasal 2 Huruf (f) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang PTUN, memiliki esensi limitatif:
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini : (f). Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia.”
Pasal 1 angka 34 Undang-Undang No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer menyatakan, Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata Republik Indonesia adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang berisi tindakan hukum yang berlaku dan berkaitan dengan penyelenggaraan pembinaan dan penggunaan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia serta pengelolaan pertahanan keamanan Negara di bidang personel, materiil, fasilitas dan jasa yang bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi orang atau badan hukum perdata.
Maka hanya orang atau badan hukum perdata yang berkedudukan sebagai subjek hukum sipil saja yang dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk menggugat Keputusan Tata Usaha Negara.
Pasal 265 (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Peradilan Militer, memiliki subtansi pengaturan yang penting untuk dipahami, sebagai berikut:
Orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata dapat mengajukan gugatan tertulis kepada Pengadilan Militer Tinggi yang berwenang yang berisi tuntutan supaya Keputusan Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang disengketakan tersebut dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan / atau rehabilitasi.”
Terhadap gugatan sang purnawirawan, Pengadilan Tata Usaha Negara Medan kemudian menjatuhkan putusan, sebagaimana No. 74/G/2008/PTUN.MDN tanggal 28 Januari 2009, dengan amar sebagai berikut :
DALAM EKSEPSI:
- Menerima Eksepsi Tergugat;
DALAM POKOK PERKARA:
- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.”
Dalam tingkat banding, putusan diatas telah dikuatkan. Sang purnawirawan mengajukan upaya hukum kasasi, dengan argumentasi bahwa surat keputusan tersebut mempunyai muatan nilai keperdataan, terlebih Penggugat adalah seorang purnawirawan alias seorang pensiunan yang tidak lagi tunduk pada aturan internal kesatuan prajurit, dimana terhadapnya Mahkamah Agung membuat pertimbangan serta amar putusan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat :
“Bahwa alasan-alasan ini tidak dapat dibenarkan, karena Judex Facti sudah tepat dalam pertimbangan hukumnya dan tidak salah dalam menerapkan hukum karena Peradilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa in litis;
“Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan diatas, lagi pula ternyata bahwa putusan Judex Facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: MANSYUR MAHA tersebut harus ditolak;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : MANSYUR MAHA tersebut.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
Budayakan hidup JUJUR dengan menghargai Jirih Payah, Hak Cipta, Hak Moril, dan Hak Ekonomi Hery Shietra selaku Penulis.